webnovel

Chapie 16 : Kapten Kamfret!

Setelah peristiwa mengerikan terjadi dua hari yang lalu, kota Wiise kini terlihat hancur lebur menyisakan beberapa bangunan berkontruksi kuat saja yang masih berdiri kokoh. Sungguh, kota itu benar-benar sudah menjadi kota mati. Tidak ada tanda-tanda kehidupan selain hewan-hewan pengerat berkeliaran di sekitar puing-puing bangunan yang didominasi warna abu-abu kusam.

Dua polisi ber-armor, satu pria dan satu wanita, tengah memisah diri dari kelompoknya untuk melihat keadaan sekitar kota. Hanya bermodalkan satu senjata senapan laser, mereka menelusuri daerah kota sambil sesekali mengobrol ringan.

"Pemerintah sama sekali tidak mau menyewa tim dari Badan Investigasi AURAX atau Organisasi NEBULA?" tanya sang polisi wanita sambil melangkah beriringan dengan rekannya.

Polisi pria itu menjawab, "Pemerintahan kita terlalu pelit hanya untuk sekedar menyewa satu tim saja dari dua aliansi itu. Bayaran mereka cukup mahal, kan? Makanya, anggota kepolisian seperti kita saja yang diminta untuk menginvestigasi keadaan kota."

"Masalahnya, sudah dua hari semenjak kelompok-kelompok polisi sebelumnya ditugaskan kemari, tidak ada kabar dari mereka. Kita juga sama sekali tidak menemukan keberadaan mereka di sini." Sang polisi wanita terlihat khawatir. "Perasaanku jadi tidak enak, Alex…. Aku takut terjadi hal yang tidak-tidak."

"Jangan berpikir negatif, Tina. Kota ini benar-benar kota mati yang kosong, tidak ada apapun di sini selain bangunan-bangunan yang hancur dan terbakar."

Langkah Alex dan Tina terhenti saat mendengar suara-suara gemerisik aneh di balik sela-sela reruntuhan. Keduanya saling adu pandang, penasaran dengan suara apa itu.

"Kau mendengar suara tadi?" tanya Alex.

Tina mengangguk, "Aku dengar. Kurasa asalnya dari sana." Ia menunjuk ke arah sela-sela reruntuhan yang gelap. "Biar aku periksa."

"Hati-hati."

Tina memberanikan diri untuk mendekati sela-sela reruntuhan. Tidak ada yang bisa ia lihat di sana karena di dalamnya sangat gelap. Ketika ia melangkah hendak masuk, samar-samar terlihat percikan listrik muncul beberapa kali. Secara mengejutkan, muncul beberapa kabel melesat ke arah Tina. Kabel-kabel listrik itu hendak mengikat tubuhnya, tapi Tina berhasil menghindar setelah menembakan laser.

Segera polisi wanita itu berlari menjauh dari sana sambil memanggil-manggil Alex.

"Alex!" teriaknya sambil terus berlari.

"Ada apa, Tina?!"

Belum sempat Tina mencapai Alex, kabel-kabel itu berhasil mengikat seluruh tubuh Tina, mengangkatnya cukup tinggi di udara. Alex yang begitu panik melihatnya segera menembakan laser, sayangnya tidak berefek apa-apa bagi kabel-kabel tersebut.

"Alex— Argh!!!"

Kabel itu menyengat tubuh Tina sampai mati. Dengan cepat kabel-kabel itu membawa masuk tubuh Tina ke dalam sela-sela reruntuhan.

"Tina!"

Alex hendak mengejar kabel-kabel misterius tersebut. Tiba-tiba muncul sebuah robot berbentuk manusia sempurna di belakang Alex, lengkap dengan helmnya. Menyadari kehadiran sang robot, reflek Alex menembakan laser. Sang robot berhasil menahan segala tembakan Alex dengan armor kuat yang dimilikinya. Ia segera menusuk leher Alex menggunakan Hidden Blade hingga polisi pria itu tewas di tempat.

Dua pasang mata heterokrom kelabu-putih menyala di antara kegelapan reruntuhan tempat beberapa kabel itu berasal. Samar-samar seringai dari salah satunya terlihat saat hampir melangkah keluar bersama beberapa robot yang memiliki kabel-kabel hidup di belakang mereka.

"Mereka hanya mengirimkan polisi-polisi itu?"

"Membosankan…."

~*~*~*~

Hari mulai senja di area cabang Organisasi NEBULA di Galeno. Salah satu kantor Agent kini terlihat sudah sepi, hanya terasa hembusan angin dan cahaya jingga khas senja cerah yang masuk menembus jendela-jendela terbuka.

Sosok Rickolous Dattora sedang tertidur pulas sendirian di kursi kerja dengan kepala ditengadahkan dan mulut menganga meneteskan iler.

Rick memang tipikal pria jorok yang tidurnya selalu tidak elit.

Dia tertidur sepulas itu di kantor karena terlalu lelah mengerjakan tugas-tugas kantor yang telah diberikan. Padahal tugas-tugasnya tidak sebanyak Horu, Regan, maupun Kobra, tetapi menurut Rick semua tugas itu begitu sulit dan membingungkan untuk ia kerjakan hingga menguras banyak tenaga.

Sontak Rick terbangun saat sebuah tangan berkulit putih pucat menampar wajahnya keras. Bahasa binatang terlontar begitu saja saat ia latah, ditambah lagi ketika ia tahu siapa yang menamparnya. Makin jengkelah Rick.

"Eh, Siluman Albino! Ngapain sih pakai tampar-tampar mukaku segala?!" omel Rick sambil mengelusi pipinya yang memerah.

Regan berkacak pinggang di hadapan Rick. Di belakangnya terlihat rekan-rekan satu tim lain yang sudah beres kerja, seperti Xeno, Kobra, dan Horu.

"Kau itu tidur udah macam kambing, ya!" balas omel Regan pada Rick, "Susah dibangunin, jorok pula!"

"Yang lain sudah pada balik ke asrama, Ricky…," kata Horu dengan bahasa mendayu seperti biasa, "Cuma kau aja tadi yang ketiduran pulas. Kami hampir tidak bisa membangunkanmu, lho."

"Eh? Masa?"

Mata biru Rick menelusuri seisi ruang kantor yang luas itu, memang tidak ada siapa-siapa lagi selain mereka berlima. Hari pun sudah semakin gelap ketika Rick melihat ke luar jendela kantor.

"Lah, iya…. gelap," ucap Rick baru sadar.

"Ya udah. Balik, yuk," ajak Kobra pada mereka.

Mereka mulai melangkah keluar ruangan, dan Rick berdiri hendak menyusul. Terdengar suara nyaring cukup menganggu di ruangan tersebut, terdengar menjijikan dan asalnya dari Rick. Rekan-rekan Rick menatapnya, secara tidak langsung bertanya suara apa tadi.

Tahu maksud tatapan mereka, Rick nyengir sambil menggaruk kepala pirangnya, "Hehe…. Lapar…. Kan dari siang tadi kita enggak makan. Sarapan aja enggak beres."

Rupanya, perut lapar Rick 'lah yang berbunyi senyaring tadi. Tak disangka perut Xeno juga mengeluarkan bunyi serupa, tapi lebih nyaring lagi.

"Xeno lapar, Pyo…!" rengek Xeno sambil mengelus-elus perut ratanya.

Mereka hanya bisa tertunduk lesu menyadari kalau sejak tadi siang mereka tak sempat makan, sarapan pun hanya berupa roti hambar dan air putih. Ini semua gara-gara Golden yang belum memberikan gaji dari misi pertama mereka, dan kapten itu juga sampai sekarang belum balik dari masa cutinya. Kalau seperti ini terus, bisa mati konyol gara-gara kelaparan mereka.

Kan tidak lucu kalau ada kabar beredar, lima Agent junior dari organisasi terbaik tewas kelaparan karena gaji mereka tidak diberikan juga oleh sang kapten pembimbing.

Regan mengelus wajahnya kasar. "Mending kita balik aja ke asrama dulu. Soal lapar, nanti minum air putih aja banyak-banyak. Manusia bisa tahan lapar selama seminggu, kok."

"Ya, elah…. Masa iya kita musti lapar sampai seminggu?" protes Rick.

Sambil saling mengeluh, mereka pergi meninggalkan ruang kantor dalam keadaan perut keroncongan. Yang mereka pikirkan sekarang hanyalah balik ke asrama, mandi, dan mungkin istirahat. Berharap sang kapten pembimbing segera kembali memberi mereka gaji.

….

Malam sudah semakin larut, Rick dan kawan-kawan hanya bisa bermalas-malasan di ruang kumpul sambil menonton televisi yang tengah menayangkan acara cari jodoh. Makin ngeneslah mereka. Sudah kelaparan, teringat nasib mereka pula masih menjomblo gara-gara acara laknat tersebut.

"Kobra…," panggil Rick saat tubuhnya berbaring di sofa dengan posisi terbalik, entah mengapa orang ini suka sekali berbaring pada posisi kepala di bawah dan kaki di atas saat berada di sofa. "Chanel-nya ganti, dung…. Ngenes, nih…! Meratapi nasib ngejomblo seumur hidup."

Kobra yang duduk di bawah sofa dekat meja hendak memencet tombol remote, tapi tindakannya dicegah oleh tangan Horu.

"Jangan, Bra," pinta Horu, matanya terlihat begitu tertarik dengan acara tersebut, "Aku penasaran, si cowok boncel itu jodohnya sama siapa."

"Jangan panggil aku 'Bra', Horu…," protes Kobra dengan suara pelan terkesan datar khasnya, "Kau kira aku pakaian dalam wanita?"

"Pffft…."

Rick hampir saja menyemburkan liurnya karena tak tahan untuk menahan tawanya ketika mendengar protes Kobra. Lagian juga, tak heran kalau Horu memanggilnya begitu biarpun tak sengaja. Pria berambut hitam keunguan itu sudah terlanjur dikenal mesum oleh mereka satu tim.

"Xeno lapar, Pyo!"

Sudah berapa puluh kali dalam seharian ini Xeno mengeluh kelaparan. Horu dan Rick sudah kenal tipikalnya bahwa Xeno memang orang yang paling banyak makan.

"Aduh…. Pusing aku." Regan yang duduk di sebelah Xeno mulai bersandar sambil memijit pelipisnya. "Bingung musti makan apa kita hari ini."

"Eh, makan orang aja, yuk!" ajak Rick bermaksud meledek saking kesalnya dengan nasib mereka hari ini.

"Jangan…." Walau matanya masih fokus pada televisi, Horu sempat menyahut, "Malam-malam begini, enaknya makan cewek."

"Dasar, otak cabul!"

Saking gemasnya, Rick melempari Horu dengan bantal, membuat yang kena lempar hanya merespon dengan tawa.

"Malam, anak-anak didikku!!!"

Saat mereka asik menonton televisi, spontan tatapan mereka teralih pada sosok bermantel emas yang baru saja masuk ke dalam ruang asrama mereka tanpa rasa bersalah. Iya, wajahnya tidak terlihat bersalah seakan-akan dia tidak tahu kesalahan terbesarnya pada Agent-Agent didikannya itu.

"Pak Tua Kampret!" Omelan Rick pun menggelegar saat ia buru-buru membetulkan posisi duduknya yang terbalik menjadi lebih normal. "Dari mana aja, sih?! Kok lama banget cutinya?!"

"Ya, elah…. Namanya juga cuti tiga hari jenguk istri," balas Golden santai, "Lagian, kenapa kalian menatapku begitu?"

Regan pun menjelaskan yang sebenarnya, "Begini, Kapten, Anda tidak sempat memberikan gaji dari misi pertama kami. Kami dalam seharian ini tidak bisa makan karena kehabisan uang."

"Gara-gara kau, kami hampir mati kelaparan, Bazeng!" omel Rick lagi.

"Xeno lapar, Pyo!"

"Idih…." Wajah Golden dibuat-buat tidak peduli. "Siapa suruh kalian berlapar-lapar ria? Kan masih bisa ngutang sama anak-anak lain."

Rick meremas jari-jarinya saking gemasnya dengan sang kapten. "Nih Pak Tua bisa enggak aku remas kepalanya?!"

Saat Rick hendak menghampiri Golden, buru-buru Horu dan Kobra menahan Rick agar tidak berbuat yang tidak-tidak karena emosi labilnya.

"Sudahlah, Rick…. Toh Kapten Golden udah balik, juga," ucap Horu berusaha menenangkan Rick.

Golden mengibas-ngibaskan tangannya di depan. "Iye…. Iye. Nanti aku bakal kasih gaji kalian sama rata. Tapi, sebelumnya…." Ia memperlihatkan beberapa bungkusan yang ia bawa. "Kita makan dulu. Kebetulan aku beli martabak sama beberapa kotak nasi campur."

"Makanan, Pyo!!!"

Melihat makanan, Xeno langsung berlari hendak menerkam semua bungkusan itu. Reflek Golden berputar menghindari terkaman Xeno hingga pria bertubuh tinggi-besar itu terjatuh dan merengek sebal.

"Siapin dulu di meja sambil kita nonton tv bareng, oke?" ajak Golden.

Ajakannya langsung dibalas oleh sorak-sorai kesenangan karena pada akhirnya mereka bisa makan enak juga. Hilang sudah rasa kesal mereka pada sang kapten saat tahu mereka dibelikan makanan olehnya.

Saat mereka merapikan dan menata makanan di meja depan televisi, ponsel Golden berbunyi menandakan pesan masuk. Segera Golden buka pesan tersebut dan ia baca isinya.

"Anak-anak…." Setelah membaca pesan tersebut, Golden menyampaikannya pada mereka, "Besok kalian sudah mendapatkan tugas."

"Yaaaah…."

Mereka semua langsung lesu mendengarnya. Biarpun sudah tiga hari menganggur, mereka sudah berencana untuk berbelanja hasil gaji pertama mereka. Tapi, mau bagaimana lagi? Tugas langsung memanggil.

"Mau gaji, enggak?" tanya Golden saat melihat kelesuan para Agent-nya.

"OKE!!! Kami ambil 'tuh misi!" sahut Rick penuh semangat.

Regan dan Horu hanya bisa geleng-geleng kepala melihat kelakuan Rick. Kalau sudah berhubungan dengan uang, pasti semangatnya minta ampun.

~*~*~*~

Malam sudah semakin larut, beberapa Agent juga sudah tidur di kamar masing-masing. Karena besok Tim Golden sudah harus bertugas, dan Xeno juga sudah mendapatkan seragam formalnya untuk bekerja di bagian kantor, ia memutuskan untuk mengembalikan pakaian formal milik Silver yang sempat dipinjamkan.

Sambil bersenandung riang seperti anak kecil, Xeno tiba tepat di depan pintu kantor. Ia pencet tombol di samping pintu hingga pintu secara otomatis terbuka, memperlihatkan sosok dengan postur tubuh tinggi-besar yang sama dengannya.

"Eh, Xeno?" Silver tersenyum kala melihat Xeno.

"Iya, Pyo." Xeno menyerahkan pakaian formal milik Silver yang berada di dalam bungkusan karton. "Maaf kalau Xeno mengganggu, Pyo. Xeno ke sini cuma mau mengembalikan pakaian yang Kapten pinjamkan. Xeno sudah dapat seragamnya dari Kapten Amber, jadi… terima kasih karena telah meminjamkannya, Pyo."

Sejenak Silver mengintip pakaiannya dalam bungkusan tersebut, kemudian kembali bicara pada Xeno, "Tak apa, Myo. Tidak usah dikembalikan juga tak apa kalau masih mau makai."

Xeno langsung menggeleng tak enak, "Tidak, Pyo. Itu 'kan milik Kapten. Kata Rick, kalau barang yang dipinjam itu harus segera dikembalikan. Itu juga sudah Xeno cuci, Pyo."

Senyum lucu tersungging saat melihat kepolosan Xeno. Biarpun postur badannya terlihat seperti pria dewasa berotot, namun wajah dan kelakuannya terbilang imut seperti anak-anak. Walau Xeno dianggap aneh juga, bagi Silver dia adalah Agent yang unik.

"Kalau begitu, Xeno pamit dulu, Pyo. Ngantuk."

"Tunggu, Myo!"

Belum sempat Xeno hendak berbalik, Silver sudah mencegahnya dan buru-buru masuk kembali ke dalam ruang kantor. Ketika keluar, Xeno melihat bulatan kuning lembut sebesar telapak tangan orang dewasa di tangan Silver. Xeno penasaran dan bingung dengan benda apa yang saat ini dibawa Silver. Apakah benda itu ingin ditunjukan padanya?

"Xeno, aku ingin memperkenalkanmu pada penemuan baru dariku dan juga timku," kata Silver semangat sambil memperlihatkan bulatan kuning itu.

Xeno memiringkan kepalanya bingung. "Memang itu benda apa, Pyo?"

"Coba perhatikan."

Iris mata hijau bergradasi kuningnya dengan seksama memperhatikan bulatan tersebut di tangan Silver. Xeno dibuat kaget ketika bulatan itu perlahan bergerak-gerak, seperti hendak bebas dari bentuk bulatnya.

"Piiip…. Piiip!"

Muncul bulatan kecil lain di depan bulatan utama menyerupai kepala, lalu muncul lagi sepasang bulu-bulu kuning menyerupai sayap, bentuk paruh dari bagian bulatan kecil, sepasang ceker mungil, kemudian sepasang bola mata mungil berwarna merah. Xeno dibuat takjub oleh benda tersebut. Rupanya, benda itu adalah seekor anak ayam kuning yang imut dan mungil.

"Piyo!" ucap sang anak ayam ketika bertemu pandang dengan mata bulat Xeno.

"Wah! Anak ayam itu bicara seperti Xeno, Pyo!" Xeno langsung bertepuk tangan kegirangan. "Boleh Xeno pegang, Pyo?"

"Silakan, Myo."

Dengan hati-hati Silver menyerahkan anak ayam itu ke tangan Xeno. Betapa gemasnya Xeno saat melihat lebih dekat anak ayam itu, apalagi ketika tangannya secara langsung bersentuhan dengan bulu-bulu kuningnya yang sangat halus dan lembut.

"Itu untukmu, Myo."

"Pyo?!"

Xeno terkejut, tak menyangka jika Silver mau memberikan anak ayam itu padanya. Padahal, anak ayam tersebut adalah hasil proyek milik tim Silver.

"Su-sungguh, Pyo…?"

Sekali lagi, Xeno menatap sang anak ayam yang tengah memiringkan kepala padanya seakan-akan hendak bertanya, dan Xeno kembali menatap Silver tak yakin. Dia merasa tak enak hati kalau menerima pemberian dari hasil proyek Kapten Silver. Bagaimana pun juga, anak ayam itu mutlak milik organisasi.

"Tapi 'kan… ini milik Kapten, Pyo…."

"Tak apa, Myo," ucap Silver disertai senyuman, "Lagipula, itu adalah robot ayam hasil proyek iseng-iseng kala waktu senggang. Bukan proyek yang penting. Karena aku tidak bisa mengurusnya, jadi… mungkin anak ayam itu cocok dipelihara olehmu."

"Benarkah, Pyo?!"

"Tentu, Myo." Silver mengangguk. "Jaga dia baik-baik. Kau juga bisa menyimpannya di dalam AndroMega karena programnya cocok, Myo."

"Tidak, Pyo." Xeno mengangkat anak ayam itu, merasakan dengan lembut bulu-bulunya di pipi Xeno. "Xeno tidak akan menyimpan anak ayam ini dalam AndroMega. Xeno bakal tetap membiarkannya bersama Xeno selalu, Pyo."

"Piyo!" Seakan-akan mengerti ucapan Xeno, anak ayam itu melompat-lompat senang di telapak tangannya.

Xeno menaruh anak ayam itu di kepalanya, terlihat sangat senang ketika menerima anak ayam seperti itu. Dari dulu, semenjak pernah diberi pekerjaan mengurus ternak ayam, Xeno sudah benar-benar menyukai berbagai jenis ayam, termasuk anak ayam yang imut seperti ini walau hanya sebuah robot.

"Asik! Kalau begitu, Xeno pamit, Pyo." Xeno membungkukan badannya sesaat di hadapan Silver. "Terima kasih banyak karena telah meminjamkan Xeno pakaian dan memberikan anak ayam ini, Pyo."

"Tidak masalah, Myo," jawab Silver, "Melihat kau senang, aku juga jadi senang."

"Hehe…! Kalau begitu, selamat malam, Pyo! Dan anak ayam, Xeno akan beri nama Piyo!"

"Piyo!"

Dengan hati riang gembira, Xeno berlari kecil menjauh dari ruang kantor Silver bersama anak ayam ceria yang setia nongkrong di atas kepala pirang platinanya. Melihat kegembiraan Xeno, membuat Silver turut senang karena Xeno mau menerima robot ciptaannya yang konyol.

Sebenarnya, robot itu bukan hasil iseng-iseng. Silver memang sengaja membuat robot anak ayam tersebut khusus untuk Xeno. Dia sendiri bingung, mengapa perlakuannya begitu mengistimewakan Xeno seakan-akan pria itu adalah bagian dari keluarganya.

"Jujur saja…, Xeno terlihat familiar di mataku," gumamnya heran sambil menutup kembali pintu kantor otomatisnya.

~*~*~*~

Next chapter