webnovel

Part 3. Papi Michael

"Sssssstttt, udah ah. Anaknya udah gue tonjok tuh tadi, lihat kan?"

Dario mengangguk dalam duduknya. Kini ia dan Emilia sudah masuk ke dalam mobil tapi Dario terus sesegukan membuat Emilia tak tega.

"Udah ya? Mau apa?" tanya Emilia. Dario mengelap air matanya serta mengelap ingusnya dengan tisue. "Mau tahu bulat!" ujar Dario, Emilia menghela napas dan hal itu membuat Dario kembali memasang wajah murung. "E-eh, kenape lu?"

"Lia gak suka, ya, gue suruh beli tahu bulat?"

"Suka, kok, suka." Emilia memaksakan senyumnya dan membuat Dario kembali berdecak. "Tuhkan tadi Emilia buang napas terus pasang fake smile!"

"Iya-iya, nggak." tak mau ada masalah lain lagi karena si childish itu, Emilia buru-buru keluar dari mobilnya dan berjalan keluar untuk membeli tahu bulat di depan SMA Kencana.

"Bang, tahunya, ceban!" kata Emilia sambil merogoh saku bajunya dan mengeluarkan selembar uang berwarna ungu. Emilia menyerahkannya pada sang pedagang dan meraih kantong plastik berisi tahu bulat pesanan Dario.

Ia kembali ke mobil dan duduk di kursi kemudi, Emilia menyerahkan plastik berisi tahu bulat itu pada Dario yang diterima dengan senyum dan menyalakan mesin mobil.

"Cabut kemana, kita?" tanya Emilia ceria. Dario membalas dengan semangat, "Kedai es krim!!!"

Emilia mendengkus dan tak urung membuatnya tertawa gemas. Ia mencium pipi Dario dan melajukan mobilnya. Mengabaikan Dario yang terdiam sambil mengaga dengan memegang tahu bulatnya.

"Dasar bocah," ejek Emilia.

***

"Mbak, es krim matcha dengan toping kit-kat dua, ya!" pinta Emilia. Pelayan itu mengangguk dan langsung pergi setelah daritadi asik memerhatikan Dario yang tampan tapi sangat manja pada Emilia.

Emilia yang melihat itu hanya diam, ia malas berdebat sekarang.

"Lia!"

"Apa sayang?"

Blush.

Pipi Dario memerah bahkan sampai ke telinga, Emilia yang melihat itu tertawa terbahak-bahak. Bahkan sampai memukul pelan meja. Dario sangat menggemaskan.

"Ish, kok ketawa?" sungut Dario. Kedua tangannya menangkup di pipi dan memanyunkan bibirnya. Ia menopang kedua tangannya di atas meja sambil menatap Emilia.

Emilia berdeham dan menatap serius Dario. Ia memajukan kepalanya agar lebih dekat dengan Dario, mereka saling tatap.

"Tadi dia mukul elo, gak?"

Dario menggeleng. "Nggak, cuma angkat kerah baju gue doang. Trus sama bentak-bentak gue," kata Dario sambil memanyunkan bibirnya yang tipis. Emilia mengelus kepalanya dan memainkan jambul cokelat Dario —mirip seperti Marchel.

"Nyokap bokap lo, udah pulang?" tanya Emilia.

"Belum, kata Mama sih besok. Tapi malam ini gue nginep, ya?"

Emilia mengangangguk. Sudah biasa Dario menginap di rumahnya jika kedua orang tua dia -Kelvin dan Frisca- sedang pergi ke luar kota dengan urusan pekerjaan.

Dario bukan anak yang kurang kasih sayang karena memang Kelvin selalu membagi waktu dimana ia kerja dan dimana ia ada untuk keluarganya. Hanya saja, jika ada suatu urusan penting, ia tidak bisa menundanya dan terpaksa meninggalkan Dario.

Seperti sekarang ini.

Kelvin dan Frisca bahkan sudah tahu jika anak mereka berpacaran dengan Emilia. Kelvin bahkan sangat setuju dan berkata bahwa mereka mendukung hubungan anaknya dengan Emilia garis keras!

"Abis ini ke rumah Papi Kael, kuy? Kangen gue sama Papi, pengen peluk-peluk."

Dario terkekeh. "Iya ya, gue aja suka salah tau, panggil Papi Kael sama Papap Achel suka ketuker," kata Dario sambil mendengkus.

"Gue sih, nggak. Gue tau logat bicaranya. Papap gue lebih santai dan Papi Kael agak kaku ngomongnya."

Dario tampak berpikir. "Iya ya? Ko gue nggak nyadar?"

Emilia tertawa, "Lo kan emang bego!"

"Ish!!"

***

"PAPI KAEL!! YUHU!!"

Sore itu, jam 16.30 Emilia dan Dario pergi untuk mendatangi kediaman Michael dan Sandra. Emilia langsung menubruk tubuh Michael yang sedang asik duduk di sofá ruang tamu sambil membaca koran. Michael kaget dan korannya langsung kusut karena Emilia.

Ia menghela napas dan balas memeluk keponakannya yang ia sayangi itu. "Kenapa?"

"Papi, Lia kangen buset!"

"Papa kamu mana?"

"Au Pi, paling lagi di kerem sama Mama di rumah."

Michael sedikit terkekeh, Sandra yang baru saja datang sambil membawa teh untuk Michael hanya geleng-geleng kepala sambil tersenyum melihat suami dan keponakannya itu.

"Pi, kangennnnnnn!" rengek Emilia. Michael sedikit bergeser agar posisi Emilia jadi duduk di sebelahnya. Ia mengelus kepala Emilia dengan sayang.

"Papi juga."

"Pi, jangan kaku napa. Lia gak makan orang, ah."

Michael terkekeh sambil menjawil hidung keponakannya yang centil itu. "Kan Papi emang gini, kamu mirip banget sama Mama kamu, sih."

"Ya namanya juga buntutnya, Pi!" jawab Emilia asal.

Michael terkekeh kembali dan milirik Dario yang kini sedang duduk di sofá ruang tamunya sambil memakan kue akar kelapa sambil memerhatikan dirinya dan Emilia. "Dario, udah makan?" tanya Michael.

Dario mengangguk. "Udah Pi, sama Lia."

"WOOOO!!" seloroh Emilia. "BOONG PI BOONG!"

Dario melotot ke arah Emilia dan Emilia memasang wajah songongnya. "Ape?!"

Michael menggelengkan kepalanya. "Udah, nanti ikut makan malam aja di sini."

"Oh ya Pi, Salma mane?"

"Tadi dia pamit mau pergi kerja kelompok," Michael melihat jam tangannya. "Setengah jam lagi pulang katanya."

Mendengar itu, terlintas di pikiran Emilia untuk menjahili sepupunya yang laknat itu.

"Pi, Pi!" panggil Emilia sambil menepuk paha Michael. Michael menoleh setelah meletakkan cangkir teh miliknya di atas meja. "Hm?"

"Gak usah percaya sama si Salma, Pi. Dia mah suka bohong, aku aja suka liat ya dia mojok di sekolah sama si Panjul," kata Emilia. "Eh, Panji," ralatnya.

"Oh ya?" kata Michael tak percaya. "Iye Pi, siapa tau aje kan, pamitnya mau kerja kelompok malah sibuk pacaran, kan Pi? Mana tau."

"Hmm," Michael mengusap dagunya. Tak lama ia meraih ponsel dalam saku celana pendeknya. Dan men-dial nomor Salma.

"Dimana?"

"Masih di rumah si Nana, Pi."

"Jam berapa pulang?"

"Bentar lagi, paling jam lima."

"Kamu gak bohongin Papi, kan?"

Ada jeda sebentar, "Papi gak habis di hasut sama si setan taman lawang kan?"

"Setan taman lawang?" heran Michael.

Salma menghela napasnya. "Si Milia gerandong, Pi."

Dengan jujur Michael menjawab sambil melirik Emilia yang kini tersenyum manis pada Michael. "Iya, katanya kamu kalo di sekolah suka mojok sama si Panjul, siapa Panjul?"

"ASTAGFIRULLAH PAPI!!"

Michael menjauhkan ponselnya dari telinganya saat mendengar teriakan putrinya. Emilia yang melihat itu tertawa terbahak-bahak dan suaranya bahkan sampai terdengar oleh Salma di sebrang sana.

"Pi, jagain itu si gerandong satu, aku pulang, Pi. Awas loh Pi, jangan sampe lepas!"

Tut.

***

Next chapter