webnovel

Mengendalikan Hantu Perempuan Dengan Tangan Kosong

Editor: Wave Literature

Sesuai dengan adat di desa, tamu jauh dari keluarga yang sedang berduka diharuskan untuk menghadiri jamuan di sebuah restoran. Aku dan Xia Qianyang menjadi orang yang terakhir selesai berdandan. 

Ketika kami bersiap untuk keluar, hari telah benar-benar menjadi gelap. Tidak ada satu lampu pun di desa itu, bahkan aku tidak bisa melihat jariku sendiri. Jalanan di desa itu banyak yang berlubang sehingga aku dan Xia Qianyang memutuskan untuk menyalakan senter dan berjalan perlahan-lahan. 

Xia Qianyang berjalan di depan sambil bersiul dan meletakkan satu tangannya ke dalam saku. Ia menoleh kepadaku dan berkata, "Kamu sudah pernah lihat belum? Tetangga sebelah rumah yang kita tinggali ternyata ada yang terlihat cantik. Dia juga datang ke pemakaman." 

Aku nyaris tersedak, "Xia Qianyang, di tempat menyeramkan ini kamu masih memikirkan perempuan cantik? Otakmu benar-benar aneh."

"Kamu tahu? Justru karena di tempat seperti ini, maka semakin banyak juga perempuan yang butuh perlindungan."

"Kakakmu juga seorang perempuan tetapi aku tidak pernah melihatmu melindungiku?"

Xia Qianyang menatapku dengan sinis dan membuat tawa yang berlebihan. 

Tiba-tiba ia membungkukkan badan, lalu berteriak, "Tidak. Perutku tiba-tiba terasa sakit, aku akan ke sisi jalan sebentar. Kamu, tunggu aku di sini." 

"Sama sepertimu, aku juga tidak berharap kamu melindungiku." Aku tertawa di belakangnya. 

Ia terlihat seperti benar-benar tidak nyaman. Bahkan ia sama sekali tidak menoleh ke belakang. Ia terus berlari ke tanah pertanian yang gelap dan menghilang. 

Angin malam berhembus menerpa wajahku. Seharusnya di bulan Juli ini adalah saat musim panas, tetapi di desa ini udara terasa dingin. 

Aku hanya bisa memeluk tubuhku sendiri. Ini adalah kedua kalinya aku merasakan dingin yang mencekam di tempat ini.

Aku tidak tahu sudah berapa lama, tapi Xia Qianyang belum juga kembali dan tidak nampak ada yang bergerak. Aku mulai panik dan terus memanggil namanya, tetapi tidak ada jawaban.

Aku merasa bersalah. Aku yang tidak bisa diandalkan atau dia mempermainkan aku? 

Ketika aku sedang termenung, tiba-tiba aku merasa ada sesuatu yang berbeda. Aku berbalik dan baru menyadari bahwa ada lapisan kabut disekelilingku.

Tanah pertanian tempat Xia Qianyang pergi juga sudah tertutup oleh kabut putih. 

Aku membeku keheranan. Dari mana datangnya kabut putih ini. Tiba-tiba aku melihat ada sesuatu yang bergerak dengan mencurigakan. Aku mengarahkan lampu senterku namun cahayanya tidak bisa menembus kabut putih yang tebal ini.

Apakah itu hantu dari cerita yang sering kudengar? 

Tetapi aku juga tidak akan terlalu terkejut jika benar ada hantu di desa terpencil seperti ini.

Tiba-tiba muncul sesosok makhluk yang menghambur keluar menghempaskan diriku ke tanah. 

Aku telah belajar bela diri. Jika tidak sedang terjebak dalam kabut tebal seperti ini, aku pasti bisa menghindari serangan yang datang secara tiba-tiba seperti barusan.

Dalam hitungan detik, punggungku dipukul amat keras hingga terasa sangat sakit. Tidak berhenti disitu, sesosok tubuh yang dingin dan keras menekanku ke tanah hingga aku tak bisa bernapas. 

Aku mendongak dan berteriak. 

Makhluk yang menyerangku bukanlah orang! 

Itu adalah hantu perempuan berkulit pucat dengan rambut hitam panjang yang menjuntai di kedua sisi tubuhnya. 

Hantu perempuan itu terus menekan tubuhku. Kedua tangannya yang dingin sudah menempel di leherku dan lidah merahnya menjulur keluar meneteskan air liur.

Tercium bau seperti mayat busuk yang keluar dari tubuhnya. Aku merasa mual dan jijik dengan keberadaan hantu tersebut. 

Aku mengepalkan tangan kananku dan mendaratkan pukulan ke wajah pucat hantu perempuan itu. 

"Bukk!" 

Kepala hantu perempuan itu terputar 180 derajat dan berhenti di posisi yang sangat tidak wajar. Semua itu diluar ekspektasiku. 

Ketika seseorang sedang dalam keadaan panik, biasanya mereka bisa dengan tiba-tiba mendapat energi yang luar biasa. Ketika hantu itu menggenggam tanganku, sebuah ide muncul di kepalaku. 

Dengan berbekal ilmu bela diri yang telah kupelajari, aku menekuk pergelangan tangannya, berbalik menghadap dirinya, dan membalikkan posisi. Aku berhasil.

Hantu perempuan kembali memutar kepalanya menghadapku dan aku melihat seluruh matanya berwarna putih. 

Sepertinya dia masih belum cukup jera. Aku melayangkan pukulan lain. Kali ini aku memukul tepat di hidungnya. Aku tertegun, hidung hantu itu mendengus dan berubah posisi. Wajahnya yang menjijikkan kini kian mengganggu.

Wajah hantu perempuan itu sekeras batu membuat tanganku yang memukulnya terasa amat sakit. 

Hantu itu sepertinya sangat kesal kepadaku. Ia kembali mencekikku. Mulutnya terbuka sangat lebar dan bertambah lebar hingga membelah ke akar telinganya. Seluruh tubuhku gemetar ketakutan.

Aku tidak memiliki waktu untuk berteriak. Aku segera melepaskan diri dari cengkeramannya dan jatuh terguling di atas tanah. 

Hantu perempuan itu mengerang dan berlari mengejarku. Aku belum sempat bergerak, aku masih memutar otakku mencari jurus lain untuk melawannya.

Ketika tangannya yang dingin menyentuh leherku, dengan cepat aku menggenggam pergelangan tangannya dan membanting tubuhnya ke depan. Tubuhnya menghantam batu-batu yang ada di jalanan dengan keras.

"Brak!"

Terdengar suara hantaman yang keras ketika tubuh hantu perempuan itu menyentuh tanah. Hantu itu sudah tidak mampu untuk berdiri lagi.

"Kamu, manusia, mengapa berbuat begitu kejam kepada makhluk lain?" Wajah hantu perempuan itu tampak memelas. Beberapa kali ia menangis sambil menjerit kesakitan. 

Mendengar hal itu, bukannya mengasihani tapi aku justru malah merasa semakin kesal. Sudah jelas hantu perempuan itu yang menyerangku terlebih dahulu.

Ketika aku hendak membalas perkataanya, tiba-tiba wajah hantu perempuan itu berubah menjadi jahat dan mengerikan. Ia bangkit berdiri dan menyerangku. Aku segera memikirkan cara untuk mengehentikannya. 

Aku tidak akan membiarkannya membunuhku. 

Aku menarik telapak tangannya ke bawah lalu menendang lehernya. Aku rasa seranganku itu cukup menyakitkan baginya.

Hantu perempuan itu terpental kebelakang dan berlutut memegangi lehernya yang kesakitan. 

Aku juga segera berdiri dan memandangnya dengan was-was. Aku tidak lagi bisa menganggap ia musuh yang enteng. 

Ketika aku mulai merasa putus asa, hantu perempuan itu memandangku dengan tatapan sendu dan tiba-tiba menghilang.

Aku baru menyadari bahwa kabut putih mulai hilang dan menampakkan gelapnya malam yang sesungguhnya. 

Kakiku terasa lemas dan aku terjatuh duduk di tanah. Aku terlalu gugup sehingga seluruh tubuhku gemetar. Tangan dan kakiku bergetar tak karuan sampai aku tidak mampu menggerakkannya. 

"Xia Qianqiu!" Aku mendengar suara Xia Qianyang memanggilku dari kejauhan. 

Aku segera meraih senterku yang tergeletak di tanah tak jauh dariku dan mengarahkannya ke tempat suara Xia Qianyang berasal. Ia berlari ke arahku dari arah tanah pertanian dengan wajah khawatir. 

"Aku sudah berdiri di sisi jalan dan terus memanggilmu, tapi kamu mengabaikanku. Aku sampai takut aku memanggil orang yang salah." 

Aku tidak tahu harus merasa senang atau sedih. Aku hampir lupa, hantu perempuan itu telah menciptakan kabut putih tebal untuk menjebakku dan membuatku tidak dapat melihat Xia Qianyang. Menurut cerita Xia Qianyang, aku hanya melompat-lompat seorang diri seperti orang gila. 

Aku tidak memberitahunya bahwa ada hantu di tempat ini. Lagipula tidak ada untungnya aku menceritakan hal itu kepadanya.

Aku lalu bangkit berdiri dan berkata, "Kamu pergi terlalu lama sampai aku sudah menyelesaikan 8 set gerakan senam."

Aku enggan menjawab pertanyaan-pertanyaannya. Tanpa mendengarkan protesnya aku langsung menariknya, "Ayo pergi, aku tidak ingin kehabisan sup." 

Xia Qianyang tidak bertanya lagi dan berjalan mengikutiku. 

Aku mendengar suara rumput bergesek dan samar-samar terdengar suara tawa dari kejauhan. 

Aku berhenti dan keringat dingin mulai mengalir keluar dari tubuhku. 

Aku mengenali suara itu. Suara yang mempersona, bernada rendah dan dalam. Ya, suara yang tak mungkin dapat aku lupakan.

Itu adalah suara pria yang selalu hadir dalam mimpiku. Dia berdiri di dekatku dan sedang menatapku. 

Next chapter