Keesokan harinya seperti biasa Icha bergegas pergi sekolah dengan aga malas-malasan Icha bangun dari tidurnya dan masih merasa capek. Setelah mandi dan memakai pakaian, Icha bergegas ke dapur dan melihat sarapan sudah tersedia di meja makan. Icha bertanya-tanya kemana ibunya pergi kok pagi sekali sudah tidak terlihat dan Icha menemukan secarik kertas sepertinya pesan dari ibunya. "Icha ibu sudah menyiapkan sarapan, mohon maaf ibu pagi-pagi sudah harus berangkat kerumah nenek, karena nenek sakit keras. Ibu." "bagus sekali ibu dan ayah pergi kerumah nenek tidak serta merta mengajak!" gerutu Icha sambil makan sarapan diatas meja makannya. Icha berniat untuk menghampiri Virni dan juga Bimo. Sesampai dirumah Virni Icha pun memencet bel, namun yang keluar malah asisten rumah tangganya bukannya Virni." maaf non, non Virni sudah berangkat sekolah tadi." "hah sudah berangkat bi?" "iya non tadi buru-buru sekali kelihatannya." "ya sudah bi terima kasih." "iya non sama-sama." Icha pun menghampiri rumah Bimo yang tak jauh dari rumah Virni dan melakukan hal sama seperti yang dilakukan dirumah Virni. "eh nak Icha." "Bimo belum berangkat kan tante?" "waduh sayang sekali nak Icha, Bimo sudah berangkat." "ya sudah kalau gitu terima kasih tante." "iya nak Icha, hati-hati di jalan." Bimo juga ternyata sudah berangkat sekolah seperti kata ibunya barusan dan Icha yakin sekali bahwa Virni dan Bimo berangkat bareng namun tidak menunggu Icha. Lengkap sudah penderitaan Icha, sudah di tinggal sendirian dirumah karena ibu dan ayahnya pergi kerumah nenek sekarang Virni dan Bimo juga berangkat duluan. Icha merasa kesal sekali karena tidak seperti biasanya begini. Virni biasanya juga malah yang sering menghampiri Icha bila mau berangkat sekolah. Akhirnya Icha sampai juga di halte bus dan tidak berapa lama bus pun datang. Icha masuk bus namun juga terlihat aneh karena didalam cuma sedikit saja penumpangnya. Icha mencoba melirik jam tangannya dan waktu masih menunjukan 06:36 wib. Dikiranya Icha sudah ke siangan bangun tadi namun ternyata masih normal seperti biasa. Icha masih ke pikiran terhadap Sukma dan hari ini mau melakukan penelusuran malah ke tambah juga Virni sama Bimo yang meninggalkannya karena sudah berangkat dulu. Sampai tidak terasa bus yang ditumpangi Icha sudah sampai di depan sekolah dan masih dengan malas nya Icha bergegas turun dari bus tersebut. Icha kembali menengok jam tangannya dan menunjukan 06:45 wib namun Icha malas untuk ke kantin maupun ke taman sekolah meski waktu masuk sekolah masih sekitar 15 menitan Icha hanya ingin langsung masuk ke kelasnya. "teng! teng! teng!" dentang bel sekolah pun berbunyi suatu tanda jam pelajaran pertama di mulai dan seluruh murid mulai memasuki kelas masing-masing. Icha melihat Virni dan Bimo memasuki kelas, mereka melambaikan tangan ke Icha yang dibalas Icha dengan lambaian malas nya. Virni yang duduk di samping Icha mulai menyapa Icha. "Cha maaf ya aku berangkat duluan soalnya ada sesuatu yang mesti kukerjakan jadi aku berangkat duluan." "iya tidak apa-apa Vir." "eh Bu Tisa sudah datang." Virni membenarkan duduknya karena Bu Tisa telah datang dan siap untuk memberikan Mata pelajaran kepada kami semua. "Selamat pagi anak2!" suara Bu Tisa sangat menggelegar bagaikan halilintar yang menyambar di siang bolong. "Selamat pagi Bu!" meski satu Kelas serempak menyahut sapaan Bu Tisa tidak cukup bisa mengalahkan suaranya. "silahkan duduk kembali" katanya lagi yang kemudian duduk di kursi nya yang kemudian membuka tas nya lalu merogoh dalam tasnya guna mengeluarkan buku untuk dibacanya namun cuma beberapa saat kemudian Bu Tisa kembali berdiri di depan papan tulis dan mengambil spidol tulisnya. Seperti hari biasanya Bu Tisa mulai menulis di papan tulis heran juga semua murid dengan Bu Tisa karena sekitar 80-90 % pelajarannya di gunakan untuk menulis materi di papan tulis dan untuk para muridnya di suruh menyalin nya ke bukunya masing-masing. Keheningan pun kian memuncak dikala semua murid mulai menulis seperti perintah Bu Tisa untuk disalin ke buku nya masing-masing. Waktu pun terasa amat sangat lama seakan jam berdenting sangat pelan sekali seperti halnya gerakan yang diperlambat. Akhirnya waktu itu pun tiba yaitu lonceng sekolahan telah berbunyi dan itu merupakan suatu tanda bahwa sudah waktunya para murid untuk pulang sekolah. Icha sangat lapar sekali karena dia tidak sempat sarapan tadi pagi dan bergegas untuk langsung ke kantin sekolah sebelum pulang. "siang non, tumben siang baru nongol? Biasanya pagi barengan sama non Virni...." "hah....apa tadi pagi Virni kesini bi?" Icha sangat kaget dan berbalik tanya. "iya non, tadi non Virni kesini sama den Bimo." "hmmm.... Kok aneh banget....." "aneh bagaimana non?" "oh iya Virni ngomong apa saja bi?" "Ga tau non, bibi ga begitu memperhatikannya." "ya sudah terima kasih bi." "non mau pesan apa?" "soto saja bi." "soto nya tinggal kuah nya saja, non?" "nasi putih ada kan bi?" "nasi sih ada...." "ya sudah nasi putih sama kuah soto saja gapapa bi." "tunggu sebentar non." Pikiran Icha mulai berkecamuk dengan kejanggalan yang dilakukan Virni dengan Bimo, karena tidak biasanya Virni mau bareng sama Bimo. Sebenarnya apa yang direncanakan mereka berdua sehingga meninggalkan aku untuk berangkat sendirian ke sekolah di samping itu juga kan tidak ada tugas sama sekali, kok katanya ada sesuatu yang perlu dikerjakan pagi-pagi. Di tengah-tengah kekacauan dalam pikirannya, datang seorang anak laki-laki yang langsung duduk begitu saja di kursi yang bersebelahan dengan Icha. "bi biasa... Nasi sama kuah soto." "tunggu bentar den." tidak berapa lama bi Rasti mengantarkan pesanan Icha. "punya aden tunggu dulu ya bibi siapkan dulu." "iya bi." "SRAAAKKKK..!" "hey itu punya ku!" gerutu Icha yang melihat makanannya disambar oleh anak laki-laki tersebut. "maaf aku duluan habis sangat lapar." "hey memangnya aku juga tidak lapar apa!!!" Anak laki-laki tersebut malah cuma tersenyum sambil terus saja melahap nasi kuah sotonya. Dari pagi kok sial amat sih, sudah berangkat sekolah sendirian malah sekarang mau cepat makan saja masih saja dismber sama orang gerutu Icha dalam hati." ini sotonya den eh non..." bi Rasti bingung karena soto pertama tadi memang diperuntukan kepada Icha namun malah dimakan sama Jim. "terima kasih bi." sahut Icha sembari masih kesal sama cowok yang bernama Jim tersebut. "hey Cha, ku beritahu ya, Virni dan Bimo itu bukan anak baik." "hah apa maksudmu? Kamu tahu dari mana namaku?" Icha terperanjat betapa kaget nya Karena ternyata Jim mengetahui namanya. "halah Cha kita kan satu sekolahan..." "a-aku Ga mengenal mu, terus apa untungnya kamu ngomong seperti itu?" "aku tidak ada maksud apapun, yang penting aku memberitahu mu sebelum menyesal." "hey Cha, rupanya kamu disini! Jangan dengarkan dia Cha." Virni tiba-tiba saja datang entah dari mana padahal tadi Icha menyangka bahwa dia pulang duluan. "iya Cha, dia cuma membual." Bimo juga mengikuti Virni rupanya. "tapi tidak sejahat kamu Bim.!" entah Kenapa Bimo langsung naik pitam dibuatnya. "JANGAN MACAM-MACAM DENGAN KU KAU JIM!!!" Bimo langsung meraih dan memegang leher Jim, namun Jim cuma tersenyum simpul dengan tatapan menantang tanpa rasa takut sedikit pun terhadap Bimo yang lebih besar dari nya. "SUDAH HENTIKAN KALIAN SEMUA!!!!" tiba-tiba saja Icha berteriak kencang yang sontak membuat Virni, Bimo dan bi Rasti kaget dibuatnya karena Icha tidak pernah seperti ini sebelumnya. Bimo pun melepaskan tangannya dari leher Jim. "aduuuhhh jangan pada bertengkar..." seru bi Rasti panik. "berapa bi tadi nasi kuah soto?" "empat ribu den." setelahnya Jim melenggang keluar kantin dengan penuh yakin sementara itu Bimo masih saja memandangi nya dengan tatapan tajam penuh amarah. "Cha kenapa sih kamu tidak nunggu aku kalau mau ke kantin?" Icha cuma bengong saja karena masih memikirkan perkataan Jim barusan serta Icha merasa ada yang aneh terhadap Virni dan Bimo hari ini. Icha merasa ada sesuatu yang disembunyikan oleh Virni namun entah itu apa sebabnya tadi di kelas cuma tinggal Icha sendiri saja setelah bel pulang berbunyi namun kok Virni barusan bilang tidak mau menunggunya ini jelas sangat aneh sekali. "Woy Cha!!" "heh iya...." "ada apa sih Cha" "tidak.... Tidak ada apa-apa Vir..." "" bilang saja Cha bila kamu ada masalah. " " beneran kok Vir tidak ada apa-apa. " tiba-tiba saja Bimo langsung mendekat." Cha jangan kamu dengar apa yang dia bilang!" perintah Bimo kepada Icha dengan tegasnya." Bim sepertinya kalian sudah mengenal dia ya?" " iya dia satu sekolah sama kita cuma beda Kelas, namun dia tidak punya teman karena rese anank nya." semakin aneh saja tingkah laku Bimo dan Virni seolah bukan Bimo dan Virni yang Icha kenal. Icha semakin bingung saja dibuatnya namun Icha akan menelusuri sebenarnya apa yang terjadi kepada kedua temannya tersebut." ayo kita pulang Cha!" "kalian duluan saja... " "kamu marah ya sama kami?" "tidak kok, aku masih ingin disini sebentar saja." "ya sudah kami duluan Cha." "kamu jangan dekat-dekat dengan Jim, Cha!" tambah Bimo sebelum meninggalkan Icha sendiri di kantin sekolah. Dalam benak Icha akan mencari tahu kebenaran tentang Sukma dan juga apa yang terjadi dengan Bimo serta Virni barusan. "bi!" "iya non ada apa?" "cowok yang bernama Jim itu siapa kok aku baru lihat?" "oh Jim...." "iya bi" "itu dia rumahnya dua blok dari rumah non. Memang dia tidak populer tapi dia sangat rajin dan baik tapi...." "tapi apa bi?" "tidak kok tidak apa-apa." bi Rasti mengusap tetesan air mata di bawah kelopak matanya dan entah kenapa bi Rasti kelihatan sedih sehingga tidak dapat melanjutkan ceritanya. "ya sudah bi berapa jadinya?" "empat ribu non." "ini bi." "terima kasih non." Icha merasa ada yang aneh juga dengan bi Rasti dan Icha berfikir banyak sekali kejanggalan di hari ini seperti telapak tangan yang di balik, orang-orang berubah 180 derajad dalam sekejap. "bi boleh minta alamat Jim?" "ini bibi kasih arah-arah nya saja ya...." "iya terima kasih bi." "sama-sama non." bi Rasti menuliskan petunjuk arah kerumah Jim, Icha ingin menanyakan suatu banyak hal karena Icha berfikir mungkin saja Jim mengetahui suatu hal besar karena Jim merupakan bukan murid pindahan juga seperti yang dikatakan bi Rasti. "hmmm...kalau tidak salah ini pasti rumahnya...." Icha nampak ragu namun memberanikan diri juga untuk mengetuk pintu rumah tersebut. " dok...dok...dok...dok...." tidak lama kemudian pintu terbuka dan seseorang dibalik pintu tersebut semakin jelas terlihat. "eh masuk cha....." Icha sangat heran kenapa Jim sudah tahu namanya. "bagaimana kamu....." " tahu namamu????" Jim memotong kalimat Icha. "aku tahu sejak lama, mungkin saja kamu tidak begitu memperhatikan hal lain selain Bimo dan Virni." "Jim ada sesuatu yang ingin aku tanyakan kepadamu, mungkin saja kamu bisa membantu rasa penasaranku ini..." "tidak masalah selagi masih di batas kemampuan ku aku akan bersedia membantu mu." "Kamu kenal dengan Sukma?" raut muka Jim langsung berubah ketika Icha melontarkan pertanyaan tersebut. Entah kenapa jim bisa seperti itu, meski terlihat ekspresi yang sangat datar Icha tahu kalau Jim sebenarnya memendam kepedihan yang amat sangat. "kenapa Jim?maaf ya kalau aku lancang...hanya saja aku sangat penasaran." "ba-bagaimana kamu tahu dengan Sukma?" "aku sering bertemu dengannya secara tidak sengaja." "ini...ini tidak mungkin Cha!" "sebenarnya aku juga ingin berteman dengannya, namun setelah terakhir bertemu waktu itu aku tidak bertemu dengannya lagi, bahkan dia tidak terlihat masuk sekolah." "Cha ini sudah tidak lucu! tolong hentikan bercanda nya!!!" "Jim apa kamu lihat aku sedang bercanda? memang ada apa dengan Sukma?" "Sukma telah meninggal dunia satu tahun yang lalu...tepatnya 3 bulan sebelum kamu pindah ke sekolah ini." "APA!!!!!JANGAN BOHONG KAMU JIM ....." "apa untungnya aku bohong padamu Cha, lagian Sukma itu pacar ku." mata Jim mulai berkaca-kaca dan sedikit meneteskan air yang kemudian jatuh ke pipinya." "ma-maafkan aku Jim jika membuat mu bersedih." "tidak apa-apa....saya hanya ingin peringatkan kamu bahwa Virni dan Bimo tidak sebaik yang kamu lihat." "terima kasih sudah beritahu saya, tapi dia teman baiku..." "ingat kata-kataku Cha, nanti kamu juga akan tahu sendiri." "terima kasih jim, kalau begitu saya mau pulang dulu." "sama-sama, terima kasih juga sudah mau berkunjung ke rumahku." sampai jumpa Jim." "bye Icha." Icha pun melangkah keluar rumah Jim sementara Jim masih memandang Icha dari depan rumahnya. meski Icha sudah mendapatkan jawaban dari rasa penasaran nya, namun Icha belum begitu puas akan jawaban dari Jim. Icha ingin kembali menemui bi Rasti karena Icha merasa bi Rasti sebenarnya lebih mengetahui hal tersebut ketimbang Jim. icha juga sangat kesal kepada bi Rasti kenapa dia menyembunyikan hal ini begitu saja. "eh non Icha....apa ada yang ketinggalan non?" tanya bi Rasti heran karena Icha balik ke kantin nya lagi. "tidak bi." "terus non mau beli nasi sama kuah soto lagi? wah sayang sekali non sudah habis semua..." "tidak bi ada sesuatu hal lain." "terus?" "ini tentang anak bibi, SUKMA." "hah...maaf non sebenarnya bibi sudah mau memendam kesedihan tersebut....." "memang sebenarnya ini juga bukan urusanku, tapi aku kerap kali bertemu Sukma...." "baiklah non bibi akan bicara yang sebenarnya terjadi. Sukma merupakan anak bibi satu-satunya, tepatnya satu tahun lalu yaitu 3 bulan sebelum non Icha pindah kesini suatu kejadian yang sangat tragis menimpa Sukma." bagaimana kejadiannya bi?" Bi Rasti pun mulai cerita kepada Icha tentang kematian anaknya yang sangat tragis tersebut. "Sukma adalah anak yang penurut dan taat kepada orang tua, dia juga jarang sekali main diluar, hari-harinya dia habiskan dengan belajar, membaca buku serta membantu orang tua bahkan dia juga suka menolong orang lain, namun waktu itu entah kenapa dia pamit untuk main keluar...." Bi Rasti menghela nafas dengan sangat pelan dan berat sebelum ia kembali meneruskan ceritanya. "Semenjak dia berpamitan untuk keluar bersama temannya, entah dengan siapa dia hendak keluar bibi juga tidak ada firasat apapun waktu itu jadi juga tidak menanyakan ia keluar dengan siapa. Kami tunggu sampai malam hari dia juga tidak kunjung pulang kerumah dan akhirnya kami memutuskan mulai mencarinya dengan menanyakan ke teman-temannya namun tidak ada satupun yang tahu dimana Sukma berada. Kami pun mulai panik dan sempat juga memberitahukan kepada gurunya juga namun juga nihil. setelahnya kami bergegas untuk melaporkan kejadian tersebut kepada pihak yang berwajib namun kami juga harus menelan kekecewaan karena petugas tersebut mengatakan bahwa sebelum 24 jam belum bisa dikategorikan hilang....akhirnya kami pulang karena telah menemui jalan buntu untuk menemukan Sukma. Dan esoknya tepatnya waktu itu masih sangat pagi sekali pak Kasmin datang kerumah dengan sangat panik menggedor-nggedor pintu, dia bilang kalau dia tahu Sukma berada jadi kami pun sangat gembira waktu itu. Bibi dan Pak Harjo yaitu suami bibi mengikuti pak Kasmin yang berlari dan pikiran kami semakin campur aduk ketika pak Kasmin menuju pematang sawah. Kami sangat shock sekali dan tidak bisa berkata-kata lagi karena melihat Sukma sudah terbujur kaku penuh dengan darah." "terus polisi berkata apa ?" "tidak ada petunjuk sama sekali. jadi sampai sekarang masih belum bisa diungkap." "aku akan membantu bi Rasti untuk menemukan Jawabannya." "jangan neng, berbahaya, lagian itu sudah satu tahun yang lalu...." "tapi bi ,.....sukma tidak tenang di alam sana sampai saat ini hingga pelakunya tertangkap." "tapi bibi tidak ada urusan bilamana terjadi sesuatu terhadap neng Icha." "tidak apa-apa Bi, itu sudah niat ku sendiri untuk menolong." "oh iya Bi mau tanya satu hal lagi." "tanya apa neng?" "hmmmm...apakah Sukma waktu itu punya pacar?siapa pacarnya Bi?" "Pacar ya???hmmmm....setahu Bibi sih Icha belum punya pacar." "apakah Bibi yakin?!?" "yakin sekali neng, soalnya Sukma hampir tidak keluar rumah untuk sekedar nongkrong kecuali untuk sekolah seperti yang Bibi bilang tadi, cuma saja waktu itu saja dia untuk pertama kalinya keluar rumah dan Bibi juga tidak menaruh rasa curiga sama sekali." "terima kasih banyak Bi,...saya mau pamit dulu." "sama-sama neng, ingat neng harus hati-hati..." "siap bi!!!" Bi Rasti sebenarnya sangat cemas terhadap apa yang akan dilakukan Icha, namun tidak ada daya pula untuk mencegah Icha mengungkap kasus Sukma. Penuh pertanyaan besar dalam benak Bi Rasti bahwa polisi saja tidak bisa mengungkap, sanggupkah Icha menemukan petunjuk atas kejadian yang menimpa Sukma satu tahun silam. Icha pun mulai banyak menduga-duga tentang Jim yang tiba-tiba saja muncul dalam kehidupannya. apakah benar bahwa Jim adalah pacar Sukma? ataukah dia bohong? tapi Jim sepertinya orang yang baik dan jujur. Lantas Bi Rasti kenapa tidak mengetahui bahwa kalau Jim adalah pacar anaknya sendiri yaitu Sukma? mungkin saja Bimo dan Virni tahu sesuatu tentang Sukma. karena waktu sudah mulai sore, Icha bergegas pulang kerumah. Sialnya Icha tidak lewat jalan yang biasanya dia lewati dan malah melewati sebuah kebun kosong yang lumayan sangat luas. "aduh kenapa tadi aku lewat sini?!?" seru Icha spontan. badan Icha mulai menampakan sesuatu gejala yang aneh dan terasa semua bulunya berdiri. dari kejauhan tampak sosok yang sangat Icha kenal sekali dengan perwujutan putih. Icha tetap melanjutkan langkahnya dan sosok tersebut mulai tampak jelas dengan perlahan namun pasti. Icha ingin berbalik arah namun tidak bisa seakan dirinya tertarik untuk melangkah kearah sosok tersebut. Badan Icha serasa sulit sekali untuk di gerakan selain berjalan kearah sosok tersebut bahkan pandangan mata Icha pun juga tertuju ke sosok tersebut. Seiring Icha kian dekatnya dengan sosok tersebut hingga sangatlah terlihat jelas penampakan tersebut. "POCOOOOOOONNNNNGGGGG!!!!!" teriak Icha hingga lantas tubuhnya lunglai dan terjerembab ke tanah karena pingsan. "Bruuukkk!!!" Icha tak sadarkan diri dibuatnya karena melihat penampakan pocong. Setelah beberapa saat kemudian Icha mulai sadarkan diri dari pingsan nya. "hah aku dimana!!!!" Icha sangat kebingungan sekali karena dirinya sudah berada di sebuah kamar yang tak lain adalah kamarnya sendiri. "Kenapa aku sudah berada di kamar? perasaan tadi aku pulang dari kantin Bi Rasti lalu.....apa yang terjadi kemudian????" Icha mencoba mengingat kejadian yang baru saja menimpanya. "iya aku ingat aku melihat pocong Sukma terus kepala terasa pusing seakan badan melayang setelahnya aku sudah berada disini." "eh kamu sudah bangun Cha?" tampak dari balik pintu Ibu berjalan masuk kekamar Icha. Ibu duduk didekat Icha seraya mengusap kepala Icha bagian atas. "kamu tidak apa-apa Cha?" "Aku tidak apa-apa kok bu." "oh iya tadi yang membawamu kesini adalah seorang cowok,....." "hah!!!" "iya dia menggendong kamu kesini, katanya kamu pingsan dikebun." "kok kamu tidak bilang kalau sudah punya pacar, Cha!" "Ibu ini apaan sih! Icha belum punya pacar bu." "mana mungkin seorang cowok mau jauh-jauh menggendong kamu kalau bukan pacar kamu. kamu pintar juga memilih pacar, ganteng baik pula." "iiihhhh....ibu....!" "tuh kan bener pipimu merah jadinya..." "Eh tunggu bu, orangnya seperti apa?" "kamu ini aneh banget sih, masak pacar sendiri tidak tahu seperti apa dia?" "Ibu Icha serius nih!" "iya...iya...hmmmm....orangnya ganteng, putih, bersih, lumayan tinggi tapi tidak setinggi Bimo." "hah...jangan-jangan!!!" "kenapa Cha?!?" "tidak apa-apa!" "wah sudah main rahasiaan ya sama Ibu?" "ya sudah Ibu siapkan makan malam dulu, sebentar lagi bapak mu pulang." Ibu meninggalkan Icha sendirian di kamarnya. Icha dengan sangat yakin bahwa yang dimaksud oleh Ibu adalah Jim, yang menjadikan Icha heran adalah kenapa bisa Jim tahu kalau Icha pingsan di kebun tersebut. Anehnya Jim mau kemana dengan melewati jalan tersebut? Banyak sekali pertanyaan di kepala Icha. Icha merasakan sesuatu di tangannya yang tergenggam. dengan perlahan Icha membuka genggaman nya dan sangat terkejut sekali. "HAH APA INI! DAUN?KENAPA BISA ADA DI TANGANKU?" Icha memperhatikan daun yang di genggaman nya tersebut dan melihat ada sesuatu yang berbeda yaitu tampak seperti ada tulisan di daun tersebut. "TOLONG AKU!!!" tulisan daun tersebut. Icha mencoba membalik daun tersebut dan ada tulisan lain dibalik daun tersebut. "Diari." "Itu dia kenapa tidak terfikir olehku? besuk aku harus menemui Bi Rasti kembali." "Icha makan dulu, Ini Bapak sudah menunggu!" teriakan Ibu terdengar hingga kekamar Icha meski Ia dia di ruang makan. "Iya Bu Icha ke situ."
Terkadang ada suatu hal yang tidak diketahui oleh kita namun diketahui oleh teman dekat kita secara terperinci namun enggan untuk mengungkapkan kepada kita suatu hal tersebut tentunya ada suatu alasan yang kuat untuk bisa kita pahami ketika suatu hal tersebut terungkap dikemudian hari.