5 Hari ketiga

Rabu, 18 September 2019

Hari ini aku membuat sebuah keputusan. Aku menyukai Revan.

Dan sebagai seseorang yang sedang dilanda rasa suka. Pastinya dia suka jika mendapat perhatian dari orang yang dia suka. Cukup berbelit tapi intinya seperti itu. Semalaman aku tidak bisa tidur karena terus menerus berkhayal memikirkan Revan. Kantung mataku yang hitam bisa menjadi buktinya

Aku melangkah menuju kelas dengan riang. Kemarin aku bermimpi tentang dia, Revan. Aku lupa tentang apa, tapi yang penting ada dia,  dan itu cukup membuat ku bahagia.

Sibuk tersenyum sendiri,  hoodieku ditarik kebelakang oleh seseorang.

"tayi ayam, kurang ajar banget sih narek-narek orang sembarang" maki ku tanpa melihat orang itu.  Aku terlanjur emosi, siapa yang tidak kesal ditarik seperti itu ketika sedang asik berkhayal.

"eh kalem dong,  santuy" aku menoleh kebelakang dan tebak siapa dia. Yap,  Revan yang menarik hoodieku.

"ehmm" aku batuk untuk menetralkan suaraku.  "lo tuh makin lama nyeselin sih"

Revan tertawa "ekspresi lo lucu, gemesin"

Jangan tanya keadaan jantungku, rasanya jantungku mau melompat. Belum lagi tenang jantungku, kini Revan malah menarik pipiku yang lumayan tembem dengan kedua tangannya.

"pipi lo gembul banget sih"

"a apaan sih lo!" aku mendorong Revan menjauh. Bisa semakin menggila jantungku nantinya. Aku sadar suaraku terbata-bata tadi ketika bicara dengannya dan tentu saja itu membuatku malu. Dia bisa saja menggangap kalau aku baper.

"yok ke kelas" Revan dengan sembarangan menarik tas ku, sehingga aku terpaksa ikut. Aku tidak bisa berjalan dengan benar dan selalu hampir terpeleset karena Revan

"woi pelen-pelen"

...

Sudah menjadi naluri setiap murid jika gurunya tidak datang pasti mereka merdeka. Aku adalah orang yang kelewat ramah, bisa dibilang begitu. Aku aktif jika bersama teman-temanku, tapi kalau bertemu orang baru aku terkesan pendiam. Selama 16 tahun hidupku, setiap mereka yang tahu sifat asliku selalu menyebut.

"guys, daripada gak jelas kayak gini lebih baik kita dekor kelas lagi yok" suara ketua kelas menggema.

Jujur aku sangat malas, malaaasss sekali, tapi yasudahlah daripada menjadi bahan gibahan aku lebih baik bekerja. Kemarin malam aku kedapatan tugas menggambar karena gambaranku cukup bagus.

Aku hanya sibuk menggambar saja sambil menjinjit karena aku kedapatan bagian menggambar di dinding atas jendela. Aku berdiri di atas kursi yang dibawahnya terdapat meja.

"woi woi woi" aku panik seketika ketika merasakan getaran. Ada orang yang mengoyang-goyang tempatku berpijak dan orang itu adalah marcel, salah satu manusia paling usil dikelas.

"hayo hayo, jatuh lo Nada"

"Marcel kurang ajar, jangan woi" aku masih terus berpegangan pada gorden jendela. Rasanya aku ingin melemparkan batu ke kepalanya, benar-benar kurang kerjaan.

"hayo lo Nada" aku menoleh mendengar suara itu. Itu bukan suara Marcel. Itu Revan.

"anak dajjal, bukannya di bantuin"

"ngapain gue bantuin coba?" kini dia malah ikut menggoyang kursi ku

"kurang ajar kalian"

"hahahaha" Tawa Revan dan Marcel lepas seakan sangat senang melihatku menderita

"udah cel, kasian" hatiku menghangat mendengar kalimat itu.

"iya, udah dong" pintaku

"iyaiya" setelah itu Marcel pergi menganggu yang lain. Dasar anak itu.

"hati-hati lo" ucap Revan. Dan dengan senyum yang ditahan-tahan aku hanya mengatakan 'iya' kemudian berbalik untuk terseyum selebar-lebarnya.

Dan layaknya layang-layang yang terbang tinggi, seketika putus talinya seperti itulah perasaanku ketika aku berbalik yang kutemukan adalah Revan sedang asik bercanda dengan perempuan lain yang juga satu kelasku sampai jambak-jambakan entah apa yang mereka obrolkan.

Sakit sih, tapi yasudahlah.

...

avataravatar