webnovel

Bab 11 ( Obat Patah Hati )

"Entahlah. Sejujurnya itu juga yang menjadi pikiranku selama beberapa waktu ini. Apa yang membuat mereka tega melakukan ini padaku. Dan... sejak kapan mereka melakukan ini padaku," tenggorokkan Monica seolah tercekik, "Tapi semakin aku memikirkanya. Aku semakin tidak menemukan jawaban. Dan hanya satu jawaban yang aku temukan bahwa mereka sekarang sudah bukan lagi menjadi bagian dari hidupku."

Martha menatap Monica dengan iba. Hal ini jelas bukanlah masalah yang kecil dan mudah.

"Sudahlah... Aku rasa lebih baik kau tidak terlalu memikirkan masalah itu lagi. Kau hanya membuang energi dan waktumu untuk hal yang tidak berguna."

Martha mencoba meringankan pikiran Monica.

"Kau tahu apa obat paling mujarab untuk wanita yang sedang patah hati?" tanya Martha sambil melirik dengan penuh arti dan tersenyum.

Monica menatapnya tidak mengerti dan mengangkat kedua bahunya tanda tidak tahu.

"Tentu saja obatnya hanya ada satu. Yaitu Shopping. Shopping Marathon Time!!" teriak Martha dengan suara yang keras yang sanggup memekakkan telinga.

Monica tertawa.

"Kau ingin menghiburku dengan mengajakku untuk berbelanja atau kau ingin memintaku untuk membelanjakanmu beberapa barang?" tanya Monica sambil memicingkaan mata.

Martha terkekeh, "Tentu saja dua-duanya. Bukankah ada istilah sekali mendayung dua tiga pulau bisa terlampaui?"

Monica hanya bisa mengeleng.

Martha menarik Monica berdiri, "Ayolah. Shopping itu adalah kegiatan paling mutakhir untuk memanjakan hati setiap wanita. Kau tidak akan pernah bosan untuk berbelanja jika kau memiliki uang. Karena itu, lets go!! Kita shopping time."

Mereka berduapun akhirnya pergi berbelanja.

***

Selama beberapa jam, Monica dan Martha sudah selesai berkeliling ke semua toko yang ada di dalam mall yang terletak tidak jauh dari kantornya berada. Alhasil, kedua tangan mereka sudah penuh dengan semua barang belanjaan. Mulai dari pakaian, tas, aksesories, kosmetik dan segala perlengkapan wanita lainnya, yang tentunya sudah membuat kalap mata dan dompet mereka.

Monica benar-benar tidak menyangka bahwa berbelanja bisa menjadi begitu sangat menyenangkan untuk dilakukan. Selama ini dipikirnya semua itu hanya akan membuang banyak waktu yang dianggapnya berharga dan ia pikir ini sangat tidak penting dan merepotkan.

Tapi pikirannya itu jelas salah besar. Kegiatan yang telah banyak dilakukan oleh para kaum hawa ini jelas sangat menarik dan menyenangkan. Apalagi jika dilakukan dalam suasana hati yang sedang sangat buruk seperti yang dirasakannya baru-baru ini.

Tanpa dirasakannya, waktu menjadi berlalu dengan begitu cepat. Padahal Monica merasa baru saja ia menginjakkan kakinya di gedung mall ini. Dan pikiran Monica yang tidak tahu kemana selama beberapa waktu ini, akhirnya bisa bekerja kembali dengan lebih baik.

Ia sudah tidak terlalu memikirkan masalahnya itu sementara ini. Berganti dengan pusing dalam memilih warna dan variasi barang yang akan dibelinya saat berbelanja.

Monica menatap Martha dengan gembira.

"Jika aku tahu berbelanja akan sangat menyenangkan seperti ini. Maka aku akan sering-sering melakukannya," seru Monica pada Martha dengan sangat bersemangat.

Martha tertawa. Ia cukup geli mendengar ucapan Monica. Jelas itu ucapan yang jarang didengarnya.

"Kau pasti adalah wanita pertama yang mengatakan hal itu. Semua wanita tahu bahwa berbelanja adalah hal yang paling menyenangkan di muka bumi ini. Bukankah kau memiliki banyak uang? Mengapa kau tidak pernah mengunakannya untuk menyenangkan dirimu sendiri? Kau pasti hidup dengan sangat membosankan, Nona Monica-ku yang terhormat," Martha menanggapi ucapan Monica dengan setengah bergurau.

"Kau benar. Selama ini karena aku terlalu sibuk dan tidak pernah punya banyak waktu, aku selalu menyuruh orang untuk membelikan segala sesuatu yang aku butuhkan. Aku jarang sekali berpergian dan berbelanja keperluanku sendiri. Karena itu aku sangat berterimakasih pada Nona Martha Suketty Limbono yang hebat ini, karena telah mengajarkanku tentang hal yang begitu penting ini,"

Monica membalas gurauan Martha dengan gurauan balik.

Keduanya sama-sama tertawa.

Setelah asyik memuaskan diri dengan berberlanja, mereka akhirnya memutuskan untuk memuaskan isi perut mereka juga. Keduanya menuju ke salah satu restoran khas thailand yang ada di dalam mall lalu duduk dan memesan makanan.

"Tapi apa Direktur Hendra akan diam saja dan tidak melakukan apapun?" tanya Martha disela-sela waktu makan mereka. Pertanyaan ini sebenarnya cukup menarik perhatiannya sejak Monica mengatakan bahwa Kakeknya itu telah tahu apa yang telah terjadi pada hubungannya yang kini telah kandas.

"Maksudmu?" Monica bertanya tak mengerti.

"Kita tahu dengan jelas bahwa Direktur Hendra.. maksudku, Kakekmu. Beliau sangat memperhatikan dan menjagamu dengan sangat. Dia adalah orang yang sangat overprotektif. Dan tentunya Kakekmu itu tidak akan tinggal diam melihat cucunya disakiti orang. Kau yang bilang sendiri kalau kakekmu sudah mengetahui masalahmu ini. Apa dia sudah mulai bertindak?" tanya Marta dengan antusias.

Monica hanya diam. Berpikir sejenak. Tidak pernah terlintas sama sekali dibenaknya bahwa hal itu akan terjadi. Tapi, mengingat sifat Kakek, tentunya kakek mungkin saja tidak akan tinggal diam. Tapi Monica sama sekali tidak ingin berasumsi yang tidak-tidak karena semua itu belum tentu terbukti.

Ini malah mengingatkannya tentang sesuatu yang penting.

"Ya, ampun!!" Monica menepuk keningnya karena frustasi.

"Martha!! Kau benar-benar merusak moodku dengan cepat. Kenapa kau harus menyebutkan nama itu sekarang? Aku rasa aku telah kehilangan napsu makanku saat ini," protes Monica kesal. Ia manatap Martha dengan tajam.

Semua hal menyenangkan yang baru saja dilakukannya tadi sirna begitu saja seperti debu.

Martha yang tidak mengerti, mengerutkan kening. Ia jelas tidak tahu apa yang salah dari ucapannya itu. Bukankah ia tidak menyebutkan nama Hendrik, mantannya itu dalam pembicaraan mereka ini? Ia hanya menyebutkan nama direkturnya yang juga sekaligus merupakan nama Kakeknya Monica. Dan salahnya itu?

"Kenapa? Apa kali ini kau juga bertengkar dengan Direktur? Tapi kali ini aku masih boleh 'kan untuk menyebut namanya? Bagaimanapun juga dia adalah Kakekmu dan tentunya bos besar kita," tutur Martha tanpa bermaksud bercanda.

"Ini sama sekali tidak lucu. Apa kau tahu apa yang dilakukan laki-laki tua itu padaku?" tanya Monica depresi. Ia hampir saja melupakan hal yang sangat penting jika saja Martha tidak menyebut nama Kakeknya itu barusan.

Martha melihat sekeliling dengan panik, "K-kau menyebut Kakekmu apa? Hei, jika ada yang mendengar ucapanmu itu dan melaporkannya pada Kakekmu. Habislah kita."

Monica bersikap masa bodoh.

"Memangnya apa yang dilakukan Kakekmu?" tanya Martha masih berekspresi takut-takut.

"Dia mau menjodohkan aku dengan laki-laki pilihannya. Kau tentu tahu bagaimana frustasinya aku," jawab Monica dengan amat kesal. Sampai detik ini Monica masih tidak percaya dengan apa yang telah dilakukan Kakeknya itu padanya.

Lelaki terbaik? Persetan dengan itu semua.

Martha yang mendengar penuturan atasannya yang dianggap berlebihan, langsung tersungkur di bangkunya.

***

Next chapter