webnovel

Kisah Luan - Mehrwati (Kegilaan) Bagian 2

"Maafkan aku… Maafkan aku Ibu. Aku tidak pergi… A-aku harus melakukan sesuatu…"

Chiru'un mengusap wajah anaknya, "Aku tahu. Aku sudah tahu sejak melihat matamu…"

"Kau tahu?"

"Ya… Ibu selalu tahu kalau kau sedang merencanakan atau sudah menetapkan sesuatu."

Ia merasa tidak adil, "Hah? Aku tak pernah tahu kalau Ibu sedang merencanakan sesuatu! Seperti waktu Ibu menulis nama Guru Kurt."

Chiru'un tersenyum pahit, "Itu salah satu rahasia yang Ibu takkan bocorkan, buah hatiku."

Wander hanya mengangguk. Chiru'un berbisik, "Kalau begitulah berjanjilah padaku, Wuan… Berjanjilah padaku sekali ini saja."

"Apa Ibu? Katakanlah! Aku berjanji akan melakukannya…"

Chiru'un tersenyum, "Kamu akan tinggal juga dan bertempur meskipun aku melarangmu… Tidak, aku akan membuatmu berjanji padaku untuk tetap hidup dan kembali padaku…"

"A-aku janji, Ibu."

"Ya. Itulah Janji Suci di antara kita… dan penuhilah. Ibu tidak bisa memikirkan bagaimana rasanya kehilangan kamu juga…" Ia mencium dahi Wander. Pemuda itu bisa merasakan tetesan air mata bundanya itu di keningnya.

"Aku bersumpah Ibu… Aku akan kembali kepadamu hidup-hidup!"

"Bagus. Sekarang buka telapak tanganmu…"

Wander menurut dan Chiru'un menuliskan sesuatu di tangannya dengan jarinya. Lalu pandangan Wander segera terhalang sepenuhnya oleh ratusan ribu butir-butir kecil cahaya tujuh warna. Ia tercekat, "Semoga Penguasa dan Pencipta Segala Sesuatu… Asal Segala Luan melindungi jiwamu…" Ibunya menciumnya lagi di dahi. Ia tampak begitu lelah dan mendadak merosot ke pelukan Wander.

Secara naluriah, ia menyadari bahwa sesuatu yang teramat buruk bagi ibunya baru saja terjadi, "Ibu? Ibu! Ibu kenapa?"

"… Dengarkan Wuan…! Ibu harus menceritakan hal ini!"

Meski agak bingung, Wander mendengarkan juga.

"Pada jaman dahulu kala, ada seorang manusia legendaris… Kami semua memanggilnya Master sebelum Semua Master. Ia menciptakan Luan dan memberikannya kepada muridnya… Ia punya tiga orang murid. Dua orang pria dan seorang wanita… Setelah belajar Luan dari Master, mereka menemukan berbagai keterampilan untuk mencipta Luan yang lebih baik. Seorang memasukkan Luan ke dalam senjata dan perisai… Seorang memasukkan Luan ke dalam orang-orang dan ternak… Seorang lagi memasukkan Luan ke dalam lukisan dan kain tenunan… Ketika Master mendengar perbuatan murid-muridnya ini, ia begitu marah dan berduka. Ia mengatakan bahwa sementara mereka akan menemukan kepuasan dalam perbuatan mereka, tapi tidak akan lama, sebelum mereka menyesalinya. Ia mengatakan bahwa satu di antara mereka akan gugur oleh keahliannya sendiri, seorang gugur karena iri hati, dan seorang akan bertahan hidup tapi ia akan merasa begitu kesepian… Sangat kesepian hingga hanya luan yang bisa menghiburnya, sampai ia kembali ke pangkuan Pencipta Segala Hal…"

Wander mendengarkan dengan mata terbeliak semakin lebar dan takjub. Chiru'un terus melanjutkan dengan sedih, "Murid pertama… Pedang dan perisai tempaannya lebih kuat dari yang biasa… Ia melatih murid-muridnya ilmu menempa ini, tapi Raja dan bangsawan, kesatria dan para pejuang menginginkan hasil karyanya… Ketika keserakahan dan kebencian menyelimuti hati murid-muridnya yang bersaing menjadi yang terbaik… Mereka saling membantai menggunakan tangan pejuang dan kesatria… Tidak lama berselang sebelum perang berkecamuk di seluruh negara, dan seluruh kaumnya musnah saling membunuh. Demikian luan dalam pedang dan perisai akhirnya lenyap dalam pertumpahan darah…."

"Murid kedua… Ia memberkahi orang-orang yang benar, menggemukkan ternak dan domba, membuat mereka menghasilkan susu dan benang yang berlimpah… Ia memberkati pernikahan, bayi yang lahir, rakyat kecil, dan ia disanjung-sanjung sebagai orang suci… Tapi orang-orang yang mendapatkan berkahnya dan yang tidak perlahan-lahan mulai menumbuhkan rasa iri dalam hati mereka masing-masing… Ingin lebih dan lebih, menangisi ketidak adilan berkah yang sang murid berikan pada mereka. Murid kedua merasa begitu kecewa dan marah, karena ia berpikir ia sudah selalu adil… Tapi yang ia dapatkan hanya fitnah, siksaan, dan luka. Begitu kecewa, getir, dan menyesal, akhirnya ia dibunuh orang-orang yang telah ia berkati sendiri, yang mendambakan kekuatannya… Luan untuk orang dan ternak tenggelam dalam lautan rasa iri…"

"Murid ketiga, leluhur kami semua, ia menyulam luan ke kain dan kanvas lukisan, dan ia hanya memberikannya pada orang-orang yang mengerti dan mencintai mereka apa adanya… Karena lukisan kain dan kertas itu menunjukkan kepada orang siapa mereka sebenarnya… Luan itu tak pernah berbohong atau memuji… Luan yang menunjukkan apa yang orang-orang inginkan… Baik gelap maupun terang… bahkan kebencian yang paling keji dan tersembunyi sekalipun… juga kebahagiaan terdalam dan cinta murni tak terbilang… Untuk keberanian menghadapi karyanya, hanya sedikit orang yang mengerti dirinya dan ia terbebani kutukan saudara-saudaranya… Ia begitu kesepian, dan hanya muridnya dan luan yang menemaninya… dan demikian garis pewarisan luan terus berlanjut sampai sekarang. Ingatlah pelajaran para leluhurmu, Wuan."

"Jagalah kewarasan jiwa. Jangan hanyut oleh kebencian atau kengerian, keinginan dan hasrat, kegilaan dan kegelapan. Ingat akan kisah-kisah pahit ini. Ingat bahwa hati orang-orang selalu mengandung peperangan dan kegilaaan… Kecuali mereka menyadari kegilaan mereka, mereka takkan pernah bisa keluar dari pertempuran abadi dalam jiwa mereka… dan melihat dengan mata yang jernih, dipandu oleh kebenaran yang mulia… Ingat selalu akan kegilaan, dan awasilah itu."

[Janganlah mengikuti diriku, Wuan.

Yang dulu terbawa kegilaan

Hendak menghancurkan negeri ini

Yang kini terhanyut keputusasaan

Kini memberimu berkah sekaligus beban ini

Tapi...

Semoga cahaya ini bisa memberimu kesempatan kedua

Saat kegelapan tiba...]

Wander menyahut dengan suara mantap, "Baik, Bu. Wuan janji."

Chiru'un tersenyum. Ia tidak memberitahukan pada anaknya bahwa ia telah menggunakan kekuatannya dan memasukkannya ke dalam tubuh anaknya!

Kali ini, ia bisa merasakan Segel Rahasia yang diukir dalam diri setiap Penguasa Luan bekerja, berhasil masuk dan mulus mengalir dalam tubuh anaknya, sekaligus kini melenyapkan kekuatan Luan dalam diri Chiru'un sampai sepenuhnya hilang.

Selamanya.

Berkah sekaligus kutukan.

Cinta dan dedikasi selama puluhan tahun diakhiri dengan pelanggaran akibat rasa sayang.

Selamanya ia tidak akan bisa menenun atau menghasilkan Luan apa pun lagi. Ia telah melanggar aturan suci dalam menggunakan Luan, dan selamanya ia akan merasakan kesepian dan rasa hampa yang demikian dalam, tercerai dari Luan. Tapi tidak ada hal lain yang bisa ia lakukan, karena ia juga mencintai darah dagingnya lebih dari apa pun.

Air mata Wander tidak berhenti mengalir, meski matanya sudah bengkak dan merah. Ia tidak tahu kenapa, tapi hatinya diam-diam menyadari pengorbanan ibunya untuknya. Ia bersumpah ia akan kembali, dengan selamat ke pangkuan ibunya.

Ketika anaknya sedang ingin melakukan sesuatu, ia selalu tahu …

Ia akan selalu memikirkan mereka dan mengharapkan kebahagiaan mereka…

Tapi, siapa yang bisa mengerti kesepian dan deritanya dalam kesunyian?

Siapa yang akan tahu kalau ia menginginkan sesuatu?

Ketika ia ingin membagi beban hati dan dukanya?

Tidak seorangpun benar-benar mengerti dan paham…

Betapa mulia dan sepinya hati seorang ibu…

Diberkahilah mahluk-mahluk demikian suci…

Yang selalu mengorbankan diri mereka dahulu… selalu… demi anak-anak mereka…

Next chapter