webnovel

NARA #15

"KAMU ANAK KURANG AJAR!! BUKANNYA MENYAMBUT, KAMU MALAH MEMBENTAKKU?!!" Bentak Papa Nara yang baru saja bertemu dengan Nara.

"Loe itu gak perlu di sambut! Loe bukan siapa - siapa lagi buat gue. Sekarang loe keluar dari rumah gue!" Nara mengusir Papanya dengan cara yang tidak sopan.

"Oh ya? Bagaimanapun juga, aku ini adalah Papamu. Kamu tidak bisa menepis kenyataan bahwa Mamamu adalah istriku. Rumahmu adalah rumahku juga. Kamu tidak akan bisa melanjutkan kontrak rumah bobrok ini." Ucap Papa Nara dengan sinis sambil menatap sekeliling rumah.

"Loe bukan Papa gue!! Loe gak pernah nunjukin sikap yang baik sebagai seorang papa bahkan loe seenaknya dan kasar ke mama gue! kami akan baik baik aja tanpa loe! ngerti loe! mendingan loe Pergi!! Pergi dari sini!!" Teriak Nara dengan geram.

Akhirnya Papanya Nara pergi begitu saja. Tapi, dia masih bisa tersenyum sinis setelah keluar dari rumah itu, 'Lihat saja, kalian pasti tidak akan bertahan lama hidup susah seperti ini.'

Setelah kepergian Papanya, Nara langsung teringat pada Mamanya.

"MAA..!! MAMA..!!" Teriak Nara karena terkejut melihat kondisi Mamanya yang terkulai lemas di lantai kamar.

"Ma.. Mama tadi di apain sama tu orang? Bilang Ma..!! Jangan diem aja..!!" Lagi - lagi Nara berteriak pada Mamanya sambil mengguncang tubuh Mamanya dengan kuat.

"....."

Mamanya tetap tidak mengucapkan sepatah kata pun. Dia hanya memandang lurus ke depan dengan tatapan kosong.

Nara yang melihat kondisi Mamanya, langsung memeluk erat tubuh sang Mama dan menangis sekuat - kuatnya, "Ma.. Sadar Ma.. Dia itu bukan orang baik, Ma. Dia udah jahat sama kita, Ma. Dia itu udah tega nyiksa Mama sampai seperti ini. Mama harus tegar, Ma. Ada Nara yang akan selalu melindungi Mama. Ucapan sang Anak dapat meluluhkan hati seorang Ibu. Saat ini, Mamanya Nara juga ikut meneteskan airmata. Dia tidak menyangka akan mendapat pukulan yang berat seperti ini. Sampai dia tidak tau harus berbuat apa lagi.

"Ma.. Jangan pikirkan dia lagi. Sekarang hanya ada kita berdua di rumah ini, hanya ada kita berdua. Kita yang akan mencari kebahagiaan untuk kita, Ma. Mama jangan sedih lagi, Ara jadi ikutan sedih. Demi Ara, Mama lupakan apa yang sudah berlalu. Mari kita buka lembaran baru, Ma." Ucapa Nara dengan nada yang lembut.

Mama Nara hanya bisa mengangguk dengan lemah agar Anaknya berhenti untuk mengomelinya. Dia bingung harus berkata apa. Semua yang terjadi padanya saat ini adalah hukuman yang harus dia terima setelah apa yang telah dia perbuat di masa lalu. Tapi dia tidak bisa mengatakan apapun pada Anaknya. Ini sudah menjadi rahasia selama lebih dari 20 tahun dan selamanya akan tetap seperti itu, agar Anaknya tidak memikul tanggung jawab atas perbuatannya.

"Ma, ayo kita makan dulu. Ara ada bawa makanan kesukaan Mama. Sudah waktunya makan malam juga kan?" Nara pun membantu Mamanya untuk bangkit dari lantai dan memapah sang Mama sampai di meja makan.

Nara mendudukkan Mamanya terlebih dahulu lalu dia pergi ke dapur untuk mempersiapkan semuanya dan menghidangkan makanan itu di atas meja. Mereka pun makan dengan nyaman tanpa ada yang mengganggu.

Keesokan harinya...

Pagi - pagi sekali, Nara sudah bangun dan bersiap - siap untuk pergi ke kampus. Mulai hari ini dia sudah menjadi pegawai magang di Fashion House. Meskipun dia tidak begitu mengenal fashion, dia akan berusaha belajar dengan benar dalam mengenal fashion yang sesungguhnya, agar dia bisa menyesuaikan diri dengan pekerjaannya.

Setelah selesai dengan proses dandan alakadarnya, dia langsung menuju dapur. Dia melihat Mamanya sedang menyiapkan makanan untuk sarapan dan juga bekal untuknya.

"Mama seharusnya tidak melakukan hal - hal yang bisa membuat Mama kecapekan. Ara bisa urus diri sendiri kok, Ma. Mama jangan terlalu memaksakan diri," ucap Nara sambil membantu Mamanya meletakkan sarapan di atas meja makan.

"Mama tidak akan kelelahan jika hanya menyiapkan makanan untuk Anak Mama. Jangan suka jajan sembarangan di luar sana, Nak. Karena tidak semuanya makanan siap saji itu bagus untuk di konusmsi terus - menerus." Tutur sang Mama pada Nara. Nara hanya mengangguk dan tersenyum.

Selesai sarapan, Nara langsung memeluk dan menyalam Mamanya, "Pamit ya, Ma. Ar berangkat kerja dulu. Bye, Ma." Nara pun bergegas pergi ke tempat dia bekerja.

Sesampainya di Fashion House, Nara di suruh oleh pihak HRD perusahaan untuk memperkenalkan diri di depan para karyawan yang sudah berkumpul di ruang rapat. Nara berusaha begitu keras untuk menutupi rasa gugupnya. Semua mata tertuju padanya, hal inilah yang membuatnya gugup.

"Perkenalkan, nama saya Nara. Saya biasa di panggil Nat. Saya di sini hanya sebagai pekerja sambilan, karena saya masih harus melanjutkan kuliah saya. Saat ini saya sudah masuk semester V jurusan Manajemen Bisnis. Mohon bimbingannya." Nara pun membungkukkan badannya.

"Selamat datang di Fashion House, Nat. Senang berkenalan denganmu. Semoga kamu betah bekerja di sini sampai kamu lulus kuliah." Ucap HRD yang ada di sebelah Nara.

"Baiklah, sekarang semuanya kembali bekerja. Nat akan ikut dengan saya. Saya akan menunjukkan pekerjaan awal yang harus kamu lakukan, agar ke depannya kamu bisa lebih mudah bekerjasama dengan mereka,"kata sang HRD dengan nada tegas yang tak terbantahkan.

Nara pun mengikuti langkah kaki sang HRD. Tak berapa lama, mereka sampai di sebuah ruang penyimpanan. Ruangan itu di penuhi dengan berbagai jenis alat dan bahan yang digunakan oleh seorang Desainer dan para Penjahit pakaian.

"Ini adalah ruang penyimpanan. Seperti yang kamu lihat, begitu banyak alat dan bahan yang tertata rapi di sini. Untuk hari ini, kamu hanya perlu menghapal dengan baik dan benar semua nama alat dan bahan yang ada di ruang penyimpanan ini. Kamu bisa memakai memo sebagai peganganmu dan di atas meja itu ada buku tebal yang berisikan nama - nama dari barang yang ada di sini yang dapat kamu gunakan untuk mencaritahu nama benda yang tidak kamu ketahui. Selamat bekerja, Nat." Ucap HRD itu pada Nara.

"Baik, Bu. Terima kasih atas arahannya. Saya akan berusaha semampu saya untuk mengenal alat dan bahan yang ada di sini." Nara pun membungkuk dan tegak kembali setelah Ibu HRD tadi.

Nara memulai pekerjaan yang sudah dipercayakan padanya. Dia membaca, menulis dan menandai setiap alat dan bahan yang ada di dalam ruang penyimpanan itu.

**********

"Dev, loe kemana aja selama ini? Gue cariin loe sejak hari itu, tapi baru ketemunya sekarang. Ada yang mau gue bicarakan sama loe," kata Kevin sambil mendekati Devan.

"Gak ada yang perlu dibicarakan lagi kalau itu menyangkut Arga," Jawab Dev acuh tak acuh.

"Dev, dengerin gue dulu. Loe itu selalu begitu. Gak pernah mau mendengarkan siapa pun." Ucapan Kevin membuat Dev menatapnya dengan penuh tanya, "Apa yang mau loe bicarakan?"

"Gue mau tau, kenapa loe malah buat Arga semakin membenci loe? Apa yang loe lakuin malam itu padanya?" Tanya Kevin sambil menarik Dev untuk duduk di sudut ruang kelas.

"Gue hanya menggertaknya. Gue udah berusaha keras untuk tidak memukulnya. Semua itu karna nasehat loe yang gak bermutu itu! Loe aja yang gak tau gimana dia memukul gue habis - habisan waktu itu," kata Dev yang merasa dirinya tidak bersalah pada siapapun.

Kevin heran melihat tingkah kedua temannya ini. Setelah mendengarkan cerita dr Dev ternyata Dev masih peduli dengan Arga. Tapi, kalau menurut cerita Arga, Dev lah yang bersalah di sini. Arga terlihat sangat membenci Dev.

"Gimana cara loe mneggertak dia? Gak mungkin kam, gak ada hujan gak ada badai, Arga semakin membenci loe? Kita kan teman, loe pasti mau ceritain semuanya ke gue kan?" Tanya Kevin yang sudah di penuhi dengan rasa penasaraan.

"Gue kasih obat perangsang ke cewek yang bernama Lisya itu. Gue suruh 3 orang untuk merobek pakaiannya di depan Arga. Ternyata Arga lebih memilih cewek itu di bandingkan dengan persahabatan kita!" Ucap Dev yang sudah tersulut oleh api emosi.

"Loe gila Dev! Loe pasti udah tau kalo Arga suka sam tuh cewek. Tapi kenapa loe harus menggertak Arga dengan cara kotor seperti itu? Gue gak nyangka Dev, loe tega berbuat seperti itu. Lisya gak ada hubungannya dengan ini semua, kenapa loe malah ngehukum Arga dengan menyeretnya masuk ke alam masalah kalian?!!" Kevin mulai marah ketika dia mengetahui apa yang menjadi alasan Arga semakin membenci Devan.

"Kenapa loe yang jadi marah ke gue? Gara - gara tuh cewek, Arga buat gue sampai seperti itu. Gue cuma mau buat Arga jera dengan perbuatannya Kev, biar dia juga tau gimana rasanya hidup dengan pikiran yang kacau. Dia masih bisa menolong tuh cewek, tapi gue? Gue udah sampai ngelakuin hal yang tidak pantas dengan cewek yang sama sekali gak gue kenal, kev! Padahal tuh cewek juga sama seperti Lisya, gak tau apapun dan dia sampai tidak perawan lagi! Semua itu akibat ulah Arga! Arga yang buat gue sampai seperti itu!" Dev menjelaskan apa yang menjadi alasan dia berbuat seperti itu.

Kevin semakin frustasi melihat kedua sahabatnya itu. Hanya gara - gara mikirin cewek, mereka jadi salaing baku hantam pada sesamanya. Padahal sebelumnya, mereka itu baik - baik saja tanpa adanya cewek dalam hidup mereka.

Kevin bingung dan tidak tau lagi harus berbuat apa lagi. Devan sudah sempat membenci Arga karena telah membuat percikan api padanya. Sekarang? Devan sudah menyulutkan api membara pada Arga.

Semuanya semakin rumit. Semakin dipikirkan, semakin sulit untuk mencari solusinya. Kevin hampir gila berada di antara Devan dan Arga. Akhirnya, Kevin pergi begitu saja meninggalkan Devan. Dia hanya ingin menenangkan pikirannya yang sudah hampir pecah akibat memikirkan masalah kedua sahabatnya itu.

Devan tidak berniat menahan Kevin ataupun membujuknya untuk menjadi pembelanya. Devan tau kalau hal itu akan membuat Kevin semakin berada dalam posisi yang dilema.

Beberapa waktu setelah Kevin pergi, Dev mendapat pesan singkat dari Kay. Kay minta di jemput dari sekolah. Karena kuliahnya juga sudah selesai sejak awal, Dev pun berangkat menjemput adik kesanyangannya itu. Dev membuang jauh - jauh pikiran lainnya yang emmbuat dirinya semakin stres. Saat ini, yang terpenting baginya adalah Kay.

"Kenaap Kakak lama sekali? Bukannya Kak Dev sudah pulang kuliah sejam yang lalu ya?" Tanya Kay sambil memanyunkan bibirnya.

"Maaf ya, adik kecilku. Kakak tadi ada sedikit urusan dengan Kevin. Jadi, Kakak agak telat menjemputmu. Kamu sudah lapar kan? Mau makan apa? Biar Kakak yang traktir, hitung - hitung sebagai permintaan maaf Kakak padamu." Ucap Dev sembari merangkul sang adik dan membujuk adiknya itu.

Kay yang mendengar kata 'traktir' itu pun langsung melompat kegirangan. Dia paling hobi makan. Meskipun dia makan begitu banyak, Kay tidak pernah menjadi gemuk. Padahal dia tidak pernah memperhatikan pola diet atau semacamnya.

"Yeay! Kay di taktir? Kay mau mencicipi masakan ala Korea yang ada di Restoran YIP yang baru buka di persimpangan jalan ini la, Kak. Kata temen - teman, makanan di sana enak dan lezat. Kay pengen mencobanya langsung Kak." Bujuk Kay dengan puppy eyes nya.

"Baiklah. Tapi jangan makan makanan yang terlalu pedas. Kakak gak mau Kay sakit perut setelah keluar dari Restoran itu," kata Dev dengan tegas.

Kay hanya bisa pasrah menganggukkan kepalanya, agar Kakakmya itu bersedia di bawa ke Restoran Korea itu.

Sesampainya di Restoran YIP, Dev hanya mengikuti langkah Kay. Kay yang memilih tempat duduk dan memesan makanan. Dev hanya melihat ke sekeliling mereka.

'Bukannya itu Nat ya? Kenapa dia ada di sini?' Pikir Dev setelah dia melihat sosok cewek yang familiar baginya.

Pandangan Dev tidak lepas dari gerak - gerik Nara. Nara terlihat sangat memukau meskipun dia memakain topinya.

'Dia cantik juga mengenakan pakaian kantor begitu, meskipun dia masih menutup wajahnya menggunakan topi. Apalagi jenjang kakinya yang panjang dan mulus itu terlihat sangat memukau. Ehh, kok gue malah mikirin hal tak senonoh begitu padanya ya? Apa otak gue udah geger karna kejadian malam itu?' Dev membatin kesal pada dirinya sendiri.

'Tapi, setelah gue perhatikan lagi, sepertinya gue sangat mengenalnya, tapi kapan dan dimana?' Dev lagi - lagi memikirkan hal yang sempat terlupakan olehnya.

Semakin lama Dev memandangi Nara, Dev merasa semakin intim dengannya. Dev pusing sendiri dengan pikiran yang melayang - layang di otaknya.

"Kak Dev? Ayo makan. Nanti makanannya dingin lho." Tiba - tiba suara Kay membuyarkan lamunan Dev.

"Ah iya, Kay. Ayo di makan. Kamu makan yang banyak ya, kamu kan yang pesan makanan segini banyak. Kakak gak bakalan sanggup makan sebanyak ini," kata Dev sambil terkekeh melihat ekspresi adiknya yang aneh itu.

"Kak Dev juga makan dong, jangan ngelamun aja. Makanan itu untuk di makan, bukan untuk di pelototin." Kata Kay sambil menyendokkan sesuap makanan dihadapannya.

"Iya, iya. Kakak makan juga," ucap Dev sambil melirik ke arah dimana dia melihat Nara. Tapi, sudah terlambat. Sosok cewek itu sudah tidak ada lagi.

'Cepat sekali perginya. Padahal gue masih ingin melihatnya. Kenapa tadi gak gue samperin aja?' Dev mengumpat di dalam hati.

Dev pun menyantap makanan yang terhidang di atas meja sambil memikirkan cara untuk menghubungi Nara. Dia memang sudah memiliki kontak Nara, tapi dia belum tau bagaimana caranya menghubungi Nara supaya tidak terlihat aneh oleh Nara.

Next chapter