webnovel

Part 26. Labrak

"Halo?"

"Tan!"

"Ape?"

"Bilangin sih, anak lo jangan nempel mulu sama cowok orang. Ingetin gih, Tan!"

"Flora maksud lo?"

Emilia memutar bola mata. "Yakali Farel! Emang lo mau anak lo homo?"

Grace tertawa. "Kenapa anak gue?"

"Anak lo nempel mulu sama cowok gue kayak nasi sama centong. Gerah gue liatnya! Atur napa buntut lo, Tan!"

Grace lagi-lagi tertawa mendengar gerutuan Emilia. "Sabar bos!"

"Lagian ngapain sih nitipin anak segala. Kayak peliharaan aja di titipin!"

"Eh Centil!" Grace menjeda, "Gue lagi kerja. Lagian si Malik yang minta di titipin ke si Fakboi Senior!"

"Kenapa gak ke Mama aja?"

"Mana gue tau!" Grace menghela napas. "Udah ye, fans. Gue mau kerja dulu, biasa, orang sibuk."

Tut-

"Kampret banget itu tante girang!"

Emilia menatap layar ponselnya yang gelap dan kembali menyalakan benda pipih itu. Ia men-dial nomor Salma.

"Hai fans?"

"Pala batu!"

"Haha," Salma tertawa di sebrang. "Ganggu aje lu, ah!"

"Besok masuk lo, gue abisin pala lo kalo sampe bolos!"

"Dih!" jawab Salma, sewot. "Pangkat lo apa?"

"Jendral!"

"Palalo dua belas!"

"Mau tubir, ni. Join gak?"

"Wah, asik. Join la, yakali gak kuy!"

"Makanya besok masuk!"

Tut-

***

"Mil!"

Emilia yang baru saja masuk ke dalam kelas langsung menoleh ketika Salma memanggilnya dari arah kursinya. Emilia mengangkat alis sambil menghampiri.

"Lena udah masuk sekolah. Tadi gue liat doi di parkiran! Alig, sih. Palanya di perban sama mukanya pucet banget kayak vampire herbivora!"

Emilia duduk di atas meja depan Salma. "Terus gue peduli?"

"Kadang-kadang pengen aja gitu gue penyet ubun-ubun elo!" ujar Salma, greget.

"Ya lo mau gue ngapain?"

"Lo santai banget anjir! Mending ya dewi keberuntungan masih mihak sama elo. Jadi lo gak di penjara!"

Emilia tersenyum miring.

"Gue kasih tau, ya." Emilia merobek bungkus permen mint kecil dari sakunya. "Dunia itu keras, lo punya duit, berarti lo di atas. Kalo lo gak punya duit? Say goodbye sama orang-orang munafik!"

Salma tampak berpikir. "Iya juga."

Kring ...

"Turun lo!" Salma mengusir Emilia yang masih duduk di atas mejanya.

Emilia memutar bola mata dan beranjak turun dari atas meja, gadis itu kini berjalan menuju kursinya bersamaan dengan guru yang seharusnya mengajar masuk ke dalam kelas.

"Pagi anak-anak!"

"Gue bukan anak lo!" gumam Emilia. Gadis itu duduk di kursi pojok dekat tembok dan sendirian.

Miris, tapi Emilia menyukainya.

***

"Lo tau Sal, apa yang gue benci selain kesongongan?"

Salma yang berjalan di sampingnya menoleh. "Apa?"

"Kebohongan."

"Li?"

"I'm okay."

"Gue bukan cuma sepupu lo, Li. Gue sahabat lo."

"I know," Emilia menendang kerikil dengan sepatunya. "Nanti gue ceritain."

Mereka berdua melanjutkan jalan menuju SMA Kencana. Salma memandang aneh saat Emilia diam saja melihat mobil milik Dario pergi meninggalkan pelataran sekolah. "Lo gak ikut si Fakboi?"

"Tujuan gue bukan itu."

Salma mengangguk dan masih berdiri di samping Emilia. Tak lama kemudian Emilia maju berjalan, Salma tak banyak bertanya dan ikut melangkah mengikuti Emilia.

Salma mengernyit bingung melihat Emilia berjalan ke arah sekumpulan cewek anak-anak SMA Kencana yang sedang mengobrol di depan gerbang.

"Mau apa lo, Li?"

Emilia tak menjawab.

Salma melihat Emilia mengeluarkan ponsel dan langsung melemparkannya ke arah sekumpulan cewek itu setelah menyentuh-nyentuh layarnya.

"Maksud lo apa?" tanya Emilia dingin. Mereka semua langsung melihat ke arah ponsel Emilia yang di tangkap oleh salah satu siswi Kencana itu.

"Saf, ini elo, kan?" tanya salah satu siswi.

Safna yang sedang duduk di kursi kecil berdiri dan melirik ponsel Emilia di genggaman temannya. Ia maju sambil menengadahkan kepala menatap Emilia.

Emilia memandang Safna sambil berdecih. "Mau main sama gue, adik kecil?"

"Mau lo apa?" tanya Safna.

"Nyali lo gede juga ngusik gue." Emilia maju semakin dekat dan memandang Safna dari atas sampai bawah. "Mau balas dendam, eh?"

"Kalo iya kenapa?!" Safna tak gentar sedikitpun. Ia menatap Emilia dengan nyalang. "Lo kira lo siapa bisa seenaknya sama orang?!"

"Oh? Gue nggak seenaknya," Emilia memandang kuku jarinya yang berwarna peach. "Mereka yang jual, apa salahnya gue beli?"

"Tetap aja lo salah, bangsat!"

"Heh!" Emilia menjambak Safna dengan tangan kanannya. Ia memaksakan kepala Safna agar mendongak ke arahnya. "Yang sopan lo!"

"Lepasin gue!" Safna mendorong Emilia dan berhasil membuat gadis berambut pirang itu mundur sambil terkekeh.

Salma sendiri hanya bersidekap memerhatikan Emilia dan Safna. Selama teman-teman Safna tidak mengusik Emilia, ia juga akan diam.

Bukankah karena itu dia ada di sini?

"Kenapa lo bikin Kakak gue koma, hah?! Emang dasar ya lo, iblis!"

"Hey, bitch!" Emilia mendorong bahu Safna menggunakan jari telunjuknya. "Kakak lo ngusik gue duluan, sekaligus dia jadi pengkhianat Antariksa, apa harus gue perjelas?"

Safna menggeram. "Lo gak nyadar, hah?" gadis itu mengepalkan tangannya. "COWOK LO JUGA ANAK KENCANA, SLUT!"

Plak.

"Good!" gumam Emilia.

Teman-teman Safna kompak melangkah mundur. Mereka menatap ngeri Safna yang kini mengeluarkan darah dari ujung bibirnya. Bahkan rambutnya berantakan.

Salma tertawa spontan melihatnya.

Suasana sekitar itu memang sudah agak sepi mengingat sekolahnya masuk ke dalam area perumahan dan bel pulang sudah berbunyi setengah jam yang lalu.

"Apa kurang jelas peringatan gue sama Kakak lo?"

"Gak!" Safna menatap Emilia dingin. "Gue gak akan puas sampai orang kayak lo hancur. Sampai mati gue akan benci elo! Orang kayak elo gak pantes hidup. BAJINGANNNNNN!"

Bugh.

Safna tersungkur.

Emilia menatap Safna dengan napasnya yang terengah.

"SAFNA!"

Gadis pirang itu berhenti saat mendengar suara orang yang sangat familier di telinganya. Dario terlihat maju mendekati Safna yang jatuh terduduk. "Astaga!"

Dario terkejut mendapati wajah babak belur Safna, napas gadis berbalut seragam Kencana itu putus-putus. Tak lama Safna pingsan. Dario segera mendekap Safna dan menatap nyalang Emilia.

"Is that you, Emilia?" tanya Dario dengan dingin.

"Gue ... Gak nyangka lo sampai segininya, really? Cemburu?"

Dario mengangkat Safna dengan kalem. Ia menggedong gadis itu dan menatap Emilia.

"Los celos son solo para las personas que no creen en sí mismos."

Dario berjalan ke arah mobilnya dan memasukkan Safna ke dalam sana. Ia bahkan tak menatap Emilia dan melajukan mobil bewarna dark grey itu.

Emilia mematung dan mencerna baik-baik ucapan Dario.

"De verdad?"

***

Next chapter