webnovel

Yang Terlihat

'BRAK!' setelah itu terdengar teriakan orang-orang yang melihat kejadian tersebut.

Gadha langsung berlari keluar melihat apa yang terjadi di luar cafe. Dan betapa terkejutnya dia mendapati tubuh yang ia kenal menjadi sumber suara tabrakan tersebut. "DERA!!!" teriaknya shock. Gadha menghampiri Dera yang tergeletak, tubuhnya berlumuran darah. Orang-orang yang melihat kejadian tersebut mengerumuni tempat kejadian.

Gadha mencoba mengangkat Dera yang tak sadarkan diri untuk dibawa kepinggir jalan. Darah segar turus mengucur dari kepalanya. Beberapa orang membantu memanggilkan ambulance dan menahan mobil yang menabrak, sampai polisi datang. Untungnya pemilik toko yang berada tepat di depan kejadian tersebut memberikan tempat untuk Dera sembari menunggu ambulance datang.

Tak jauh dari tempat kejadian tersebut ada seseorang yang menatap dengan raut sedih. Dia Yuna, kejadian tersebut terjadi tak berselang lama setelah ia menyebrang jalan menuju kampusnya. Jujur dia merasakan sedih dan sakit. Kakinya berkali-kali ragu untuk melangkah ke sana atau teteap diam jauh dari mereka. Namun kekagetannya membuat ia pada akhirnya memilih untuk diam karena dia tak sanggup melihat Dera kecelakaan. Tapi walau pun begitu ia tak benar-benar diam menatap kejadian tersebut dari jauh. Yuna berusaha membantu dengan memberi kabar ke orang tua Dera dan sahabatnya. Hanya itu yang bisa dia lakukan saat ini. Hanya itu, setidaknya ia masih mempunyai sedikit rasa peduli.

Ambulance akhirnya datang dengan cepat. Petugas ambulance langsung turun dan membawa Dera ke dalam ambulance, Gadha ikut mendampingi. "Der, kamu pasti kuat der. Jangan tinggalin aku, Der. Kamu kuat aku yakin kamu kuat Der," bisik Gadha pelan dengan tangannya yang menggenggam erat tangan Dera. "Der, aku janji apapun yang kamu mau aku bakal kabulin. Asal kamu jangan tinggalin aku Der," ucap Gadha saat mereka menuju rumah sakit.

Karena rumah sakit tak jauh dari tempat kejadian. Sesampai di Rumah Sakit Dera segera ditangani oleh tim medis. Gadha tidak diperbolehkan masuk dan diminta untuk menunggu di luar. Tanpa diketahui Gadha di sisi lain ada Yuna yang ternyata ikut pergi ke rumah sakit mengenakan mobilnya. Yuna memilih duduk jauh dari Gadha namun masih bisa dilihatnya. Ia hanya melihat Gadha yang sedang menunggu Dera. Sebenarnya ia ingin sekali menguatkan Gadha tapi ia tak mau nantinya terjadi salah paham. Tak bisa di pungkiri ia tidak bisa hanya berharap Gadha kuat, agar Dera juga kuat. Karena seseorang bisa kuat karena ada yang menguatkan dan mendukung. Akhirnya dengan perdebatan hati, Yuna pun berjalan mendekati Gadha.

"Gadha?" panggilnya lembut. Tak ada nada amarah yang terlontar seperti sebelumnya. Keduanya lupa akan pertengkaran yang terjadi beberapa waktu yang lalu.

Gadha yang sedang menundukkan kepala beralih menatap Yuna terkejut. "Yun, lo di sini? Sejak kapan?" tanya Gadha terbata.

Yuna tak menjawab pertanyaan tersebut, ia mengalihkan dengan berkata, "Ini adalah takdir Tuhan. Dan ini cobaan untuk kita. Bukan cuma cobaan untuk Dera. Lo harus kuat!" ucap Yuna.

Dan itu membuat satu titik air mata yang Gadha tahan sejak tadi terjatuh.

"Gue gak tau seberapa kuat gue untuk ngadapin semua ini. Maafin gue. Ini semua salah gue. Kalau aja gue gak nemuin lu. Kalau aja gue gak nanyain lu. Kalau aja gu—"

"Udah Ghad, gak perlu lo sesali. Semuanya udah terjadi. Ini bukan salah lo. Ini memang sudah jalannya," potong Yuna.

"GAK YUN INI SALAH GUE! SALAH GUE!" teriak Gadha ngotot menyalahkan dirinya sendiri. "Salah gue," lirihnya merasa bersalah.

Yuna merasakan kesedihan yang sama dirasakan Gadha. Ia menggeser duduknya; mendekat ke arah Gadha, mencoba menepuk punggung Gadha dengan pelan.

"Yun ... boleh gue minta satu hal?" tanya Gadha dengan rapuh.

"Apa?" tanya Yuna balik.

"Boleh gue peluk lu?"

Yuna yang mengerti perasaan Gadha saat ini, langsung mengangguk memperbolehkan mantan pacarnya itu untuk memeluknya sebentar. Gadha pun langsung memeluk Yuna mencoba mendapatkan kekuatan dari pelukan gadis itu.

Belum lama keduanya berpelukan sebuah suara memanggil Yuna terdengar dari jauh."YUNAAAAAA?" Ternyata Marsha memanggilnya dari kejauhan.

Yuna langsung melepaskan pelukan Gadha. Dibelakang Marsha ada sahabatnya yang lain, Divo dan Winda. Dari kejauhan terlihat Winda menatap Yuna tajam. Sedangkan Divo seakan tak melihat kejadian tersebut, menanyakan keadaan Dera."Gimana keadaan Dera?" Divo terlihat sangat khawatir.

Gadha menceritakan sedikit kronologi kejadian, di mana saat ia keluar cafe mendapati Dera sudah di tabrak pengendara lain. Tanpa menjelaskan tentang kejadian mereka sebelumnya; perdebatan antara Dera, Yuna dan Gadha. Tak berapa lama setelah itu orang tua Dera pun datang dengan wajah khawatir, Ibunya terlihat menangis sedangkan Ayahnya terlihat sangat cemas.

Yuna hendak menyapa orang tua Dera langsung dihentikan oleh Winda yang berkata, "Yun, ikut gua!"

Sejak ketiga sahabatnya datang, hanya Winda yang terlihat menatapnya dengan intens. Yuna pun menuruti Winda dengan mengikutinya. Winda membawanya ke sebuah taman yang ada di rumah sakit. Winda memilih sebuah tempat duduk, keduanya duduk bersisian.

Tak menunggu lama dan berbasa-basi Winda langsung meminta penjelasan dengan berkata, "Jelasin!" perintah Winda.

"Jelasin?" Yuna berpura tak mengerti, ia tak ingin terlihat kentara mengetahui apa yang Winda maksud.

Tetapi sayangnya Winda tahu bahwa Yuna mengerti apa yang ia maksud. "Lu gak usah pura pura begok deh. Jelasin ke gue. Kenapa tadi gue liat lu meluk Gadha?" jelas Winda.

Yuna menoleh ke arah Winda yang masih menatap lurus; menatap anak-anak pengunjung rumah sakit yang sedang bermain dengan kosong.

Yuna menghela napasnya sebelum menjelaskan apa yang terjadi. "Gue juga gak tau kenapa bisa begini, jujur beberapa minggu yang lalu, temen SMA gue ngasih tau kalau Gadha nanyain gue karena Gadha tahu kami satu sekolah, gue gak ngerti kenapa dia nanyain gue ke orang lain dengan status dia pacar Dera. Setelah gue cari tahu ternyata mereka; temen gue ini satu jurusan dengan Gadha. Dan itu selesai gitu aja, tanpa gue tau ternyata temen gue ini masih penasaran ada hubungan apa gue dengan Gadha." Yuna diam sejenak sebelum kembali melanjutkan cerita yang menunjukkan kesalahannya.

"Lo ingat Win, saat Dera bilang gue bisa jadi gadis tua hanya karena menolak untuk berjodoh dengan pacarnya? Ucapan dia masih membekas di hati gue, bahkan sampai saat ini. Dan kebetulan temen gue yang satu jurusan sama Gadha itu cerita dia juga satu jurusan dengan mantan Marsha, dan di situ bodohnya gue malah nanyain tentang Gadha."

Winda menoleh ke arah Yuna, matanya melotot dahinya berkerut tak mengerti dengan apa yang aku pikirkan. "Dengerin gue dulu," pinta Yuna. "Ternyata pertanyaan itu malah jadi booomerang buat gue. Sehingga yang gak seharusnya gue cerita ke dia malah buat dia, temen gue itu tau segalanya apa yang terjadi dengan gue, Gadha dan Dera. Dan lebih bodohnya lagi gue salam sama Gadha lewat temen gue itu. " Winda makin tak percaya dengan apa yang dilakukan sahabatnya itu.

"Gue gak tau bakal jadi gini. Bakal buat Gadha nekat nemuin gue tanpa sepengetahuan Dera. Gue pikir semua ini Dera yang minta, karena sebelum itu Erno ngasih tau gue kalau Dera minta Gadha nyelesain masalalunya dengan gue agar mereka bisa ngelanjuti hubungan dengan tenang."

"Lalu?" tanya Winda.

Yuna menoleh ke arah lain, mencoba tak menatap Winda. "Gue gak tau siapa yang salah di sini, karena gue pun juga gak tau apa-apa. Gadha nemuin gue dibelakang Dera itu sudah dua kali, yang pertama itu kemauan Dera dan yang kedua tanpa diketahui Dera. Sumpah, awal gue ketemu sama Gadha gue menghindar. Dan hari ini dia nemuin gue lagi. Jujur, gue gak maksud apa-apa gua hanya penasaran menerima ajakan dia buat ngomong berdua tanpa gue tahu Dera salah paham dan mengira kami main di belakangnya. "

"Lalu?" tanya Winda yang merasa cerita Yuna belum selesai.

"Karena pembicaraan gue dengan Gadha gak sehat dan gak perlu diomongin lagi menurut gue, gue mutusin buat pulang dan ternyata gue lihat Dera di sana. Bukan hanya Dera yaang salah paham, gue pun juga. Gue pikir ini semua rencana dia buat nyakitin hati gue. Gue sempat adu cekcok sama Dera di cafe itu. Dan gue takut, kalo gue bakal ngomong yang bakal lebih nyakitin. Gue pergi ninggalin mereka di cafe. Saat gue nyebrang balik ke kampus. Gue denger bunyi tabrakan di belakang gue, ternyata pas gue ngeliat ke belakang. Dera ditumbur mobil saat dia nyebrang. Gue gak tau kenapa dia mau nyebrang. Sedangkan, motornya ada di parkiran cafe itu. Dan waktu Dera udah ngeluarin banyak darah. Si Gadha yang keluar dari cafe pun langsung nyamperin Dera dan gendong Dera sampai ambulance datang, dan gue cuma bisa ngeliat dari jauh."

"Lah lu gak bantuin? Itu sahabat lu Yun, lu cuma ngeliatin gitu aja?" cerca Winda yang tak mengerti keadaannya dengan hanya melihat dari sedih menjadi Dera.

"Gue gak tau harus ngapain Win gue syok. Saat gue sadar gue langsung ngabarin kalian dan orang tua Dera. Dan gue lansung nyusulin mereka."

"Terus, kenapa lu meluk Gadha?" tanya Winda lagi.

"Itu, Gadha yang minta Win. Gue gak tega ngeliat dia prustasi gue cuma bisa bantu nguatin dia Win. Gue serius," lirih Yuna sedih.

Winda menghela nafas ntah apa yang dipikirkannya setelah mendengar cerita itu. Merasa sudah cukup Wina berdiri terlebih dahulu."Gue harap lu gak ngancurin persahabatan kita Yun!" ucap Winda tegas dan pergi meninggalkan Yuna sendiri.

•••

Jika salahku adalah fatal bagimu

Dan jika kebenaran tak ditujukan padaku

Apa meninggalkan adalah hal yang terbaik yang seharusnya aku lakukan

Walau ku tau pengecut adalah nama untukku pada akhirnya

Ataukah bertahan menahan sakit demi kebenaran

Agar mendapat pembelaan yang benar

-Yuna Resya Tirka

•••

Next chapter