webnovel

- 9 -

3rd Wave - the last

Hari ketiga Nero dan Vicente sudah membersihkan diri dan kini mereka tengah duduk di ruang tamu dengan sarapan yang tersaji di meja dan 1 set cangkir teh hangat.

"Mage, sepertinya serangan sudah berakhir, apa sebaiknya kita menyusul Xavier dan Felica ke Las Vegas?" tanya Vicente.

"Ya, aku pun berpikiran sama sepertimu. Di sini sudah sangat berbau busuk karena ceceran darah di mana-mana, aku bahkan sudah tidak berselera makan!" jawab Nero.

"Baiklah, tunggu apa lagi?" ucap Vicente sembari mengenakan jas barunya.

"Hazard!" teriak Nero yang tengah berbaring di sofa merah yang sudah terlihat penuh lubang peluru dan terkoyak di setiap sudutnya.

Tidak lama seorang anak buahnya datang menghampiri Nero.

"Ada apa Mage?" jawabnya.

"Siapkan sebuah mobil untukku dan Glupyy!" seru Nero.

"Kalian akan pergi?" tanya Hazard yang sepertinya masih mengkhawatirkan keadaan mansion jika terjadi serangan berikutnya.

"Ya, kami akan menyusul Xavier dan Nona Felica!" tutur Nero.

"Sudahlah siapkan saja mobilnya!" sambar Vicente.

"Baiklah!" jawab Hazard seraya berlalu.

"Ahh ... rasanya aku ingin seharian berendam di air panas ...," ucap Nero malas.

"Ya, lalu akan aku tambahkan bawang bombai dan sayuran di air rendamanmu!" ejek Vicente sembari membakar rokoknya.

"Apa kau ingin mencoba setajam apa pisauku saat mengiris bibirmu?" dengkus Nero kesal.

BBIIP

BIPP

Suara klakson mobil terdengar di sela-sela perdebatan itu. Sebuah BMW hitam bertengger di depan pintu yang menghadap pada air mancur yang sudah hancur. Tanpa melanjutkan perdebatannya Nero dan Vicente langsung berjalan menghampiri mobil yang sudah menunggu mereka.

"Kau saja yang mengemudi, aku ingin tidur," ucap Nero.

"Terserah apa katamu," jawab Vicente singkat.

Saat Nero dan Vicente sudah sampai di depan pintu mereka berhenti sejenak memastikan tidak ada barang yang tertinggal.

SWWIINGG

Sebuah roket melucur dengan cepat dengan ekor asap tebal yang menjadi jejak lesatan roket itu.

"Shit!" Nero dan Vicente mendengkus kasar saat melihat roket meluncur dengan cepat ke arah mereka.

Mata semua orang terbelalak saat melihat roket itu. Semuanya tahu jika mustahil mereka dapat menghindari ledakan yang akan dihasilkan roket itu.

BOOOMMBB

Sebuah ledakan keras dengan mobil BMW yang melambung tinggi karena ledakan itu. Semua orang terpental ke berbagai arah, begitu pun dengan Nero dan Vicente yang terpental dengan pecahan kaca yang merobek beberapa bagian tubuhnya.

Gelombang dari ledakan itu membuat semua kaca dan beberapa bagian mansion yang sudah lapuk menjadi pecah. Sangat jauh dan keras mereka berdua terpental hingga merobohkan sebuah pintu dan dengan keras, kepala keduanya membentur pada tembok hingga membuat Vicente tidak sadarkan diri.

Samar-samar Nero melihat kaki bersepatu pantofel mendekatinya saat sebelum kaki itu menendang wajahnya hingga pingsan. Beberapa saat kemudian Vicente sadar dari pingsannya. Saat dia sadar matanya yang masih sulit memandang jelas itu menelisik sekitar.

"Shit! Ada apa ini?" Vicente mencoba melepaskan jeratan tali yang mengikat tubuhnya dengan Nero yang masih tertunduk lemas.

"Mage! Mage!" desis Vicente.

"Mage! Sadarlah!" Vicente berusaha keras menyadarkan Nero yang masih tidak sadarkan diri dengan mengoyak tubuhnya sediri sembari menyikut tubuh Nero sesekali.

"Aww! Kepalaku!" desis Nero.

"Hei, kenapa kita diikat seperti ini?" tanya Nero.

"Tenanglah, hanya hitungan detik kita bisa keluar dari ikatan ini, tapi kita tahan dulu, aku ingin tahu ... apakah pemimpin mereka akan menemui kita!" jawab Vicente.

"Wohaa ... Kalian sudah sadar rupanya!" Terdengar suara seseorang dari sudut ruangan.

Kaki dan tangan Vicente serta Nero yang diikat kuat pada sebuah kursi membuat mereka berdua tidak bisa leluasa mencari siapa pemilik suara itu.

"Sebenarnya apa yang ingin kalian cari?" tanya Nero.

"Apa? Hahahaha." Pria itu kini mendekati Nero dan Vicente yang diikat di dalam sebuah ruangan mansion itu.

"Tentu saja Ace! Kami ditugaskan untuk membunuhnya!"

'Kami' ucapan pria itu menyadarkan Vicente yang membuatnya berpikir, dia kini tahu pria di hadapannya itu bukanlah pemimpin mafia yang menyerang mansion Roulette.

"Lalu di mana dan siapa pemimpinmu? Cepat katakan!" dengkus Vicente yang membuat pria itu terkekeh sembari membungkukkan badannya untuk saling bertatap wajah dengan Vicente, pria itu mencengkeram rahang Vicente dengan tangannya yang masih kalah kekar dengan Vicente.

"Atau apa?! Hahaha." Pria itu mendengkus kasar.

"Atau aku akan membunuhmu!" desis pelan suara Nero terdengar di balik pandangan si mafioso itu.

Pria itu terbelalak saat mendengar suara bisikan yang bagaikan malaikat pencabut nyawa berada di belakangnya secara tiba-tiba karena sejauh yang dia ingat, Nero masih terikat kuat pada kursi kayu.

"A-apa apaan ini?!" Pria itu terlihat sangat terkejut.

"Katakan siapa pemimpinmu atau aku akan mengeluarkan isi kepalamu?!" Ancaman Nero membuat pria itu semakin bergidik ngeri saat sadar sepucuk senjata api berada di kepalanya.

"Silakan saja! Tapi lihat sekelilingmu!" tukas pria itu hingga membuat Nero dan Vicente yang baru saja berhasil melepaskan ikatan pada tubuhnya melirik ke sekeliling ruangan.

Mereka mendapati beberapa musuh berjejer rapi dengan senjata yang siap membidik mereka berdua.

"Ahh, sial!!" rutuk Nero.

"Aku tidak memiliki senjata!" sambut Vicente dengan ekspresi yang sulit dijelaskan, meskipun mereka sedang tersudut pun ekspresi keduanya seolah tidak pernah takut akan kematian.

Nero menyeringai di hentakkannya kaki dan sesuatu keluar dari sepatu Nero. Dan beberapa pisau dari lengan bajunya, Vicente kembali duduk tenang sambil melihat dengan antusias.

"Wahh ... kali ini pertunjukanmu yang sempat kau tampilkan di kasino milik Xavier, bukan?" kata Vicente yang kini matanya berbinar seperti anak kecil.

Dengan sekali gerakan pisau itu terlempar dan menancap di dinding, kembali lagi Nero menggerakkan tangannya dan semua kepala mafioso lawan terjatuh.

"Kau! Lagi-lagi hampir memenggal kepalaku! Tapi, inilah skill yang dimiliki oleh pesulap kelas atas, ia bahkan dapat mengeluarkan apa pun dari balik bajunya," rutuk Vicente kesal, Nero hanya terkekeh.

Tidak terlalu banyak mafioso musuh di dalam sana, jadi dengan mudah Nero memenggal mereka semua tanpa perlawanan.

"Cepat keluar dari sini, ambil senjata apa pun dan habisi mereka semua,"jawab Nero sambil berlalu.

Nero melempar pisaunya kembali ke dinding dan menancap dalam sambil kembali memainkan benang besi miliknya hingga membuat tubuh lawannya terpotong menjadi beberapa bagian.

"Di mana si bodoh itu?!" rutuk Nero sambil terus melesatkan pisau -pisau lain miliknya pada lawannya.

Dorr

Dorr

Dorr

Suara rentetan tembakan terdengar, Nero menoleh ke arah ballroom.

"Di sana ternyata si bodoh itu. Baiklah, aku akan menyelesaikan bagianku dulu di sini," ucap Nero sambil kembali melempar dan menarik pisau-pisau yang tertancap di dinding.

Vicente masih terus menembak hingga pelurunya habis dan mafioso lawan masih terlalu banyak, Vicente membuang pistolnya asal.

"Shit!" umpat Vicente hingga ada yang menembak Vicente.

Dorrr

Vicente melihatnya peluru itu seperti akan menikam dada kanannya, tetapi tiba-tiba saja sebuah pisau melewati bahu kanannya.

Wushhh

Cetak

Peluru itu terbagi menjadi 2 dan pisau itu berakhir dengan menancap pada leher seorang mafioso lawan. Vicente melihat ke arah bahu kanannya dan terlihat kesal saat menemukan sesuatu.

"Kau merobek jasku, Mage!" kata Vicente tidak terima.

"Maaf, aku sengaja," jawab Nero yang tiba-tiba sudah di sampingnya.

"Kau! Kau harus menggantinya, dan aku tidak akan membantumu berkencan dengan Felica!" jawab Vicente kesal, Nero hanya tertawa.

"Kau jahat," jawab Nero setelah tertawa dan melanjutkan tawanya lagi.

"Aku tidak perduli," dengkus Vicente lalu mengambil sebuah MP-5 milik lawan yang tergeletak di kakinya.

Ia kembali menembaki mafioso lawan dengan Nero yang mengambil alih sebelah kanan.

Hingga hari menjelang petang, para mafioso lawan semakin banyak dan mafioso Roulette yang hanya tinggal belasan orang.

"Sial, tidak ada habisnya," kata Nero yang kini memilih menembaki lawannya dengan pistol milik mafioso lawan yang sudah menjadi mayat.

Kletang kletang tuk

Blushhhh

Tiba-tiba saja ada sesuatu menggelinding dan berhenti di kaki Nero. Saat Nero menoleh ke bawah tiba-tiba saja benda itu mengeluarkan asap putih yang cukup banyak.

"Uhuk ... uhuk ... uhuk ... Sial! Ada yang menggunakan flashbank," umpat Nero sambil terbatuk-batuk.

Dengan gerakan cepat ada yang membopong tubuh Nero dan Vicente. Seorang lelaki berlari sambil membopong dua tubuh itu dan memasuki sebuah ruangan. Dijatuhkannya ke sofa tubuh Nero dan Vicente. Kedua orang itu masih terbatuk-batuk sambil bersandar ke sofa.

"Apa yang kau lakukan!" bentak Vicente kesal karena ia masih ingin bermain.

"Maaf, Tuan. Tidak ada waktu untuk menjelaskan. Kalian berdua silakan beristirahat biar kami yang akan mengurusi sisanya," jawab lelaki itu sambil berlalu keluar ruangan dan menutup pintu.

"Sial! Mataku perih sekali!" dengkus Vicente.

"Hahaha, kau masih saja belum terbiasa dengan gas air mata itu," jawab Nero.

"Apa kau bodoh? Semua orang juga akan sakit ketika terkena gas itu, kau saja yang aneh!" tukas Vicente.

"Benarkah? Aku tidak merasakan apa pun. Hanya saja pandanganku mengabur," jawab Nero sembari membasuh wajahnya agar dapat melihat sesudah dirinya terkena gas air mata yang dilemparkan oleh lelaki tadi.

DOORR

Suara tembakan beberapa kali kembali terdengar, Nero merebahkan tubuhnya di sofa sambil memejamkan matanya.

"Bangunkan aku ketika suara tembakan itu berkurang," ucap Nero, Vicente hanya mengangguk sambil pergi keluar memanggil Pedro, koki itu selalu berada di dapur di saat apa pun.

2 jam telah berlalu kini Nero yang saat ini tengah duduk di atas tumpukan mayat musuhnya setelah ia tumpukkan di ballroom. Terlihat Vicente yang juga duduk dengan tenang tak jauh dari Nero. Mereka berdua tengah beristirahat setelah dua hari penuh melawan ratusan musuh dan hari ini baru saja bala bantuan tiba dan akhirnya mereka berdua dapat beristirahat.

"Bagaimana dengan para mayat ini?" tanya Vicente yang kini tengah memakan lasagna kesukaannya.

"Bakar saja, atau kau mau membuat mereka menjadi bahan eksperimenmu?" lanjut Vicente.

"Aku hanya membutuhkan yang masih hidup. Jika sudah mati, mereka tidak dapat merasakan sakitnya saat aku membelah tubuh mereka, bukan?" jawab Nero tersenyum simpul, Vicente hanya mengangguk mengerti.

Seseorang dengan berbadan tinggi , bertubuh tegap dan bersurai coklat datang menghampiri Nero dan Vicente.

"Maafkan keterlambatan kami, Tuan Nero dan Tuan Vicente," ucap orang itu sambil membungkuk hormat ala bangsawan.

"Rayzer, jika kau tidak datang pun kami berdua dapat membunuh mereka semua," jawab Vicente sambil menaruh makanannya.

"Vicente, jangan berkata seperti itu, kita juga harus menghemat energi kita untuk membereskan sisanya," ucap Nero lalu membuka topi miliknya dan mengeluarkan beberapa pisau dari dalam topi miliknya masih dengan senyum simpulnya.

Dengan gerakan yang sangat cepat Nero melemparkan pisau miliknya ke belakang lelaki yang dipanggil Rayzer itu.

Swiiing

Pisau itu menancap ke dinding dengan sangat dalam. Seketika terlihat sebuah peluru terbelah menjadi dua bagian yang terjatuh.

"Hati-hati dengan belakangmu, Rayzer," ucap Nero tanpa menghilangkan senyum simpulnya.

"Terima kasih, Tuan. Saya berhutang nyawa pada anda," jawab Rayzer seraya membungkukkan tubuhnya.

"Kau salah satu anggota Eksekutif menengah yang bekerja langsung di bawah perintah Papa, bukan?" tanya Vicente dengan tatapan bodohnya.

"Benar, Tuan Vicente," jawab Rayzer masih dengan wajah datarnya.

"Kalau begitu, habisi mereka semua dalam satu jam. Jika tidak, aku yang akan menghabisimu," jawab Vicente sambil tersenyum lebar, Nero hanya terkekeh mendengarnya.

"Dilaksanakan, Tuan," jawab Rayzer membungkuk hormat lalu pergi sambil menyeringai lalu meninggalkan Vicente dan Nero.

"Kau mengetahui kesukaan Rayzer dengan cepat, Vicente," kata Nero terkekeh sambil memakai kembali topi miliknya.

"Semua petinggi dari Eksekutif tertinggi, menengah, maupun biasa adalah kumpulan orang gila yang dikumpulkan Papa. Jadi aku tahu kesukaan mereka semua, tetapi yang paling berbahaya hanyalah Xavier," jawab sambil kembali memakan lagsananya.

"Ahh ... ya kau benar, Xavier-lah yang harus diwaspadai jika ia berkhianat seperti White. Xavier dan Alucard, manusia dengan mata humanoid. Mereka berdua lebih tepat dikatakan sebagai iblis dari pada manusia," jawab Nero dengan wajah seriusnya.

"Baiklah, ini belum satu jam, tetapi suara bising itu tidak terdengar lagi. Sepertinya Rayzer telah menghabisi mereka." Vicente beranjak dari duduknya lalu melangkah pergi keluar.

"Haaaa ... aku harus membersihkan semuanya dan membuatnya terlihat sama seperti sebelumnya," gumam Nero lalu turun dari tumpukan puluhan mayat itu

Nero dan Vicente berjalan kaluar dan mendapati Rayzer yang menghajar beberapa Mafioso musuh hanya dengan tangan kosong.

"Aku akui pukulan dan tendangannya memang kuat bahkan bisa merobohkan dinding. Jadi pasti yang terkena pukulan dan tendangannya tidak akan selamat," kata Nero sambil melihat aksi Rayzer.

Vicente hanya mengangguk sambil terus tersenyum lebar melihat hiburan di depannya, jarang sekali ia bertemu dengan Rayzer saat bertarung. Sifat Rayzer yang pendiam dan jarang berbicara dan selalu memasang wajah datarnya membuatnya seperti boneka hidup. Tetapi, Rayzer sangat penurut, apalagi jika Xavier yang memerintahkannya langsung. Sudah dipastikan, pekerjaan apa pun yang sedang dilakukannya akan ditunda saat itu juga dan melakukan apa yang Xavier perintahkan. Xavier benar-benar orang yang paling berbahaya.

Setelah menunggu beberapa lama, Rayzer kembali menghadap Nero dan Vicente. Ia tidak pernah memanggil Nero dan Vicente dengan nama julukan mereka berdua. Entah apa alasannya dan mereka berdua pun tidak masalah.

"Saya sudah membereskan mereka semua, Tuan Vicente," lapor Rayzer.

"Kau kaku sekali,"jawab Vicente sambil mengerucutkan bibirnya.

"Hahaha, Rayzer memang seperti itu, baiklah kita bereskan semua ini. Aku tidak mendapat informasi apa pun dari mereka dan dalam 2 hari kau bereskan mansion ini menjadi sedia kala. Jangan sampai Nona Felica melihat bercak darah sedikit pun," ucap Nero pada Rayzer.

Rayzer mengangguk patuh lalu pergi berlalu untuk membereskan kekacauan yang terjadi.

***

Ace terdiam setelah mendengar cerita panjang Nero. Masalah terus saja berdatangan bahkan kali ini adalah kejadian yang paling besar. Ace yakin jika masalah kali ini bukanlah menyangkut dirinya saja bahkan sudah menyangkut putri satu-satunya, Felica.

"Jadi apa yang harus kita lakukan, Papa? Saat ini kita benar-benar tidak mendapatkan informasi sama sekali," tanya Nero, Ace berdehem.

"Lawan kita bukan saja para mafia bahkan pemerintah juga adalah musuh dalam selimut. Sementara biarkan saja semua ini terjadi, biarkan Joker dan Heart yang menyelidiki semuanya. Para Eksekutif tertinggi sepertimu hanya untuk melindungi Felica dan Mama," jawab Ace sambil membakar cerutunya.

"Sepertinya untuk Mama tidak perlu dilindungi karena kemampuan Mama melebih dari kita," gumam Nero.

"Hahahaha ... kau benar, tetapi kau tetap harus melindungi Mama," jawab Ace sambil terkekeh.

"Tentu saja, baiklah aku permisi," jawab Nero lalu bangkit berdiri.

"Ahh ... Nero," panggil Ace, Nero menoleh.

"White datang dan ingin bertemu Felica," ucap Ace sambil tersenyum lebar.

"APA?! Mengapa Papa baru katakan itu sekarang?!" Nero langsung saja pergi dari ruangan itu dengan berlari.

"Hahaha ... dasar, mereka selalu saja berlebihan."

Next chapter