webnovel

Pak Guru Mata Empat Yang Aneh

Editor: Wave Literature

Aku menghela nafas dan menggoyangkan tubuhku untuk melepaskan diri dari Kak Yang Qin yang sedang bersandar kepadaku. Kemudian aku berjalan menuju depan kelas dengan seluruh siswa memandang ke arahku. Sesampainya di depan kelas aku berdiri dengan tegap, lalu pak guru mata empat itu berdehem ringan, mengangkat meja yang tadi ditendangnya dan melanjutkan pelajaran.

Kak Yang Qin berdiri di belakang dengan tubuhnya bersandar ke tembok sambil melipat tangannya. Wajahnya terlihat dingin dan dia terus menatap ke arah pak guru mata empat.

Aku merasa Kak Yang Qin akan melakukan sesuatu lagi. Aku ingin menghentikannya tapi bagaimana aku bisa menghentikannya saat aku sedang berdiri di depan kelas seperti ini?

Dan ternyata benar, setelah pak guru mata empat itu berbicara beberapa kalimat tiba-tiba dia kembali memukul mulutnya sendiri. Kali ini seluruh siswa melihatnya dengan tercengang, begitu juga dengan pak guru mata empat itu sendiri.

Aku menggelengkan kepala ke arah Kak Yang Qin untuk memberi tanda agar dia menghentikan perbuatannya.

"Ada apa ini?" tanya pak guru mata empat itu sambil melihat ke arahku, lebih tepatnya melihat ke arah mata kiriku.

Aku rasa dia sudah menyadari bahwa tangannya bergerak sendiri dan memukul mulutnya. Saat melihatku, pak guru mata empat itu berdiri dengan berkacak pinggang.

Selang beberapa detik, bel tanda kelas berakhir pun berbunyi.

Seluruh siswa mulai ribut dan tidak bisa duduk dengan diam, beberapa siswa juga sudah saling berbicara satu dengan yang lainnya.

Pak guru mata empat memintaku untuk ikut dengannya ke ruang guru.

Lalu dia berbalik badan ke mejanya, mengambil buku, dan berjalan meninggalkan kelas. Aku mengikutinya keluar kelas dan masuk ke dalam ruang guru.

Di dalam ruang guru ada seorang guru yang sedang duduk, dia melihat mata kiriku dan mengambil sebuah cangkir yang ada di atas meja lalu pergi ke arah dispenser untuk mengisi air.

Pak guru mata empat meletakkan buku yang ia bawa ke atas meja lalu menggenggam tanganku dengan kasar dan menarikku masuk ke dalam sebuah ruangan lain di dalam ruang guru.

Ini adalah kantor untuk wali kelas, tapi ruangan ini kosong karena wali kelas yang lain sedang ada rapat dengan pihak sekolah di luar pulau.

Ruangan ini cukup besar, interiornya sederhana dan didalamnya ada sofa dan mesin teh. Guru mata empat itu duduk di atas sofa dengan wajah serius.

Aku berdiri di sebelahnya dan tidak berani mengatakan apapun.

Aku tidak tahu kenapa pak guru mata empat membawaku kemari, tapi aku memiliki firasat buruk.

Dia mengamatiku dari ujung kaki hingga ujung kepala tanpa berbicara apapun. Setelah beberapa saat barulah Pak guru mata empat itu melihat ke arahku lagi dan membuka mulutnya tapi tidak terdengar suara apapun dari mulutnya.

"Pak, bapak ingin bicara apa dengan saya?"

Melihat ekspresinya membuatku tahu bahwa ada yang ingin dibicarakannya..

Setelah aku bertanya seperti itu pak guru mata empat ini langsung berkata kepadaku, "SIxi, aku mendengar beberapa rumor tentang dirimu saat masih SMP. Matamu itu…" Perkataannya terhenti sesaat lalu dia melanjutkan, "Berbeda dari mata orang pada umumnya kan?" 

"Aku memiliki penyakit mata."

"Benarkah?" tanyanya dengan nada percaya tidak percaya.

Aku tetap mengatakan hal yang sama, "Ini penyakit mata, tidak ada hal aneh lain selain warnanya yang berbeda."

"Kemampuan melihatmu normal?"

"Sangat normal."

"Kemampuan melihat normal? Tapi kamu masih bilang kamu memiliki penyakit mata?"

"..."

Pertanyaannya membuatku tidak bisa menjawab apa-apa lagi.

Aku melihat ke arah pak guru mata empat dan dapat melihat samar-samar warna merah di sekitar mulutnya. Aku cukup kagum dengan kemampuan kak Yang Qin yang membuat pak guru mata empat ini memukul mulutnya sendiri dan setiap kali memukul dia memukul di tempat yang sama.

Aku sudah berdiri untuk waktu yang cukup lama tapi pak guru mata empat tidak berkata apa-apa lagi. Bel pelajaran berbunyi tapi pak guru mata empat ini masih terlihat seperti sedang berpikir sesuatu.

"Pak, apakah saya bisa kembali ke kelas?"

Pak guru mata empat itu mengangkat kepalanya dan melihatku lalu bergumam: "Bukankah bapak menghukummu untuk berdiri sampai jam istirahat siang?"

"..."

Kira-kira 10 menit sudah berlalu, lalu pak guru mata empat itu bangkit berdiri dan menarik pintu ruang guru. Aku memanfaatkan kesempatan ini untuk melihat ke luar dan tidak ada seorang pun di sana karena guru yang lain sedang mengajar di kelas.

Pak guru mata empat itu kemudian menutup pintu dan menguncinya.

Seketika itu juga, kepanikan menghampiriku. Ada yang tidak beres di sini. Jantungku berdegup dengan kencang.

Pak guru mata empat melihat ke arahku, lalu melihatku dari ujung kaki hingga ujung kepala. Aku dapat melihat dia memiliki maksud tersembunyi.

"Pak saya rasa lebih baik saya menjalankan hukuman di koridor depan kelas saja." Kataku dengan tersenyum gugup..

Aku tidak tahu apakah hanya aku yang berpikir berlebihan atau itu memang terjadi, tapi aku menyadari sorot mata pak guru mata empat melihatku tidak seperti saat di kelas. Saat itu aku dapat melihat ekspresi wajahnya yang seolah ingin melakukan sesuatu yang buruk.

Dia mendekatiku selangkah demi selangkah dan aku melangkah mundur setiap kali pak guru mata empat itu mendekat. Aku berjalan mundur mendekati pintu keluar, saat pak guru mata empat itu berhenti, aku memanfaatkan kesempatan itu untuk cepat-cepat membuka pintu dan kemudian berlari keluar dari ruang wali kelas itu.

Aku dapat mendengar suara pak guru mata empat itu berteriak: "Kembali kamu!"

Mendengarnya berteriak justru membuatku berlari semakin cepat.

Kembali? Mana mungkin aku mau kembali.

Aku dengan terengah-engah berlari kembali ke kelas. Saat membuka pintu kelas aku melihat guru matematika sedang berada di depan papan tulis sedang menggunakan penggaris menggambar sesuatu. Pak guru itu menoleh ke arahku dan berkata, "Sedang apa kamu berdiri di situ? Kembali ke tempatmu." 

Aku menepuk-nepuk dadaku berusaha mengatur nafasku dan segera kembali ke tempat duduk.

Tidak mudah hingga aku dapat menenangkan diriku dan mendengarkan pelajaran, namun tiba-tiba konsentrasiku kembali terpecah. Melalui sudut mataku aku dapat melihat sebuah bayangan hitam di luar jendela kelas. Bayangan itu berjalan dari arah koridor mendekat ke arah jendela, kemudian dia berdiri tanpa bergerak sedikitpun.

Aku menoleh perlahan-lahan dan melihat bayangan hitam itu berdiri tepat di depan jendela kelas dan dia adalah pak guru mata empat!

Aku dapat melihat sorot matanya yang jahat dan keji sedang melihat ke arahku melalui kaca jendela. Tatapan matanya membuatku merinding ketakutan dan dengan cepat mengalihkan pandanganku agar tidak dapat melihatnya.

Setelah kelas ini berakhir aku menghela nafas lega.

Saat guru matematika meninggalkan ruang kelas, aku melihat ke arah jendela dan pak guru mata empat itu sudah tidak ada di sana.

Aku dengan lemas meletakkan kepalaku ke atas meja, kemudian teringat sorot mata pak guru mata empat ketika melihatku, bergidik aku dibuatnya.

Tiba-tiba sebuah kertas yang diremas sangat kecil jatuh di depan mataku, aku bahkan tidak tahu siapa yang baru saja lewat dan menjatuhkan kertas ini.

Aku bangkit duduk dan melihat ke sekelilingku. Siswa yang lain sedang bergurau, ada yang sedang membaca buku, ada yang sedang berbincang-bincang. Aku tidak melihat ada seorangpun yang sedang memperhatikan aku, lalu siapa yang melemparkan kertas ini? Apa kertas ini untukku?

Aku mengambil kertas itu lalu membukanya, di dalamnya hanya tertulis satu kalimat. Terlihat seperti tulisan tangan perempuan dan isinya adalah "Saat jam istirahat siang temui aku di belakang gedung sekolah".

Tidak ada nama pengirim.

Aku mengangkat kepalaku dan kembali melihat ke sekeliling kelas, tapi aku tidak dapat menemukan siswa yang sedang melihat ke arahku apa lagi memperhatikanku.

Aku menjadi penasaran akhirnya saat jam istirahat siang aku berjalan melewati sebuah jalan kecil untuk menuju ke belakang gedung sekolah. Saat itu, sebagian besar seluruh siswa sedang makan siang sehingga tidak ada seorangpun yang melewati jalan itu.

Aku mencari sebuah bangku panjang lalu duduk menunggu di sana.

Sinar matahari bersinar melalui celah dedaunan di pohon-pohon menyinari tanah.

Sinar matahari yang terlihat di tanah seolah mengikuti hembusan angin menyilaukan mata.

Aku menunggu dengan sabar karena ingin melihat siapa yang ingin bertemu denganku. Kurang lebih 10 menit sudah berlalu dan muncullah Mo Ya, teman kamar asramaku.

Aku tidak menyangka dialah yang akan datang.

Saat melihatku Mo Ya segera menghampiriku dan aku pun bangkit berdiri.

"Sixi, maaf aku membuatmu menunggu lama." Katanya dengan suara lembut dan wajahnya yang merah.

Aku tertegun dan bertanya apakah dia yang melempar kertas itu. Mo Ya mengangguk dan berkata, "Iya aku yang melemparnya, karena aku ingin bicara sesuatu denganmu."

"Apa yang ingin kamu bicarakan?"

Wajahnya terlihat misterius, Mo Ya melihat ke sekeliling memastikan tidak ada seorang pun di sekitar kami. Lalu dengan suara pelan dia berkata, "Kakak sepupuku dulu sekolah di sekolah kita, dan wali kelasnya adalah pak guru mata empat. Aku dengar bahwa pak guru mata empat itu…" Tiba-tiba wajahnya menjadi panik dan dia tidak melanjutkan kata-katanya.

Next chapter