webnovel

Penelusuran

DEAD ZONE

                   Zombie Crisis

                    -Chapter VI-

                   ™Alice POV™

Aku meminta Michael tetap waspada sebelum kami mulai memasuki lobby utama pada gedung rumah sakit Imperial. Dengan bermodalkan sebuah senjata api berjeniskan Shoutgun, mulailah aku yang segera menyandarkan punggungku pada dinding yang bersebelahan dengan pintu utama bagunan tersebut.

"Michael, bersiaplah untuk menyusuri beberapa ruangan. Apabila ada sesuatu yang mengganjal maka lakukanlah apapun yang kau bisa untuk tetap bertahan hidup."

Michael menganggukan kepalanya seraya ia berkata,

"Dimengerti Kapten!"

"Dalam hitungan ketiga, satu... Dua... Tiga, Let's Move it! Let's Move!"

*BRUUAK!

Serentak Michael segera menendang pintu bernuasa klasik tersebut dengan sekuat tenaga, dan pada saat yang bersamaan aku segera bergegas memasuki ruangan lobby tersebut dengan acungan pada senjata api pada genggaman tanganku.

Suasana sepi nan sunyi seakan menjadi saksi pada keberadaan kami saat ini, dimana aku dan Michael yang kini tengah berada di sebuah ruangan luas yang kusebut sebagai lobby yang terletak di lantai dasar pada gedung rumah sakit ini.

Warna putih mendominasi dinding di dalam gedung rumah sakit Imperial, beberapa mayat terlihat bergeletakan dengan bersimbah darah pada lantai yang bernuasa klasik, diikuti oleh beberapa potongan otak, paru-paru dan beraneka ragam organ tubuh manusia lainnya.

Mungkin Michael belum terbiasa dengan suasana menjijikan seperti ini sehingga membuatnya mual dan muntah pada sembarangan tempat.

"Huueg! Hueeag! Dasar brengsek, tempat apa ini."

"kau tidak apa-apa Mich?" tanyaku yang mulai khawatir akan kesehatannya.

"Aku akan merasa tenang bila secepatnya kita tinggalkan tempat terkutuk ini," keluhnya padaku dengan sebelah tangan yang masih terlihat memegangi perutnya.

"Jangan mengeluh karena waktu kita sangatlah terbatas."

Sekangkah demi selangkah kami pun mulai berjalan untuk menyusuri disetiap ruangan yang ada. Alhasil, tak satu pun zombie yang tampak terlihat disetiap sudut mata memandang hingga pada akhirnya langkah kami terhentikan pada lift yang masih tertutp rapat pintunya.

Aku mencoba untuk menekan salah satu tombol pembuka pintu lift, dan untuk beberapa saat kami harus menunggu hingga pintunya terbuka secara otomatis.

Suara redap langkah kaki tampak terdengar gaduh pada saat kami tengah menunggu di depan pintu lift yang masih dalam keadaan tertutup.

Sekumpulan zombie mulai berdatangan dari luar gedung dan berhasil memasuki lobby, jumlah mereka tak hanya tiga atau lima orang saja, melainkan puluhan zombie dengan wajah-wajah yang nampak haus akan darah dan mangsa yang tengah dilihatnya, yaitu kami berdua.

Michael segera mengacungkan pistolnya dalam rangka melakukan bidikan dan besiap untuk menembak kapan saja.

"Kita tidak bisa membunuh semuanya sekaligus, setidaknya aku akan menahan beberapa dari mereka hingga pintu liftnya terbuka," ucapnya dengan acungan pistol pada genggaman tangannya.

Beberapa dari mereka hampir mendekati kami dengan cara berlari secepat mungkin, namun Michael segera meletuskan pelurunya sehingga tidak sedikit dari mereka yang tumbang akibat sebuah perlawanan yang Michael lakukan dengan cara menembakan pistolnya pada setiap sasaran yang ada.

*THINGS!

Suara bell pada lift mulai terdengarkan olehku, tanda lift sudah siap untuk dipergunakan. Dengan cepat aku berusaha untuk memasuki ruangan pada lift, diikuti oleh Michael yang mulai melangkah mundur dengan jari telunjuk yang tiada hentinya memainkan pistol pada tangannya untuk menghambat datangnya musuh di sekitar.

Pintu lift segera tertutup, pada saat itulah aku dan Michael yang merasa lega karena sudah berhasil meloloskan diri dari kumpulan mayat hidup tersebut.

"Peluruku telah habis dan aku sama sekali tidak memiliki cadangan amunisi pada saku celanaku."

"Gunakan saja alat seadanya untuk bertahan hidup." ujarku.

"Terima kasih atas sarannya, ucapanmu tidak ada bedanya dengan Helen Sparingga, kalian berdua sama saja," keluhnya.

"Cerewet!"

Ketika bunyi lift berdenting maka pintunya akan terbuka secara otomatis, dimana aku yang kini tengah berada di lantai tiga dari permukaan tanah.

Cahaya lampu terus berkedip hidup dan mati tiada henti, diikuti oleh suara konsleting listrik yang mendekorasi koridor tempatku berpijak pada lantai tiga setelah pintu otomatis pada lift mulai terbuka dengan sendirinya. Beberapa ruangan kamar pasien pun tampak terlihat berjajaran dengan kondisi pintu yang masih dalam kondisi tertutup rapat.

Perlahan kucoba untuk melangkah maju dalam rangka menyusuri disetiap ruangan kamar yang ada, berharap kami dapat menemukan korban yang dapat di evakuasi tanpa adanya bekas luka akibat gigitan dari para zombie di luar sana atau pun di dalam gedung Imperial Hospital.

"Mich, kau periksa semua ruangan di sebelah kanan, sedangkan aku pada ruangan kiri," ucapku memberikan perintah pada partnerku.

"Aku mengerti!" jawabnya datar.

Aku segera membuka sebuah pintu pada salah satu kamar pasien yang terletak tak jauh dari lift.

Kosong! Tak ada seorang pun yang dapat kutemui, maupun itu adalah sesosok zombie. Aku rasa ruangan itu tampak aman, hingga pada akhirnya aku pun mulai melanjutkan penelusuran pada beberapa kamar yang lain, dan hasilnya pun tetap saja sama.

"Bagaimana hasil pencariannya Alice, apakah kau menemukan sesuatu?" tanya Michael,

Tidak ada jawaban yang harus aku ucapkan dihadapannya selain menggelengkan kepala dan berkata,

"Tak satu pun."

"Bagaimana dengan ruangan itu?" tanya Michael dengan jari telunjuk yang mengarah pada suatu titik pengelihatan. Yakni pada sebuah kamar yang terletak pada sudut ruangan.

"Entahlah, mungkin kita harus memeriksanya dan memastikan bahwa semuanya tampak aman terkendali."

Belum sempat Michael menjawab ucapanku, suatu benda logam tampak terdengar jatuh membentur lantai pada salah satu ruangan yang telah di tunjuk oleh Michael, tentu saja timbulnya suara tersebut sempat mengagetkanku untuk beberapa detik setelahnya.

*PRAANK!

"Suara apa itu!" seruku tampak curiga dengan tatapan mata yang terpaku pada suatu titik pengelihatan, yakni pada sebuah kamar yang berada jauh disana.

"Aku akan memeriksanya, kau tunggu saja disini," ucap Michael semakin menggenggam rapat belatinya.

Michael berjalan secara perlahan diiringi oleh suara redap langkah kaki yang terdengar pelan. Sesampai ia berada dibalik pintu ruangan tersebut hendaklah ia mengamati suasana di daerah sekitar sebelum beranjak pergi memasuki ruangan.

Michael menolehkan wajahnya ke arahku, dimana ia yang tengah mendapatiku yang masih dalam keadaan siaga dalam sebuah ruangan koridor.

"Terkadang nyaliku bisa menciut karena hal sepeleh seperti ini, huuft!" desisnya.

*KRIIEECK...!

Suara decitan pada pintu terdengar lirih, diikuti oleh redap langkah kaki yang mulai memasuki ruangan redup akan pencahayaan dari sinar lampu tersebut. Ruangan itu semakin gelap hingga Michael memutuskan untuk menghidupkan senternya, dalam rangka menyinari disetiap sudut pandangnya.

-Bersambung-

Next chapter