Setelah istirahat satu jam, Aska dan pak Damar melanjutkan perjalanan menuju cafe Alea's .
Tiba di Cafe Alea's, Aska melihat dirinya dari kamera ponselnya. Wajahnya nampak pucat dengan kantung mata yang terlihat hitam. Bibirnya kering memutih.
Aska menghela nafasnya. Wajahnya sekarang sangat berbeda jauh dengan wajahnya yang dulu. Sekarang sangat terlihat wajah dan tubuhnya seperti orang pesakitan.
"Pak Damar, apakah aku terlihat sangat mengerikan sekarang?" tanya Aska pada pak Damar tanpa berpaling dari kamera ponselnya.
"Tidak Den, Den Aska samgat tampan dari dulu sampai sekarang." jawab Pak Damar membesarkan hati Aska.
Memang Aska masih terlihat tampan, tapi dengan pipinya yang tirus, wajah yang pucat serta tubuh yang kurus, siapapun yang melihat Aska , pasti akan bilang jika Aska seperti orang yang lagi sakit. Karena memang pada kenyataannya Aska lagi sakit, dan sakitnya sangat parah.
"Trimakasih pujiannya pak Damar, walau aku tahu pak damar mengucapkannya hanya untuk menyenangkan hatiku." ucap Aska tersenyum kecut.
Pak Damar mengalihkan pandangannya ke arah lain, dengan mata yang berkaca-kaca.
Sangat sedih dan iba hatinya melihat keadaan Aska sekarang yang memang berbeda jauh dengan yang dulu.
"Den, Cafe nya sudah di buka, apakah kita ke sana sekarang?" tanya pak Damar.
"Pak Damar tunggu di sini saja, biar aku yang ke sana." jawab Aska, sambil membetulkan kaos dan jaketnya.
Dengan tubuh yang sebenarnya sudah terasa lemas, Aska turun dengan pasti, melangkah masuk ke dalam Cafe.
Masih sepi, karena hari masih pagi, belum ada satupun pengunjung selain dirinya.
Di lihatnya seorang wanita yang lagi sibuk di balik mejanya.
Wanita itu melihat kedatangannya, langsung berdiri dan tersenyum ramah pada Aska.
"Selamat datang di Cafe Alea's, ada yang bisa kami bantu?" tanya wanita itu dengan sangat sopan.
"Hm...Maaf sebelumnya, aku di sini dari kota N mau bertemu dengan Karin." ucap Aska. "Karin bekerja di sini kan? Karin di kota N adalah perawat pribadiku, aku ingin bertemu dengannya." lanjut Aska sedikit lelah karena harus berdiri terus.
"Apakah Karin tahu jika Anda kesini? atau anda sudah ada janji sama Karin mungkin?" tanya wanita itu yang tak lain adalah Alea.
"Karin belum tahu, aku ingin memberinya kejutan saja." jawab Aska beralasan.
"Apakah Karin ada? Dia tinggal di sini kan?" tanya Aska balik.
"Yahh benar, memang Karin tinggal di sini, tapi semalam Karin tidak pulang, kemungkinan dia pulang pagi ini kalau tidak nanti siang." jawab Alea.
"Oh ya...kenalkan nama saya Alea, teman kuliah Karin. Nama anda siapa kalau boleh tahu?"
"Aska..Aska Aliando." balas Aska.
"Emmm..kalau tidak keberatan, Karin ke mana ya sampai tidak pulang semalam?" tanya Aska penasaran.
"Ohh itu, kemarin Karin ke rumah sakit menengok kakakku Kak Edo yang lagi sakit. Dan semalam Karin memberitahu kalau tidak pulang karena menemani kakakku." jawab alea, dengan sedikit curiga melihat wajah Aska yang terlihat berubah saat Alea cerita soal kakaknya dengan Karin.
"Kalau boleh tahu, Edo itu siapanya Karin?" tanya Aska dengan hati yang tiba-tiba terasa sakit.
"Ya Tuhan, jangan bilang kalau Edo kekasih Karin." Dada aska berdebar-debar tak menentu.
"Saya harus bilang apa ya, dulu Karin adalah kekasih kakakku, karena sesuatu hal Karin meninggalkan kakakku tanpa pamit dan baru kemarin mereka bertemu." jelas Alea.
Tubuh Aska terhuyung, duduk di kursi yang kosong di sampingnya. Jantungnya terasa berhenti, jauh-jauh dia datang dari kota N ke kota A ingin segera bertemu, tapi dengan apa yang barusan di dengarnya apa yang harus dia lakukan sekarang? apakah aku harus kembali? kalau aku masih di sini apakah aku akan sanggup?" hati Aska merintih. Detak jantungnya sudah tidak teratur.
Aska mulai merasakan dirinya akan tumbang sebentar lagi, dengan tanda-tanda yang di rasakannya sekarang, wajah Aska mulai pucat memutih.
Alea yang melihat keadaan Aska yang terlihat tidak sehat segera mengambil air minum dan memberikannya pada Aska.
Aska menerimanya dengan gemetar, segera Aska mengambil obat di kantongnya yang tersisa tiga untuk hari ini saja, di ambilnya satu kemudian segera di minumnya dengan cepat.
Setelah minum obatnya Aska menelpon pak Damar.
"Pak Damar ke sini sekarang ya pak." ucap Aska menahan rasa sakit di sekujur tubuhnya. Nafasnya terasa sesak, Hidungnya mulai mengeluarkan darah segar.
Tubuh Aska lemas bersandar di punggung kursi. Pak Damar datang dengan wajah cemasnya.
"Den Aska apa yang terjadi? Den apa sudah meminum obatnya?" tanya Pak Damar panik, melihat keadaan Aska yang terlihat lebih parah dari sebelumnya.
"Aku sudah meminumnya pak, tapi sepertinya tidak berpengaruh pak. Sepertinya aku tidak bisa bertahan lagi pak, sangat sakit sekali." rintih Aska menahan rasa sakitnya, juga rasa sakit di hatinya.
Alea berdiri terpaku melihat semua yang terjadi, pikirannya bertanya-tanya siapa Aska? dan hubungannya apa dengan Karin?
Karin! ya hanya Karin yang bisa menjawab pertanyaannya. Dengan cepat Alea menelpon Karin.
"Karinnnnnn!! cepat kamu ke sini! di sini ada laki-laki yang bernama Aska saat ini terlihat sakit parah! kamu harus kesini!" teriak Alea panik.
Di rumah sakit ponsel Karin terlepas dari tangannya, semua yang di dengarnya dari Alea sama sekali tidak bisa di percayainya. "Aska! Aska di sini! di tempat Alea dan sakit parah? apa maksudnya? Aska tahu darimana kalau dia tinggal di tempat Alea? "DILA"
Pikiran Karin nampak kacau, apa yang harus di lakukannya sekarang. Edo baru sembuh dari sakit jiwanya, walau belum seratus persen sehatnya.
Dan hari ini dia akan menemani Edo jalan-jalan ke taman agar Edo bisa melihat dunia luar kembali.
Karin mengambil ponselnya dan memasukkan dalam kantong celananya. Entah apa yang ada dalam pikirannya Karin.
"Aku harus pergi." Karin mengikuti kata hatinya.
"Edooo, aku harus pergi sebentar. Aku segera kembali!" ucap Karin sedikit keras agar suaranya di dengar Edo yang sedang mandi di dalam.
Tanpa menunggu jawaban Edo, Karin berlari keluar setelah mengunci kamar Edo dari luar, untuk berjaga-jaga jika Edo mengejarnya.
Edo yang di dalam kamar mandi yang baru memakai celana dalamnya, mendengar suara Karin yang pamit pergi, langsung keluar dari kamar mandi yang tanpa sadar hanya memakai celana dalamnya saja.
Edo membuka pintu kamarnya namun terkunci, dengan sekuat tenaga Edo menggedor pintu berulang-ulang sambil meraung memanggil nama Karin.
"Karinnnn! kenapa kamu mengingkari janjimu!" ratap Edo dengan tubuhnya yang merosot ke lantai.
Karin keluar dari taxi. dan langsung masuk ke dalam cafe, di lihatnya Aska yang terbaring di sofa, dan ada Pak Damar yang duduk di dekat Aska, sedang Alea berdiri di samping pak Damar.
"Askaaaaa! Ya Tuhannn! apa yang terjadi?" pekik Karin, menghampiri Aska yang terbaring pingsan.
Karin meraih pergelangan Aska dan menekannya mendektesi denyut nadi Aska. Sangat lemah.
"Aska, sadarlah...aku tahu kamu sangat kuat, tak mudah terkalahkan. Ayoo buka matamu Ka." ucap Karin sambil mengusap kening Aska.
Baru beberapa hari tak bertemu Aska, kenapa dengan menyentuh kulit Aska ada perasaan rindu yang melanda hati Karin, seperti bertahun-tahun tak bertemu rasanya.
"Non Karin, tadi Den Aska sudah meminum obatnya, tapi obatnya tinggal untuk hari ini saja Non." jelas Pak Damar.
"Pak Damar, baiknya kita bawa Aska ke rumah sakit." ucap Karin cemas dengan keadaan Aska yang terlihat mengalami kemunduran.
"Baiklah Non." ucap Pak Damar, sambil berniat mengangkat tubuh Aska. Namun Pak Damar mengurungkan niatnya, saat Aska mulai sadar dari pingsannya.
"Jangan bawa aku ke rumah sakit Pak Damar, bawa aku pulang sekarang." ucap Aska lirih, tanpa melihat Karin yang sedang menatapnya tak mengerti.
"Apa maksudmu dengan pulang? kamu drop sekarang Ka! kamu harus ke rumah sakit sekarang!" ucap Karin keras.
"Pak Damar, bantu aku berdiri pak." perintah Aska pada Pak Damar tanpa membalas ucapan Karin.
Pak Damar segera membantu Aska berdiri dan memapahnya. Dengan tertatih Aska dan Pak Damar berjalan ke arah pintu keluar.
"Berhenti! aku bilang berhenti!" teriak Karin, jiwanya seakan terlepas, hatinya begitu sangat terluka dengan sikap Aska yang mengabaikannya.
"Kamu tidak akan pulang! kamu harus ke rumah sakit sekarang!" Karin menghampiri Aska dan mengambil alih posisi Pak Damar.
"Pak Damar biar aku yang memapahnya, kita ke rumah sakit sekarang pak." lanjut Karin.
Tubuh Aska menghindar dari pegangan Karin, menyebabkan tubuhnya sedikit limbung.
"Apa maumu sebenarnya Karin! bukannya kamu tidak perduli padaku? bukannya kamu tidak mencintaiku? bukannya aku tak berarti bagimu? terus kenapa aku harus menuruti keinginanmu! apa hak kamu mengatur hidupku Karin!" ucap Aska dengan nafas yang mulai tersengal-sengal, berpegangan di pundak pak damar agar tubuhnya tak terjatuh.
Alea yang masih berdiri terpaku di tempatnya, tak percaya dengan semua yang di dengar dan di lihatnya. Aska...Karin? apakah mereka sepasang kekasih?
Baru kali ini Karin merasakan hatinya sangat terluka mendengar perkataan Aska. Dengan hati penuh kekecewaan dan airmata yang berlinang, Karin menatap mata Aska dalam-dalam.
"Dengar Tuan Aska Aliando, aku harap setelah ini kamu akan segera mengerti." ucap Karin di tengah isakannya.
"Kamu bilang aku tidak perduli padamu kan? itu salah!! Aku sangat perduli padamu!! Kamu bilang lagi aku tidak mencintaimu? Itu juga salah!! aku mencintaimu Aska." Tangis Karin pilu menangkup wajah Aska yang pucat memerah tidak percaya dengan yang di dengarnya.
"Kamu ingin tahu, kamu berati atau tidak bagiku kan? bagiku, kamu sangat berarti Aska sangat berati. Dan yahhh, kamu memang harus menurutiku..karena aku punya hak padamu, karena aku kekasihmu." lirih suara Karin mencoba menenangkan hati Aska, agar mau menuruti keinginannya untuk pergi ke rumah sakit.
Malemmm kk,...
trimakasih sy ucapkan sebelumnya, jika suka dengan cerita ini, untuk lebih mensupport semangat saya, bisa dong kk,..memberi komentar pada ulasan , serta bintang dan vote nya,.
Trimakasih kk