webnovel

Part 17. Hilang Kendali

"Dario, makan malam dulu, Nak!"

Teriakan Frisca terdengar sampai ke kamarnya. Dario menghela napasnya dan mematikan ponselnya, ia berjalan menuju ruang makan dimana sudah ada keluarganya, kali ini plus Flora.

Mereka makan dengan tenang, Sampai Kelvin bersuara, "Sekolah kamu sama sekolah Dario jaraknya jauh nggak Flo?"

Flora yang di tanya mendongakkan kepalanya menghadap Kelvin. "Dario di Kencana kan? Kayaknya nggak deh Om."

"Yaudah kamu berangkatnya bareng aja sama Rio."

Dario memprotes. "Gak bisa dong, aku kan sama Lia!"

"Lia?" beo Flora. Dario menatapnya dan mengangguk, "Emilia, anaknya Mama Achel!"

"OH MILIA!" jawabnya excited. "Kangen deh sama Lia, udah lama gak ketemu."

"Yaudah kalian tinggal berangkat bertiga, apa susahnya?" suara Kelvin kembali terdengar, Dario menautkan alisnya menjadi satu dan memandang Papinya itu heran. "Maksa banget si, Pi?"

"Dario!" tegur Frisca pelan. Tiba-tiba Derano beranjak dari tempat duduknya dan berlalu ke arah dapur, tak lama ia membawa segelas susu bersamanya menuju kamar.

"Derano, kemana sayang?"

Tak menoleh, tapi menjawab, "Kamar."

Frisca serta Kelvin menghela napas, tak lama kemudian Dario juga ikutan berdiri dari kursinya. "Aku juga duluan."

Punggung itu menghilang seiring langkahnya menjauh. Dan kali ini Frisca serta Kelvin meringis ke arah Flora yang hanya memandang mereka dalam diam. "Maafin mereka ya, sayang," kata Frisca.

Flora mengangguk sambil terus memandangi pintu kamar Dario dari bawah.

***

"Semua lengkap?"

"Dari 118 orang, baru dateng 90, Mil."

Emilia mengangguk dan kembali menyesap rokoknya, malam ini ia berkumpul di basecampnya yang mayoritas adalah anak-anak SMA Antariksa. Dan sesuai, nama basecamp mereka yaitu basecamp Antariksa.

"Gue mau bawa lima orang dari inti Antariksa, bisa?"

Cowok dengan tindikan di telinga kanannya itu mengangguk, "Mau semua lo bawa juga boleh."

Emilia tertawa, "Bagus!"

Gadis itu berdiri dan memandang semua orang disana, ada beberapa yang bermain bilyard, kartu gaple, dan beberapa ada yang bermain game. "Lima orang inti, ikut gue!" perintahnya.

Beberapa cowok dengan perawakan tinggi dan kekar mengikuti Emilia keluar, cewek itu melempar kunci motor sport hitamnya ke arah salah satu lelaki berambut cokelat. "Bawa motor gue! Gue mau kalian obrak-abrik markas Kencana!"

Mereka mengangguk dan menaiki motor masing-masing. Emilia naik ke atas motornya dan duduk di boncengan tinggi itu. Gadis itu memakai topi hitamnya dan membawa tongkat baseball.

Tak lama mereka sampai di basecamp siswa Kencana. Mereka semua menatap Emilia dengan sinis, "Nyali lo gede juga ngusik sarang orang."

Emilia berdecih, "Kalo bukan buat bales dendam gue gak akan sudi kesini. Terlalu kotor!"

Salah satu lelaki di sana yang sedang memegang rokoknya bersuara, "Bangsat banget itu mulut, ya?"

"Udah mending minggir kalo lo pada gak mau markas lo gue obrak-abrik!"

"Ada perlu apa lo? Kencana lagi gak ngusik Antariksa, ya!"

"Ada jalang di sini!" ia menerobos kerumunan dan masuk ke sana. Ia meihat Kakak kelasnya yang kemarin mencari gara-gara dengannya sedang duduk dengan masing-masing bergelayut di lengan cowok-cowok Kencana.

Emilia meludah, "HEH JALANG!"

Keempatnya terkejut saat mendapati Emilia, gadis itu menatap mereka dengan mencemooh. "Pengkhianat lo, bajingan!"

Ia maju dan memukul salah satu guci lumayan besar di sana dengan tongkat yang dibawanya. Beberapa siswa Kencana yang tadi berada di luar ikut masuk dan mereka menggeram marah. "Maksud lo apa?!"

"Lo liat para jalang itu?" Emilia menunjuk tiga orang Kakak kelasnya yang sedang berdiri dengan menunduk takut, tapi tidak dengan salah satu orang yang menatap Emilia dengan mengangkat dagunya. "Lo mau aja nerima pengkhianat disini? Cih, rendahan lo semua, bangsat!"

"Balas dendam, eh?"

"Mati aja lo!!"

Bugh.

Emilia memukul perutnya, Kakak kelasnya itu tak tinggal diam, ia menarik kerah baju Emilia dan memukul tulang pipinya dengan keras.

Emilia tak terima, ia memelintir tangan Kakak kelasnya itu dan berbalik menindihnya, ia memukul pipi perempuan itu tiga kali, bahkan darah segar sudah keluar dari sudut bibirnya. "Arrrghh!"

Perempuan dibawahnya itu mencoba melawan dengan tangan kirinya yang tidak sakit, ia memukul dengan membabi buta. Emilia berhasil menghindar dan meninju kembali wajahnya.

Ketiga teman Kakak kelasnya itu maju dengan agak ragu, ia meraih kedua Tangan Emilia membuat Emilia meronta karena mereka menahan gerakannya. "Lepasin gue bangsat! Satu-satu sini anjing!!"

"Songong ya lo sama Kakak kelas!"

"Pangkat lo apa sampe bisa bilang gue songong? Bitch!"

Plak!

"Jaga omongan lo!"

Emilia meronta, sudut bibirnya mengeluarkan darah, sengaja para teman yang ia bawa tak membantunya karena mereka tau Emilia bisa menangani masalah sepele seperti ini.

Ia meludah, "Duel sama gue anjing—aarrrghhh!"

Perempuan yang tadi ia pukuli kini memukul perutnya. Emilia kehabisan kesabaran, ia meronta dengan tenaganya dan berhasil lepas.

Bugh.

Bugh.

Bugh.

Bugh.

"MATI AJA LO SEMUA!"

Emilia meraih tongkat baseball yang ia bawa dan,

Bugh.

Ia pukul tepat di kepala perempuan tadi, seketika perempuan itu pingsan dan kepalanya mengeluarkan darah.

Mereka semua terkesiap.

Salah satu temannya dari Antariksa menghampirinya dan mengusap punggung Emilia yang naik turun. "Mil, lo keterlaluan!"

"LENA!!"

Ketiga Kakak kelasnya itu menghampiri Lena yang kali ini pingsan dan terlihat tangan mereka bergetar melihat darah temannya kini berpindah ke tangannya. Mereka bertiga kompak menatap Emilia bengis.

"LO ANJING! BIADAB! GAK PUNYA HATI! KALO KAWAN GUE MATI, NYAWA DI BAYAR NYAWA. BRENGSEK!!!!"

Emilia tak tinggal diam. "LO SEMUA NGUSIK GUE, BANGSAT!"

"WOI PANGGIL AMBULANCE!!" teriakan itu membuat suasana histeris disana agak teredam. Emilia masih menatap keempat Kakak kelasnya dengan matanya yang merah.

Ia berbalik dan membanting tongkat baseball itu hingga patah. "Semoga mati!" lalu gadis pirang itu berjalan, diikuti kelima teman-temannya yang kini terdiam menatap punggung Emilia yang agak bergetar karena mendengar teriakan ketiga perempuan itu.

"IBLIS!!!"

***

"Emilia kenapa?"

Saat sampai di basecampnya, Emilia langsung berjalan ke arah teras dan menyulut rokoknya dengan pematik, mereka semua sedang duduk bersantai di ruang tamu dan pintu dibuka lebar. Mereka heran saat melihat Emilia terdiam, hanya kelima cowok yang tadi ikut bersamanya yang tau.

Farhan berbisik ke arah Dodi, inti Antariksa yang tadi bertanya kepadanya. "Emilia bacok anak orang, anak kelas dua belas. Lo tau Lena?"

Dodi mengangguk, "Pernah sekelas pas kelas sebelas. Anaknya agak tomboi gitu kan?"

Farhan mengangguk. "Milia tadi ke basecamp Kencana, mereka ribut sama gengnya Lena. Lena yang paling ngusik Milia, ya you know, Lena kena bacok tongkat baseball sama doi." cowok itu melirik Emilia yang menatap tajam halaman rumah tempat mereka berkumpul sambil sesekali menghisap rokoknya.

Dodi tampak tersentak. "Mati gak si Lena?"

"Kata Milia si semoga mati. Tapi gue heran, itu anak gak takut sama hukum apa gimana?"

Dodi terkekeh. "Itulah sebabnya dia jadi ketua kita!"

Farhan ikut terkekeh.

Dan, satu fakta baru lagi tentang Emilia.

***

Next chapter