"Kita dua orang yang berbeda, Bu. Jadi kita punya orientasi yang beda juga."
"Betul juga. Kamu yakin ga mau ikut Astro ke kelas sains? Masih ada waktu kalau mau berubah pikiran sebelum ke kepala sekolah."
Aku mengangguk dalam diam, tapi mantap.
"Bukannya Ibu ga suka kamu jadi salah satu murid Ibu. You must be a great student in my class (Kamu akan jadi murid yang hebat di kelas Ibu). Ibu cuma mau memastikan pilihan kamu sebelum kamu bener-bener jadi bagian dari kelas Ibu."
"Saya yakin. Mohon bimbingannya, Bu."
"Okay, then ... kita ke kepala sekolah dulu." ujar Bu Gres sambil merapikan beberapa berkas, lalu mengarahkanku ke sebuah ruangan di sebelah ruang guru.
Kami bertemu dengan kepala sekolah yang bernama Sugeng. Seorang pria yang sepertinya berumur 50 tahun atau lebih, tapi masih terlihat muda karena sikapnya ramah dan menyenangkan. Kami berbincang beberapa saat sebelum Bu Gres mengajakku ke kelasnya. Kelas baruku.
Kami naik ke lantai tiga, tepat di ujung lorong yang Astro tunjuk padaku beberapa saat lalu. Tak ada murid yang berkeliaran sekarang karena bel sudah berbunyi tepat saat kami berbincang dengan kepala sekolah. Namun langkah kaki kami mengundang rasa ingin tahu dari beberapa murid yang duduk di samping koridor dekat jendela.
Kami berhenti di depan pintu kelas yang tertutup, dengan plang kecil bertuliskan XI Bahasa II. Alih-alih merasa gugup, kurasa aku justru merasa bersemangat dan penasaran di saat yang sama.
"Good morning, Class." ujar Bu Gres sambil membuka pintu kelas.
"Good morning, Miss." gema seluruh suara di ruangan membuat bulu halusku meremang. Terdengar bisik-bisik saat mereka melihat ke arahku yang berjalan mengikuti Bu Gres di belakang.
"As you can see (Seperti yang kalian lihat), Ibu bawa satu orang yang akan jadi teman baru kalian. Bisa perkenalkan diri?" Bu Gres menatapku dan memberiku kesempatan untuk bicara.
"Pagi. Namaku Mafaza Marzia. Kalian bisa panggil aku Faza." aku memperkenalkan diri dengan singkat, lalu menundukkan bahu sedikit sebagai tanda perkenalan.
"Faza udah punya pacar?" tanya seorang laki-laki bersuara lantang di kursi baris belakang.
"Kenapa di pikiran kamu cuma pacar sih, Zen?" Bu Gres bertanya dengan nada mambat yang membuat seluruh kelas riuh dengan gelak tawa.
Dari depan kelas ini, aku bisa melihat seisi ruangan dengan lebih baik. Murid di kelas ini tak lebih dari 25 orang, dengan meja yang diatur terpisah satu-persatu. Aku mendapati Tasya dan Donna di deret kursi ujung belakang dan tersenyum pada mereka. Dalam hati aku berterima kasih pada Astro yang sudah memperkenalkan kami lebih dulu.
"Any other questions (Ada lagi yang mau nanya)?" bu Gres bertanya.
"Sebelumnya sekolah di mana?" tanya salah seorang anak perempuan berkacamata yang duduk di baris depan.
"Sebelum ini aku homeschooling. Ini pertama kali aku masuk sekolah formal." ujarku sambil mengedarkan pandangan ke seisi kelas yang tiba-tiba hening. Aku melihat dengan jelas ada banyak raut wajah dengan ekspresi yang berbeda. Kurasa aku bisa menebak apa saja yang ada di dalam kepala mereka.
"Kalau ga ada pertanyaan lain, sesi perkenalannya dilanjut nanti. Kalian bisa ngobrol sendiri ya. Faza bisa duduk di kursi yang kosong di belakang. Kalau butuh bantuan apapun bisa ke Tasya karena dia adalah ketua kelas di sini." ujar Bu Gres sambil menunjuk sebuah kursi di belakang Donna.
***
Beberapa saat setelah bel istirahat pertama berbunyi, terbentuk sebuah kerumunan kecil di sekitarku. Ada enam orang mengelilingiku dan bertanya macam-macam hal. Donna dan Tasya ada di antara mereka. Ada seplastik besar keripik singkong rasa keju di tengah-tengah kami karena Zen berbaik hati membaginya.
"Kamu yang tadi pagi di kantin bareng Astro bukan sih?" Siska bertanya.
"Astro?" Zen bertanya dengan tatapan terkejut padaku. Tatapannya berubah lebih terkejut saat aku mengangguk. Dia mengalihkan tatapannya pada Tasya dan Donna yang justru tersenyum padanya penuh makna.
Reno yang berdiri di sebelah Zen tertawa puas sekali, "Berat, Zen!"
"Kenal Astro dari mana?" Zen bertanya dengan tatapan tak percaya.
"Dia temen pertamaku waktu aku pindah ke sini." aku menjawab.
"Kamu sama Astro berdua ke sekolah bawa mobil?"
Aku menggeleng, "Kita bawa sepeda kok."
"Ooh, jadi sepeda yang dikerumunin anak-anak tadi itu sepeda kalian?" Fani membuka suara.
"Mm ... iya. Mungkin?"
"Ga heran awal ajaran baru ada parkiran sepeda dadakan. Ga pernah ada yang bawa sepeda sebelum ini. Kalian yang pertama. Biasanya anak-anak bawa motor sendiri atau dianter mobil." Reno menjelaskan.
"Murid beasiswa kayak aku naik angkot sih." ujar Siska.
Begitukah? Kurasa aku memiliki banyak pertanyaan untuk Astro saat kami pulang nanti.
"Gimana caranya kamu bawa sepeda? Kita pakai rok panjang begini." ujar Fani sambil menatap rok yang dikenakannya.
"Aku bawa baju ganti." ujarku sambil melirik sebuah tas jinjing yang tergantung di kursiku.
"Kalau gitu aku juga besok bawa sepeda deh. Biar sehat kayak di poster mading kita. Mana tau nanti jadi punya badan bagus kayak kamu." ujar Siska.
"Badan kamu bagus kok, Sis." ujar Tasya sambil menepuk bahu Siska.
"Tapi pipiku chubby gini. Kalau bawa sepeda mungkin nanti jadi tirus kayak eonni Korea." ujar Siska sambil mengerucutkan bibir hingga pipinya terlihat lebih tirus.
"Kamu sama Astro pacaran?" Donna bertanya.
Seketika semua orang menatapku penuh tatapan ingin tahu. Aku menggeleng singkat dan entah kenapa Zen menghela napas lega.
"Berarti kamu single kan?" Zen bertanya.
Aku hanya mengangkat bahu, tapi Zen tersenyum lebar sekali. Harus kuakui dia terlihat tampan saat tersenyum.
"Kalau aku jadi kamu, aku ga akan macem-macem." ujar Tasya.
"But she is single (Tapi dia belum punya pacar)." ujar Zen dengan senyum masih mengembang di bibirnya.
"Udah lah, Zen." ujar Reno sambil menggeleng-gelengkan kepala dengan tatapan mengasihani.
"Kamu harus hati-hati sama Angel, Za. Kalau bisa, jangan sampai ketemu." ujar Fani tiba-tiba. Entah kenapa Donna dan Tasya mengangguk setuju.
"Siapa Angel?" aku bertanya.
"Princess Angelica Kusumohardjo. Kamu pasti tau sendiri nanti. Aku ga suka sama dia. Arogan."
"Tenang. Ada Madonna yang cantik dan Tasya sang ketua kelas di sini." ujar Donna dengan senyum bangga. "Astro minta kita jaga kamu bukan tanpa sebab. Siapapun yang berani ganggu. Bilang aja."
"Kamu bisa minta bantuanku sama Reno juga kalau ada yang ganggu." ujar Zen mantap, yang membuatku merasa heran.
=======
Temukan nou di Facebook & Instagram : @NOUVELIEZTE
Untuk baca novel nou yang lain silakan ke : linktr.ee/nouveliezte
Novel ini TIDAK DICETAK.
Novel pertama nou yang berjudul "Penikmat Senja -Twilight Connoisseurs-" ini EKSKLUSIF & TAMAT di aplikasi WEBNOVE.L. Pertama kali dipublish online di WEBNOVE.L tanggal 2 Juli 2019 dan selesai tanggal 29 September 2020.
Kalau kalian baca part berkoin di chapter 74 [PROYEK] & seterusnya selain WEBNOVE.L, maka kalian sedang membaca di aplikasi/website/cetakan BAJAKAN dan nou ga ikhlas kalian baca di sana. Silakan kembali ke LINK RESMI : http://wbnv.in/a/7cfkmzx
Semoga readers sehat, lapang rejeki, selalu menemukan solusi terbaik apapun masalah yang sedang dihadapi dan bahagia bersama keluarga tersayang. Nou sangat menghargai kalian semua yang mendukung novel ini dengan nulis komentar & review, juga gift karena bikin nou semangat.
Terima kasiiiih buat kalian yang SHARE novel ini ke orang lain melalui sosmed yang kalian punya. Luv kalian, readers!
Regards,
-nou-