Gelora π SMA
Pagi hari,
Aku pun terbangun dari lelapnya tidur. Aku tidak tahu berapa lama aku terbuai di alam mimpi. Aku sadar ketika sinar matahari telah menerobos lewat jendela dan menyentil kulit putihku.
''Sugeng enjang bojo-ku ... mmmuuach!'' Suara Akim memecahkan jiwaku yang baru terkumpul separoh. Tak cukup sampai di situ. Tanpa ragu-ragu cowok berkulit sawo matang ini memberikan kecupan mesra di pipi kiriku. Kecupan hangat seperti seorang suami yang memberikan kecupan sayang pada seorang istri. Huekkk ... jadi muak aku membayangkannya!
''Kamu sudah bangun, Sayang ...'' kata Akim lagi menyadarkan aku sepenuhnya. Tubuhku masih lemas di kasur. Rasanya masih enggan untuk beranjak dari sini. Tapi pelukan Akim dari belakangku membuatku terperanjat dan ingin segera bangkit dari tempat tidur. Apalagi di bagian belahan pantat, aku merasakan ada kedutan nakal yang berasal dari gundukan tebal selangkangan Akim.
''What The Fuck!'' Aku menyiku perut Akim dan menyingkarkan jauh-jauh tubuhnya dari tubuhku.
''Hehehe ...'' Akim meringis manjah.
''Kenapa, Yang ... bangun-bangun kok, ngambek, sih? Masih kurang ya, jatah dari Abang?'' kata Akim masih dengan logat yang santai dan tenang namun menjengkelkan.
''Najisss!'' Aku menabok pantat Akim dengan bantal.
''Hahaha ...'' Akim tertawa terbahak-bahak. Heran! Senang banget bikin aku kesal. Huh!
Aku menarik nafas panjang dan menghembuskannya perlahan-lahan. Kemudian mataku liar menyapu seisi ruangan. Nampak sepi sekali. Kayak kuburan. Kenapa cuma ada aku dan makhluk alien itu. Ke mana perginya Awan, Yopi, Boni, dan Yadi?
''Kenapa, Poo ... kok, bengong kayak orang pikun aja?'' ujar Akim melihat tingkahku yang seperti orang linglung.
''Kok, udah sepi sih, Kim ... ke mana teman-teman yang lain?'' tanyaku balik.
''Mereka udah pada jalan ke pantai Sanur'' jawab Akim.
''Hah ... Apa!'' Aku terbelalak tak percaya, ''kok, kalian tidak bangunin aku, sih?'' Aku mulai kecewa.
''Tadinya kami mau bangunin kamu, Poo ... tapi kami kasihan sama kamu, karena kamu nampak pulas sekali tidurnya ...''
''Iiihhh ... terus kita ngapain di sini?'' Aku jadi kalang kabut merasa kalut sendiri.
''Kita berbulan madu dunk, Sayang ...'' timpal Akim masih dengan candaannya yang konyol.
''Iiiih ... Akiiim ... kok, kamu jahat banget, sih ... kita ke Bali 'kan buat jalan-jalan ... terus mereka kapan balik? Terus apa yang harus kita lakukan? Masa' kita cuma ngedemek di kamar aja, sih! Rugi dung, kita bayar mahal ... aku 'kan kepengen bersenang-senang.Β Hadewwhhh ...''
''Poo ... tenang ... tenang manisku, sayangku ...'' Akim berusaha menenangkan aku yang sudah mulai berbicara meledak-ledak seperti petasan.
''Gimana aku mau tenang kalau begini, ditinggal jalan-jalan sendirian di sini ... Huft ...'' Aku mengacak-ngacak rambutku sendiri. Gemas dan kecewa berat.
'''Kan ada aku, Sayang ...'' Akim mendekatiku dan mengelus-elus punggungku.
''Sayang ... sayang ... gundulmu!'' bentakku.
''Hehehe ...'' Akim malah ngikik. Bikin dongkol aja.
''Poo ... mereka ke Sanur cuma sebentar kok, hukumnya sunah ... You know sunah? Sunah is tidak wajib. Masih banyak kok, rombongan yang tidak ikut ke sana. Kalau kamu tidak percaya coba aja, cek toko sebelah ... eh maksudku kamar sebelah. Hehehe ...''
''Serius, Kim? Yang bener?''
''Iya ... ke Sanur itu hanya event tambahan buat nonton Sun Rise, doang ... momennya cuma seliprit ... bentar lagi juga mereka udah pada balik ... udah deh, pokoknya kamu tenang, aja ... selama ada Akim kamu tak perlu khawatir!''
Aku jadi sedikit lega setelah mendengar penjelasan Akim. Memang benar kata Akim. Berkunjung ke pantai Sanur cuma sebentar saja karena bukan bagian dari program utama. Tidak semua siswa harus ikut datang ke sana. Bus yang digunakan juga hanya 1 Bus rombongan. Jarak pantai Sanur dengan tempat penginapan juga sangat dekat. Bolak-balik paling cuma memakan waktu 30 menit.
''Kim ... 'kok kamu tidak ikut dengan mereka?'' Suaraku mulai melunak.
'''Kan aku mau jagain kamu, Beib ...'' Akim memasang wajah yang sok imut. Tapi menurutku gagal total. Bukannya imut tapi malah amit-amit.
''Hmmmm ... kamu pasti mau grepe-grepe aku ya, Kim?'' aku kembali meninggikan suara.
''Kamu mah berpikirnya negatif mulu sih, Poo ... aku serius mau temani kamu, tahu ...''
''O, ya?'' Bola mataku melirik ke arah Akim yang berekspresi lebih serius.
''Iya ... aku khawatir saat kamu terbangun kamu akan kebingungan karena ditinggal oleh teman-teman semua ....''
Hmmmm ... benar juga kata Akim. Duh, ternyata Akim sebegitu pengertiannya sama aku. Aku jadi merasa bersalah karena udah nethink (negative thinking) aja pada dia. Maafkan aku ya, Kim ....
''Udah mendingan kamu mandi dulu aja sana, Poo!'' Akim menepuk bahuku.
''Oke, Kim ... thanks!''
''Atau, kamu mau mandi bareng aku lagi?''
''Hmmm ... itu sih maumu, Kim ... Hweekkk!'' Aku menyulurkan lidahku panjang-panjang. Kemudian aku menyambar handuk dan segera bergegas ke kamar mandi. Tak lupa aku mengunci rapat-rapat pintu kamar mandinya agar Akim tidak bisa menyelonong masuk.
Happy Bathroom Time!
Usai mandi aku segera keluar dari kamar mandi dan bergegas berganti pakaian. Saat aku berganti pakaian aku menyadari kalau Akim tidak berada di dalam kamar hotel ini. Ke manakah gerangan dirinya pergi? Aku jadi heran, takut dan penasaran.
Namun segala rasa itu sirna seketika, pada saat aku mendengarkan suara dia berada di luar kamar ini. Diam-diam aku menguping perkataan demi perkataan yang diujarkan oleh Akim. Entah, dia mengobrol dengan siapa. Percakapannya sangat intim dan terkesan romantis seperti orang yang sedang berbicara dengan kekasihnya.
Klik!
Aku membuka sedikit pintu kamar ini dan mengintip apa yang sebenarnya terjadi. Ooohh ... ternyata Akim sedang menelpon seseorang lewat ponsel pribadinya. Siapa sih, lawan bicaranya? Kok, romantis sangat. Jangan-jangan ... (Hayoo, tak boleh ber-negative thingking lagi ya!).