webnovel

Pertengkaran Hebat

"Eh maaf mi, piring? buat siapa mi?" belum sempat umi menjawab, suara salam mengagetkan interaksi kami.

"Assalamu'alaikum" ucap kedua orang lelaki dari luar.

🔹🔹🔹

Umi dan aku menengok ke arah sumber suara sambil menjawab salam

"Waalaikumsalam"

Tatapanku tertuju pada lelaki yang datang bersama abi

"Pak Dimas"

"Yumna" ucap kami secara bersamaan. Abi dan pak Dimas menuju meja makan menghampiri kami setelah joging di komplek.

"Kamu kok bisa di sini na?"

"Bapak sendiri ngapain di sini?"

"Saya nanya, malah balik nanya"

"Eh anu pak . . "

"Dia Tata yang pernah umi ceritakan" ucap umi menengahi kami

"Oh jadi dia tunangan abang?"

"Abang?" aku masih tidak mengerti keadaan ini

"Ah iya, Tata ini Dimas adiknya Dicky. Wajar kamu tidak mengenalnya, dia lebih memilih kuliah di Singapur dari pada di Indonesia. Padahal umi ingin mengirim ke Mesir, malah kabur ke Singapur"

"Aku kan nggak mau mi" ucap pak Dimas sedikit kesal

"Oh iya mi, mas Dicky pernah cerita"

'pantas saja mata itu tidak asing, ternyata matanya sangat mirip dengan tatapanmu mas' batinku

"Eh iya bagaimana kalian saling mengenal?"

"Emm, dia atasan Tata di kantor mi" umi menatap kami bergantian. Akhirnya kami sarapan berempat di meja makan. Lelaki di depanku bukan mas Dicky, tapi adiknya. Selesai sarapan aku membantu membereskan piring dan mencucinya.

"Dimas, kamu antar Tata ya" pinta umi

"Tidak usah mi, Tata bisa sendiri. Lagian mau ambil mobil kemarin Tata tinggal di RS"

"Iya mi"

"Ayo kenapa bengong? Udah umi tidak suka di bantah lebih baik ikuti maunya"

"Iya mi, Tata pulang dulu ya. Assalamualaikum"

"Seringlah kemari jika kamu rindu nak"

"Iya mi, assalamualakum"

"Waalaikumsalam"

Aku masuk ke mobil bersama pak Dimas, dia akan mengantarku ke RS. Hening, tidak ada obrolan sama sekali. Aku mengawali pembicaraan

"Makasih pak sudah mengantar"

"Tidak perlu terima kasih, dan jangan panggil pak. Kita nggak di kantor, dan sepertinya kita seumuran"

"Em baiklah pak, eh Dim" lelaki itu hanya tersenyum tipis

Sesekali aku melirik ponselku, masih sama tidak ada balasan sama sekali. Aku heran dan bingung dengan sikap mas Arsya, bukankah seharusnya aku yang marah?. Tidak lama kemudian kami sampai ke RS.

"Sekali lagi terima kasih Dim"

"Santai aja na, lagian aki juga ada keperulan di sini"

"Oh ya?"

"Hmm" dia hanya berguman menjawab pertanyaanku. Di sana tanpa kami sadari ada sepasang mata yang memerhatikan kami. Tidak lama kemudian ada balasan darj nas Arsya.

Arsya 💌 : "Baik, nanti siang saja di Cafe biasa" balasnya singkat. Dia bahkan tidak memanggilku sayang, atau menanyakan kabarku. Entahlah aku hanya bingung dengan sikapnya, harusnya aku yang marah bukan dia.

Aku mengambil mobilku dan menyusuri kota Malang. Tak berapa lama aku pulang ke rumah, bunda dan ayah pasti khawatir.

"Assalamualaikum"

"Waalaikumsalam, Ta kamj bikin bunda khawatir saja. Untung umi telpon dan kabari bunda sama ayah"

"Iya maafin Tata bund" aku menyesal dan memeluk bunda erat

"Ayah mana?"

"Sudah pergi ke kantor"

"Ya sudah, Tata ke kamar bentar ya bund"

Tak berapa lama aku sudah keluar kamar dengan baju santai dan kerudung instan. Beberapa jam berkutat di dapur sudah banyak kue yang selesai ku kerjakan seperti pie, cup cake, churos, kue bawang, coockies, cheese stik, emping pedas manis. Aku sengaja membuat banyak makanan untuk stok cemilan, tentu saja aku akan membawakan pie kesukaan mas Arsya.

Dua puluh menit kemudian aku selesai beberes dan bersiap ke cafe langganan. Jam sudah menunjukkan pukul 14.00 dan ternyata jalanan cukup padat.

Ku buka dan berjalan menuju ke arahnya yang sudah menungguku, di luar dugaanku mas Arsya tidak seperti biasanya. Dia marah karena aku telat 15 menit dari janji.

"Mas mau kemana?"

"KAMU TIDAK LIHAT INI JAM BERAPA?"

"Maaf mas, jalan sedikit padat dan tadi membuat ini kesukaan mas" aku gemetar, baru kali ini melihatnya marah seperti itu.

"ALASAN SAJA, AKU NGGAK SUKA KALAU NGGAK TEPAT WAKTU"

"Iya mas Yumna minta maaf, mas duduk dulu tidak enak di lihat orang" mas Arsya menuruti ucapanku.

"Apa yang mau kamu bicarakan, aku sibuk na?"

"Mas kenapa sih?"

"Aku?"

"Semenjak Putri datang, sikap kamu ke aku lain mas" aku berusaha menahan tangisanku

"Maksud kamu?"

"Sejak pertemuan kamu dengan Putri di pernikahan Fahri dan Laras, sikapmu berubah mas. Kamu nggak sama kaya sebelumnya, kamh abaikan aku. Lalu untuk apa kamu ke rumah minta maaf kalau ujungnya sama saja"

"Ini nggak ada hubungannya sama Putri"

"Jelas ada, sebelum ada dia kita baik-baik saja. Setelah dia datang, kamu bahkan selalu beralasan sibuk inilah itulah. Jangankan untuk ke rumah, aku kirim pesan saja nggak terbaca" aku menghela nafas pelan, berusaha mengungkapkan perasaanku tanpa menangis.

"Sibuk kamu bilang? sibukk sama Putri? aku sadar aku hanya tempat pelarianmu saja, iya kan? sekarang terserah sama kamu mas, aku capek"

"Kenapa kamu bilang begitu? kenapa harus marah?"

"Mas aku marah karena akh sayang sama kamu, tapi begini kelakuan kamu?"

"Lalu kamu sendiri?"

"Aku? kenapa mas nyalahin aku?"

"Nih" mas Arsya memerlihatkan fotoku yang sedang bersandar di bahu Fahri, foto kemarin di mana ada Laras di depan kami. Tapi tunggu, di foto itu hanya terlihag Fahri yang memelukku sambil mengusap menenangkanku.

"Aku bisa jelasin ini"

"Semua sudah jelas"

"Itu tidak seperti yang kamu lihat mas"

"Lalu sebenarnya?"

"Fahri memang memelukku, aku refleks bersandar padanya. Kami memang bertemu, tapi faktanya di sana juga ada Laras" aku mencoba menjelaskan keadaan sebenarnya. Aku pun memerlihatkan foto mas Arsya dengan Putri.

"Dari mana kamu dapat foto ini"

"Fahri dan Laras, kalau mas tidak percaya silahkan telpon mereka" ucapku, aku tidak ingin kesalahpahaman semakin berlarut. Kamk menelpon mereka, dan syukurlah mereka meluruskan kesalahPahaman ini.

"Lalupulang nggak kabarin?" ucapan mas Arsya sudah mulai melembut.

"Awalnya aku mau buat kejutan ke mas Arsya, Yumna udah jadi resign jadi sekarang lebih banyak waktu luang buat siapin pernikahan kita. Sampai akhirnya Laras dan Fahri meminta ketemu, mereka menunjukkan itu. Awalnya aku nggak percaya sama mereka sampai akhirnya aku ke RS dan melihat sendiri" aku menunduk menahan amarah dan tangis

"Maksud kamu?"

"Kemarin aku ke RS mau meminta penjelasan dan ternyata justru aku melihat mas memeluk Putri"

"Emm itu, aku bisa jelaskan na. Aku memeluknya tapi aku bisa jelaskan"

Deg

Hatiku rasanya perih sekali mendengar itu, aku masih menetralkan perasaanku dan berusaha menahan agar tidak menangis di depannya. Aku masih terdiam, entahlah rasanya begini amat kisah cintaku. Kapan Allah akan memberiku kebahagiaan? aku berusaha percaya kata-katanya, ya tapi entahlah.

Menguras emosi, nulisnya sambil emosi. Bayangin jadi Yumna emosinya kaya gimana? senoga segera baikan ya Hadiah anda adalah motivasi untuk kreasi saya. Beri aku lebih banyak motivasi!

Penciptaan itu sulit, dukung aku ~ Voting untuk aku!

Saya sudah memberi tag untuk buku ini, datang dan mendukung saya dengan pujian!

Apakah kamu menyukainya? Tambahkan ke koleksi!

Adakah pemikiran tentang kisah saya? Tinggalkan komentar dan saya akan menmbaca dengan serius

Lail88creators' thoughts
Next chapter