"Jadi, kemana kau akan membawaku?"
David hanya diam, ia terus mendayung perahu kecil itu menuju suatu tempat yang lumayan jauh berada di tengah laut.
Sudah hampir setengah jam David mendayung dengan santai, sementara Angeline masih saja menebak-nebak kemana David akan membawanya.
Hal ini sudah direncanakan oleh David beberapa hari sebelum hari pernikahan mereka. Dengan perlahan David membangunkan Angeline yang tertidur dalam perjalanan.
Mungkin kalian berpikir kenapa David tidak menggunakan kapal mesin saja daripada harus capek-capek mendayung. Sebenarnya David memang sengaja membuat Angeline agar tertidur karena bosan di perjalanan.
Belakangan David memiliki hobi aneh; yaitu memandangi wajah Angeline yang sedang terlelap. Setiap malam sehabis ia melubangi kepala mafia yang memusuhinya, David pasti memandangi wajah tidur Angeline selama kurang lebih dua puluh menit hingga ia juga ikut terlelap di sampingnya.
Angeline terbangun, mengucek-ucek matanya dan berusaha mengumpulkan kesadarannya.
Wajah polos Angeline yang baru bangun pun terlihat begitu menggemaskan bagi David.
"Apa kita sudah sampai?" tanya Angeline sambil menutup mulutnya karena menguap. Angeline pun berebalik dan rahang bawahnya pun terbuka lebar melihat sebuah mansion megah yang berdiri kokoh tepat di atas bukit.
David turun terlebih dulu, menarik perahu kecil mereka hingga ke tepian pantai dan menggendong Angeline dengan gaya bridal agar kaki gadis itu tidak basah karena air laut.
Semburat kemerahan tercetak di pipi Angeline saat menatap wajah David dari dekat sambil digendong seperti itu.
Dengan penuh kehati-hatian David menurunkan Angeline, memegang tangannya dan membawa Angeline berjalan menaiki bukit menuju mansion--sebenarnya villa namun kelewat mewah--yang terlihat terlalu jauh itu.
Angeline sudah pusing duluan membayangkan betapa jauhnya ia akan berjalan kaki, apalagi sepanjang jalan mereka terus mendaki.
Sesuai dugaan, baru seperempat perjalanan Angeline sudah duduk di batu sambil memukul-mukul pahanya karena pegal. David berjongkok dan memijit kaki angeline dengan telaten. Semburat kemerahan kembali tercetak di pipinya melihat David merawatnya dengan begitu hebat.
Rasanya aura mengerikan David yang mengintimidasi siapapun yang melihat seakan sirna begitu saja. Perlakuannya terlalu manis untuk dicurigai sebagai seorang mafia yang dijuluki sebagai sang penguasa di Dunia Bawah.
Dan karena David selama ini selalu bergerak sendirian, membuatnya dianggap sebagai satu-satunya manusia yang tidak boleh diprovokasi oleh siapapun yang tahu akan identitasnya.
"Apa kau masih bisa berjalan?"
Angeline berdiri, mencoba melangkahkan kakinya namun ia kembali ambruk. Untung saja David menahan tubuh Angeline. Rona kebiruan tercetak jelas di pergelangan kaki kanan Angeline.
David berjongkok dan berbalik, mengisyaratkan Angeline untuk naik. "Apa kau serius? Sepertinya villa nya masih jauh, dan tadi juga kau sudah mendayung perahu sampai ke pulau ini."
"Tenang saja. Jika kau khawatir aku tidak memiliki tenaga lagi untuk sebentar malam berarti kau salah besar." canda David membuat pipi Angeline kembali memerah.
"Aku tidak pernah berpikir sampai kesitu." elak Angeline.
"Lalu enam kali orgasmemu kemarin itu apa?"
"David hentikan!" teriak Angelin sambil menelan rasa malunya. Gadis itupun kini telah digendong David dan kembali mendaki bukit yang tidak terlalu terjal tapi lumayan panjang dan berbatu.
Dua setengah jam perjalanan yang cukup melelahkan, akhirnya mereka sampai di villa yang terkesan terlalu mewah itu. Dindingnya didominasi oleh kaca sehingga membuat kesan semi-transparan.
Angeline berbalik ke arah David. "Berapa banyak yang kau habiskan untuk tempat ini?"
"Emm ... Tidak tahu. Aku hanya menyuruh Lucy untuk mencarikan tempat paling romantis."
"Kalau begitu besok kau harus memecat Lucy." balas Angeline dengan nada setengah kesal dan berjalan ke dalam villa lebih dulu, meninggalkan David yang masih mengerutkan keningnya.
Dapurnya sangat lengkap untuk ukuran villa yang berada di pulau terpencil tak berpenghuni ini. Dari bahan hingga alat-alatnya sudah seperti hotel bintang lima.
Beberapa lama Angeline berkeliling. Namun dari semua pernak pernik mewah yang ada di villa itu, mata Angeline seakan mengeluarkan cahaya yang begitu terang saat melihat sebuah barang berbentuk kotak yang memiliki antena dan menempel di dinding.
Ya. Gadis itu lebih bahagia melihat sebuah pemancar WiFi ketimbang barang-barang mewah lainnya. Baginya, pemancar WiFi lebih mewah dari pada apapun yang berada di villa itu.
Tanpa aba-aba David melingkarkan tangannya ke pinggang Angeline dari belakang dan menciumi leher jenjang gadis itu walau terhalang beberapa helai rambutnya yang tergerai.
Angeline memegang tangan David dan menutup mata, merasakan sensasi kecupan lembut David di lehernya hingga David melepaskan pelukannya dan membalik tubuh Angeline.
Perlahan David mengangkat tubuh Angeline dan mendudukannya di atas meja dapur. David mulai melumat bibir ranum Angeline seperti orang yang kehausan. Angeline membalas ciuman demi ciuman yang David berikan, menjambak pelan rambut David dan melingkarkan kakinya pada pinggang David.
"Eunghhh ... " Angeline mengerang pelan saat David menggigit bibir bawah Angeline untuk menghentikan ciuman mereka. Setelah saling beradu pandang dengan napas yang sama terengah-engah, mereka pun tertawa.
"Aku akan menyiapkan air panas." ucap David lalu mengecup bibir Angeline sekilas dan berjalan menuju kamar mandi.
Angeline masih duduk di meja dapur. Ibu jari dan jari telunjuknya membelai bibir yang tadi dilumat habis oleh David. Jantungnya masih berdebar hebat. Setiap kecupan yang David berikan selalu bisa membuat Angeline merasa seperti disengat, dan sengatan itu mengalir ke seluruh tubuhnya dengan cara yang menyenangkan.
Dari situ, Angeline bisa melihat David yang mulai melepaskan pakaiannya satu persatu.
Punggung itu, punggung lebar yang selalu bisa membuat Angeline bertanya-tanya. Kekar, terlihat begitu menggoda, namun juga tampak menyedihkan di saat yang bersamaan.
Sudah lama Angeline ingin menanyakan bekas luka yang sangat jelas dalah luka bakar yang berada di punggung menggoda itu.
Belum lagi bekas-bekas jahitan yang kelihatan sangat tidak rapih yang tersebar di seluruh tubuhnya.
Dari mana David mendapatkan luka-luka itu?
Seperti apa masa lalu seseorang yang telah resmi menjadi suaminya itu?
Angeline hanya bisa menebak. Yang pasti bukanlah hal yang menyenangkan.
Angeline menggeleng pelan. Ia tidak ingin menghancurkan momen yang indah ini. Ia berjalan mendekati David yang sudah berada di dalam baththub menyandarkan kepalanya pada pinggiran bak.
Angeline pun menanggalkan pakaiannya satu persatu sambil terus berjalan ke arah David.
David tersenyum saat Angeline sudah berada di atasnya. Gadis itu duduk di atas pangkuannya dengan ekspresi malu-malu khas Angeline yang selalu saja terlihat menggemaskan bagi David.
Dan mereka pun mulai melakukannya.