webnovel

31

Karena searah, pagi ini Kushina mengantar putranya ke sekolah, sementara dia akan pergi bertemu dengan teman-teman spiritualnya, kebiasaan untuk berdoa bersama dan merenungi firman-firman Tuhan, ia dan teman-temannya itu kadang bertukar pikiran dan memahami makna setiap isi Alkitab, sebaliknya putranya malah memandang aneh ke arah salib besar yang tergantung pada gagang spion, anak itu mungkin ingin mengomentari sesuatu. Tapi sebelum putranya berbicara, Kushina membuka suara, "Kau pasti tidak suka dengan ornamen baru itu."

"Dari mana ibu mendapatkannya? Terlihat tidak murah, dan ukiran yang ada di sana terlalu sedikit artistik, aku hanya ingin menebak, mungkinkah dari lelang keagamaan?" saat menoleh ke arah ibunya, sang ibu terkikik. "Ibu, berapa harganya? Kau membelinya berapa juta dolar?"

"Astaga, aku menemukannya di pasar barang bekas saat aku pergi ke Kawagoe. Wanita berambut putih menawariku barang ini, hanya lima ribu yen, dan percayalah aku tidak berada ke rumah pelelangan untuk bisa mendapatkannya apalagi menebus barang itu dari sana," Naru membuang napasnya lega. Ibunya terbiasa boros, saat melihat barang itu dijual dengan harga murah, terlihat sangat aneh. "Oke, kita sudah sampai. Sakumo akan mejemputmu nanti."

Naru mengecup pipi ibunya sebelum dia keluar dari mobil. "Aku mencintaimu, bu. Hati-hati di jalan."

"Aku juga mencintaimu, anakku. Selamat belajar."

Ketika berhasil menarik ransel dari jok penumpang belakang serta menutup pintunya kembali. Ibunya melajukan mobilnya kembali dan tertelan oleh banyaknya mobil yang berhenti di St. Konoha. Lalu Jaguar hitam yang dapat dikenalinya muncul. Itu Neji dan adiknya, tumben sekali mengendarai mobil pribadi.

"Naruto," Neji melambai, mendekati temannya kemudian. "Bahan presentasi sudah siap, aku mengandalkanmu setelah ini. Semoga festival berjalan lancar pekan nanti," Naru tersenyum, melirik Hinata kemudian, bahkan Neji mengarahkan pandangan ke adiknya juga. "Ada sedikit masalah, mulai sekarang kami dipaksa untuk mengendarai mobil pribadi, aku tidak bisa menentang ibuku, dia mudah sedih jika terjadi sesuatu pada putri pertamanya."

"Oh," pemuda itu kembali ke arah temannya. "Biasa, seorang ibu. Kau tahu, ibuku sama parahnya seperti itu."

Naru mengambil langkah lebih dulu, mengabaikan Hinata yang terus meneliti ke arahnya. Naru tahu apa yang ada di dalam pikiran gadis itu—sepertinya sedang memikirkan atau menaruh curiga kepadanya, gadis itu bahkan mengikuti mereka ke belakang, sangat dekat, tanpa disangka-sangka dituduh seperti itu, Naru menjadi risi bukan main. Ia ingin menarik gadis itu pergi ke gedung belakang dan mengatakan sesuatu tentang, ya, dia akan tutup mulut, dan Hinata dapat mempercayainya untuk itu.

Namun masalahnya, Neji ada di sekitar mereka pagi ini, melakukan hal itu sama saja tidak akan menjadikan masalah di antara mereka dapat diselesaikan.

"Neji, aku ingin mampir ke aula, aku duluan ya."

"Aku tunggu di kelas," kata Neji, dengan melambaikan tangannya sesaat, lalu melirik adiknya yang berada di sampingnya.

"Kau tidak menemani dia? Kalian selalu bekerja bersama-sama, 'kan?"

"Dia suka pergi sendiri ke aula untuk menilai kelayakan aula sebelum festival dimulai," ucap Neji. "Kita sebaiknya cepat-cepat masuk ke kelas, bel masuk sekolah akan berbunyi, jangan terlambat."

"Jangan khawatir, gedung sekolah sudah di depan mata."

Neji membuang tawa, lalu dia melihat Ino Yamanaka yang terlihat murung. "Bukankah itu temanmu," Hinata mengarahkan pandangannya ke arah Ino. "Kudengar dari anak-anak lain, jika keluarganya sangat keras. Ayahnya seorang Jenderal angkatan darat, dan Ino satu-satunya anak perempuan di rumahnya, tentu saja dia menjadi anak tunggal."

"Kau tahu dari mana?" tanya Hinata penasaran.

"Semua orang kurasa tahu kabar umum itu," balas Neji. "Kuharap kau bisa menjadi teman bicaranya."

"Bodoh sekali, aku tidak akan melakukannya."

Hinata berjalan mendahului Neji, juga mendahului Ino yang malah berhenti dan fokus memandangi Neji, yang kemudian tersenyum kepada Ino, sambil berucap, "Selamat pagi."

Ino menunduk, ia terlalu kaget mendapati sapaan itu pagi ini, padahal Neji tidak pernah memperlakukannya demikian. Dengan terbata-bata, Ino membalasnya. "Selamat pagi juga."

Jangan lupa untuk memberikan ulasan kepada saya di kolom review (bukan kolom komentar setiap bab), akan sangat membantu bagi saya untuk mendapatkan rekomendasi.

BukiNyancreators' thoughts
Next chapter