webnovel

Menempel Kepadanya (4)

Editor: Wave Literature

"Hiks Hiks Hiks benar sekali,jangan tertipu dengan sosok kakak kedua yang seperti orang bodoh itu, karena di dalam hatinya sangat gelap. Bahkan, sekarang dia sudah menjadi walikota. Dan pasti dia tidak akan membiarkan kita menjalani hidup dengan sangat baik, hiks hiks hiks....." tutur Liuli Fangfang.

"Ibu kenapa Kakak pertama belum juga kembali?" kata Liuli Pingping yang juga menangis sambil meronta-ronta. Tampak riasan di kedua wajah anak perempuan Hong Mudan itu luntur.

Hong Mudan yang sedang mengoleskan obat ke Liuli Fu menjadi kesal mendengar kedua anaknya yang menangis meronta-ronta, hal itu sampai membuat kedua alis Hong Mudan mengkerut dan menandakan bahwa dirinya kesal.

"Menangis menangis menangis terus, kalian berdua hanya tahu menangis saja! Apakah menangis bisa menyelesaikan masalah? Bukankah ayahmu ini belum meninggal! Kalian berdua memang tidak ada gunanya. Ketika Raja Huayou masuk menginjakkan kaki di kediaman ini, seharusnya kalian datang untuk menggodanya. Kenapa kalian justru kembali ke kamar untuk merias diri? Merias begitu lamanya, lihat sekarang pandangan Raja Huayou sudah dicuri oleh Liuli Guoguo yang belum dewasa itu! Menurut kalian apa kalian bisa mengalahkannya?" tanya Hong Mudan.

Hong Mudan menangis sambil mengoleskan obat ke Liuli Fu.

Xuanyuan Pofan terlihat sangat dingin terhadap Liuli Fu, dia tidak mengizinkan Tabib memeriksa luka Liuli Fu, akhirnya Hong Mudan yang mengoleskan obat sendiri ke suaminya.

Liuli Fu walaupun turun dari jabatan walikotanya, tapi Hong Mudan dan anaknya tidak membiarkan Liuli Fu meninggal begitu saja. Jika benar-benar meninggal, maka jabatan walikota ini tidak akan bisa dipertahankan oleh Hong Mudan dan ketiga anaknya itu. 

"Aduh, kamu pelan sedikit!" tutur Liuli Fu yang awalnya akan pingsan justru kembali sadar karena tangan Hong Mudan terlalu menekan luka yang ada pada tubuhnya. Hing Mudan melakukan itu karena dia marah dan memaki kedua anaknya 

"Ya ampun, maaf suamiku, aku tidak sengaja." kata Hong Mudan memperlambat tangannya yang sedang mengoleskan obat ke suaminya.

Beberapa saat barulah Liuli Fu mulai tertidur.

"Ibu, sekarang kita harus bagaimana?" tanya Liu Pingping setelah dimaki oleh ibunya, dia tidak berani untuk menangis lagi, dan pada akhirnya dia mengusap air matanya.

"Apa yang perlu ditakuti, Kakak pertama kalian itu, aku sudah mengirimkan surat kepadanya, kalau tidak besok ya lusa dia pasti pulang. Ada lagi..." Hong Mudan tiba-tiba berhenti bicara, lalu dia tersenyum sinis.

"Ada apa lagi? Ibu, cepat katakan!" tutur Liuli Pingping panik sampai menghentak-hentakkan kakinya.

"Hem, yang penting Raja Huayou masih ada di kediaman Cheng Zhu ini, kita masih ada kesempatan yang besar." kata Hong Mudan. Pandangannya beralih ke kedua anak perempuannya itu, dia telah memikirkan semuanya dengan matang.

Langkah pertama, sebelum anak laki-laki pertamanya Liuli Tao kembali, Hong Mudan berencana membuat Xuanyuan Pofan suka dan jatuh cinta kepada kedua anak perempuannya.

Hong Mudan tidak percaya, Xuanyuan Pofan jatuh cinta kepada Liuli Guoguo. Hal tersebut tidak lain karena keimutan Liuli Guoguo.

Namun, jika kecambah yang masih belum dewasa itu dibandingkan dengan kedua anak perempuannya, maka memang Liuli Guoguo lebih baik, lebih muda, serta cantik. Namun, jika ingin menikmati payudara, pantat, ataupun wajah yang mulus, maka kedua anak perempuannya itu sudah memiliki semuanya.

Cukup dengan menggunakan taktik, Hong Mudan percaya bahwa Xuanyuan Pofan yang telah menyukai kecambah yang belum tumbuh itu, akan menyukai dua anak perempuannya dengan perangkap godaan.

"Hah, lihat siapa aku." tutur Hong Mudan. Dia adalah gadis penghibur nomor satu di rumah bordir Nayi di kota Ye.

Walaupun sudah tidak menjadi bunga penghibur selama bertahun-tahun, bukan berarti Hong Mudan tidak memiliki taktik untuk menggoda Xuanyuan Pofan yang masih muda itu. Baginya itu hanyalah masalah sepele.

Langkah kedua, setelah kedua anak perempuannya bisa menggoda Xuanyuan Pofan, lalu anak laki-lakinya juga sudah kembali.

Ketika hari itu tiba, Hong Mudan akan mencari masalah untuk Liuli Tian, lalu dia akan memerintah kedua anak perempuannya itu berkata hal buruk mengenai Liuli Tian untuk disampaikan ke telinga Xuanyuan Pofan. Dengan begini, maka posisi walikota akan jatuh ke tangan anaknya, Liuli Tao.

 Memang pada dasarnya anak laki-lakinya, Liuli Tao adalah anak pertama di keluarga Cheng Zhu, sehingga Hong Mudan hanya mengembalikan posisi yang memang seharusnya jadi milik anaknya itu.

"Hem? Ibu, Apa maksudmu?" tanya Liuli Pingping yang tidak mengerti maksud dari ucapan ibunya itu, apalagi mengerti apa yang sedang dipikirkan oleh ibunya.

"Kalian berdua ke sini!" perintah Hong Mudan sambil membengkokkan jemarinya ke kedua anaknya, menandakan bahwa dia menyuruh anaknya mendekat.

"Hah? bukannya kita ada di sampingmu?" kata Liuli Pingping yang tidak mengerti maksud ibunya. 

"Anak bodoh, maksudku menyuruh kalian mendekat ke mulutku ini!" tutur Hong Mudan ketika dia merasa kesal dan ingin sekali meremas kedua otaknya itu dari besi menjadi baja. Dia bertanya-tanya kenapa bisa melahirkan dua anak perempuan yang bodoh dan tidak berotak seperti ini?

"Oh Oh!" jawab kedua anak Hong Mudan yang mulai memahami maksud ibunya.

Kedua anak perempuan Hong Mudan baru sadar kalau ibu mereka memiliki ide bagus, mereka tidak mengatakan apapun dan mereka segera bergegas mendekatkan telinga mereka ke bibir merah ibunya. 

Hong Mudan dengan segera memberitahu rencana yang dia pikirkan ke telinga kedua anak perempuannya, sampai mereka bisa mendengarnya dan mengerti apa yang harus dilakukan.

.***

Malam hari telah tiba, tampak kesunyian yang ada dan menakuti orang. Beberapa sosok putih dengan cepat bergerak dan berlalu lalang di kota Ye. Selain itu, tampak berkilauan bergantinya cahaya dari pedang yang menyilaukan sekitarnya.

Terdengar suara pedang, Cetling… Zzzzsssttt.... Ahhhh!

Di suatu tempat di Kota Ye, darah pengambil jiwa bercucuran dan berceceran daging yang telah terpotong-potong.

Di saat itulah, salah satu perguruan liar yaitu perguruan pengambil jiwa, menghilang dari sungai dan daratan.

Next chapter