18 Sarapan

Sesaat sebelum pulang, Tasya memperlihatkan beberapa foto hasil kerajinan tanganku dari handphonenya ke seisi kelas. Sesuai dengan permintaanku, Tasya memperkenalkannya sebagai salah satu karya milik kenalannya. Teman-teman kami setuju untuk menjual hasil kerajinan tanganku di bazar. Kami bahkan sudah menentukan Tasya dan Tika yang akan menjaga stand.

Pembagian kerja untuk mendekorasi kelas juga sudah ditentukan. Termasuk dengan desain apa yang akan kami pakai. Kurasa aku bisa bekerja sama dengan teman sekelasku untuk menyelesaikan desain tema pelaut kami nanti.

Zen baru saja menawariku pulang bersamanya karena dia mengendarai motor ke sekolah. Entah apakah dia hanya basa-basi, karena dia seharusnya tahu aku pasti mengendarai sepeda ke sekolah.

"Sorry Zen, aku bawa sepeda." ujarku.

Kami baru saja melangkah melewati pintu saat aku terkejut karena menyadari keberadaan Astro. Sepertinya dia sudah menungguku sejak tadi dengan menyandarkan punggung di dinding luar kelas tepat di sebelah pintu.

"Besok kita ga usah bawa sepeda. Aku ada motor kalau kamu mau dijemput pakai motor aja." ujar Astro dengan tatapan tajam pada Zen yang segera beralih padaku dengan tatapannya yang biasa, yang mengingatkanku dengan sebuah motor sport yang kulihat di rumahnya kemarin.

"Ga perlu. Aku lebih suka bawa sepeda." ujarku sambil melangkah menjauh. Aku berharap Astro mengikutiku untuk menjauh dari Zen. Aku mempercepat langkah agar segera sampai di parkiran sepeda.

Aku menemukan beberapa perempuan saat masuk ke toilet untuk berganti pakaian. Sepertinya mereka pengguna sepeda baru hari ini. Mereka tersenyum ramah padaku, yang membuatku tak sampai hati jika tak membalas senyumnya. Aku menggunakan kubikal yang kosong untuk segera berganti pakaian dan membereskan barang-barang, lalu keluar sambil memakai topi hijau lumut favoritku.

"Kamu kenapa sih?" Astro bertanya tepat saat aku berniat menuju parkiran lebih dulu untuk akan mengabaikannya.

"Jangan cari masalah sama Zen dong." ujarku sambil berjalan lebih cepat.

Astro mendengkus pelan, "Siapa yang cari masalah sama dia?"

Aku memberinya tatapan tajam dan berharap dia berhenti berpura-pura walau tak mengatakan apapun. Dia benar-benar menyebalkan.

"Aku serius kok mau jemput kamu pakai motor kalau kamu mau."

Aku menggeleng dan menaiki sepeda mendahuluinya. Aku berbelok ke rute jalanan menuju rumah Astro saat mengingat dia akan memperlihatkan sesuatu padaku. Astro berusaha mengayuh sepedanya di sisiku walau kami hanya mengayuh dalam diam.

Saat sampai di rumahnya dia menunjuk sebuah motor yang kemarin kulihat, "Itu punyaku. Kalau kamu mau besok aku jemput pakai motor."

Aku menatap motor sportnya dengan tatapan tak percaya. Aku bisa membayangkan betapa tak nyaman duduk di jok penumpang setinggi itu. Aku mengalihkan tatapan pada Astro dan menggeleng hanya agar dia menyudahi pembahasan motor yang terasa mengganggu

"Kamu mau nunjukin apa?" aku bertanya untuk berusaha mengalihkan pembicaraan sambil membuka pintu seolah rumahnya adalah rumahku sendiri.

"Sini." ujar Astro sambil mengajakku masuk melewati ruang tengah, lalu menaiki tangga ke lantai dua. Walau sudah tak terhitung berapa kali aku ke rumah ini, aku tak pernah sekalipun naik ke lantai dua. Ini adalah pertama kalinya bagiku.

Ada tiga kamar di lantai ini, sebuah koridor kecil yang terlihat gelap dan entah mengarah ke mana, juga satu ruangan besar dan jendela kaca lebar yang bisa dibuka menuju balkon. Di ruangan besar itu ada sebuah meja kerja dengan seperangkat komputer dan laptop, tepat di sebelah kamar bertuliskan nama Astro.

Di sebelah meja komputer terdapat satu lemari kaca berukuran besar yang berisi berbagai action figure. Aku tahu beberapa action figure di antaranya adalah action figure yang beberapa tahun lalu pernah Oma berikan pada Astro sebagai rasa terima kasih karena bersedia menemaniku berbelanja.

"Tunggu di sini." ujar Astro sambil menunjuk ke sofa tak jauh dari jendela menuju balkon, lalu menghilang ke kamarnya selama beberapa lama. Dia kembali dengan pakaian yang berbeda, kaos berwarna putih dan celana pendek selutut berwarna dongker. "Mau minum apa?"

"Apa aja." ujarku sambil berjalan menuju balkon. Di sini sejuk sekali, dengan angin yang berhembus beberapa saat sekali.

Astro kembali tak lama kemudian dengan sebuah nampan berisi seteko air dingin, dua gelas dan setoples keripik kentang yang segera diletakkan di atas meja. Dia beranjak ke meja komputer dan memberi isyarat padaku untuk mendekat, "Mbok Lela lagi masak opor ayam. Nanti temenin aku makan dulu sebelum kamu pulang."

Aku mengangguk sambil menghampirinya yang sedang berdiri sambil menyalakan komputer. Dia mengetikkan password dengan cepat tanpa menoleh ke keyboard. Aku sama sekali tak bisa mengingat apa yang dia ketikkan sesaat lalu.

Aku duduk di satu-satunya kursi di depan meja itu, tepat di sebelah tempat Astro berdiri. Sesaat kemudian layar komputer mulai aktif dan aku melihat ada banyak aplikasi dan shortcut yang asing untukku. Aku cukup yakin banyak di antaranya adalah shortcut game online. Astro membuka salah satunya dan membuktikan dugaanku.

"Coba main." ujarnya sambil menggeser tubuh. Dia memberiku ruang agar aku bisa memakai keyboard dan mouse dengan leluasa.

Game itu cukup sederhana. Mirip dengan game Mario Bros versi nintendo milik Ayah. Ada rintangan-rintangan tertentu sesuai level pemain yang membuat pemain merasa tertantang untuk bisa naik ke level selanjutnya. Kurasa anak-anak usia sekolah dasar akan mudah kecanduan game ini.

"Ada 87 level di sana. Kamu butuh waktu seminggu kalau bisa lancar naik level." ujar Astro sambil tersenyum puas saat melihatku bunuh diri di awal level ketiga. "Game itu aku yang bikin."

Aku menoleh ke arahnya dengan cepat, "Apa?"

"Aku butuh waktu setahun buat bikin game itu dua tahun lalu." ujar Astro sambil menyalakan laptop yang berada di sebelahku, lalu memasukkan password dan membuka youtube. Dia mengetikkan kata kunci di kolom pencarian dan muncul banyak sekali video tutorial game. "Ini channelku. Ada dua ratus sembilan puluh ribuan subscriber di akun ini. Aku punya Silver Play Button dari youtube. Aku pajang di kamarku. Semoga aja cepet jadi sejuta biar aku punya Gold Play Button juga."

Aku menatap jumlah pengikut yang terpampang di layar laptop dengan iri. Akun youtube milikku saja baru mencapai sekitar tujuh puluh ribu pengikut.

"Masih mikir aku buang waktu sama kuota?" Astro bertanya sambil menyilangkan kedua tangan di dada. Dia terlihat puas sekali saat menatapku yang seperti orang bodoh.

"Lagi pamer ya?" ujarku dengan kesal.

"Iya dong. Aku mau nunjukin ke kamu kalau aku bukan orang yang cuma bisa buang waktu sama kuota." ujar Astro sambil berjalan menuju sofa, lalu meneguk air minum dan mengunyah beberapa lembar keripik kentang. "Ada lima gameku yang lain kalau kamu penasaran mau main."

Ekspresi menyebalkannya seperti tak henti-hentinya menungguku untuk mengakui kesalahanku. Membuatku merasa buruk dengan diriku sendiri.

"Iya deh. Aku minta maaf." ujarku setengah hati, tapi melihat Astro tertawa justru membuatku semakin kesal karena merasa kalah telak darinya. "Kenapa aku ga pernah tau soal ini?"

"Alasan yang sama kayak kamu yang ga pernah nyebut soal website sama proyek craft kamu." Astro menjawabnya dengan santai, tapi meninggalkan rasa bersalah dalam diriku. "Kemarin aku main ke website kamu sebentar. Kayaknya tampilannya udah harus diganti. Kapan terakhir kamu ganti tampilan website?"

"Emang ga pernah aku ganti dari pertama bikin. Butuh uang lumayan buat bayar orang ngerjain website. Terakhir bikin website aja keluar uang tabunganku dua bulan."

"Mau aku bantu? Aku pernah ngerjain tiga proyek website di situs freelance pas butuh uang buat beli action figure limited edition."

"Seriously?" ujarku sambil menghampirinya dengan tatapan tak percaya, lalu duduk di sebelahnya dan meneliti ekspresinya.

"Kalau kamu mau. Bayar pakai sarapan gratis dua bulan." ujar Astro dengan senyum menggodanya yang biasa.

"Okay. Deal?" ujarku sambil mengulurkan tangan untuk membut kesepakatan dengannya.

"Iya, deal. Aku yang pilih menunya dan kamu ga boleh protes." alih-alih menyambut tanganku, dia justru menuang air ke gelas dan menghabiskan isinya dalam sekali tarikan napas. Aku tahu dia sedang mengabaikanku dan entah kenapa aku merasa aneh dengan diriku sendiri.

=======

Temukan nou di Facebook & Instagram : @NOUVELIEZTE

Untuk baca novel nou yang lain silakan ke : linktr.ee/nouveliezte

Novel ini TIDAK DICETAK.

Novel pertama nou yang berjudul "Penikmat Senja -Twilight Connoisseurs-" ini EKSKLUSIF & TAMAT di aplikasi WEBNOVE.L. Pertama kali dipublish online di WEBNOVE.L tanggal 2 Juli 2019 dan selesai tanggal 29 September 2020.

Kalau kalian baca part berkoin di chapter 74 [PROYEK] & seterusnya selain WEBNOVE.L, maka kalian sedang membaca di aplikasi/website/cetakan BAJAKAN dan nou ga ikhlas kalian baca di sana. Silakan kembali ke LINK RESMI : http://wbnv.in/a/7cfkmzx

Semoga readers sehat, lapang rejeki, selalu menemukan solusi terbaik apapun masalah yang sedang dihadapi dan bahagia bersama keluarga tersayang. Nou sangat menghargai kalian semua yang mendukung novel ini dengan nulis komentar & review, juga gift karena bikin nou semangat.

Terima kasiiiih buat kalian yang SHARE novel ini ke orang lain melalui sosmed yang kalian punya. Luv kalian, readers!

Regards,

-nou-

avataravatar
Next chapter