Lizzy sampai di apartement Sun and Moon pada sore hari. Dia beruntung dia tak terjebak kemacetan seperti hari kemarin saat bersama dengan Saga; bahkan ketiduran di dalam mobil tahu-tahu dia sudah ada di dalam kamarnya. "Nyonya ternyata sudah pulang, bagaimana jalan-jalannya?"
"Bagus, oh iya aku membeli beberapa buah lokal untuk cemilan tolong di simpan ya Bibi Santi."
"Baik Nyonya." Lizzy lalu bergerak masuk ke dalam kamar. Mengganti pakaian dan membenah pakaian yang akan dia pakai untuk bekerja beserta peralatannya.
Beberapa file perusahaan yang masih di simpan Lizzy kembali diperiksa seksama olehnya, siapa tahu ada yang salah dan Lizzy bisa mengoreksinya malam ini. Pekerjaannya selesai beberapa menit kemudian.
Suara jam yang berdetik menemani Lizzy yang berpikir keras. Apa yang harus dia lakukan untuk mencari pelaku pencekokan Lisa? Ternyata masalah yang awalnya Lizzy pikir mudah makin rumit saja jadinya. Ada beberapa orang yang terkait.
Lizzy kemudian menggelengkan kepalanya cepat. Dia tak boleh banyak berpikir demi kesehatannya sendiri takutnya penyakitnya kambuh. Suara ketukan mengejutkan Lizzy yang lantas membuka sedikit pintu.
Saga berdiri di depan pintu dengan pakaian santainya. "Sampai kapan kau terus mengurung diri? Makan malam sudah siap." Lizzy segera keluar dari kamar secepat yang dia bisa dan mengunci pintu kamarnya juga.
Dahi Saga berkerut. "Kenapa kau mengunci pintu?" Lizzy tersenyum miring dan membalas. "Agar orang sepertimu tak mengacak-acak ruang privasiku." Saga menahan emosinya sekarang untuk membentak Lizzy. Selalu dibuat jengkel tetapi Saga memiliki rasa sayang pada Lizzy.
Pada akhirnya Saga mengalah. Mengubur emosi dan menuju ruang makan. Lizzy sama seperti biasa memiliki nafsu makan yang tinggi.
"Makanlah pelan-pelan nanti kau tersedak." Lizzy mendengus.
"Ya." jawab Lizzy singkat. Kemudian hanya bunyi sendok dan piring yang bersuara. Dalam diam, Saga terus memandang Lizzy. Dia juga melirik pada makanan yang dikonsumsi.
Saga lalu mengambil sesendok sayur dan menaruhnya di piring Lizzy. Sontak Lizzy membulatkan matanya kepada Saga tanda bahwa dia protes. "Sesekali kau harus makan sayur untuk kesehatanmu."
"Tapi hari ini aku puasa makan sayur," ketus Lizzy sambil menyisihkan sayur itu ke piring yang kosong.
"Tidak kau harus makan!" Lizzy berdecak kesal ketika Saga mengambil lagi sayur tersebut untuk diberi lagi pada Lizzy. Dia lalu berdiri hendak pergi sebab tak tahan dengan kelakuan Saga.
"Hei kau mau kemana? Kau belum menghabiskan makananmu." Lizzy berhenti dan membuang pandangannya kepada Saga.
"Napsu makanku sudah hilang karenamu!" Lizzy melangkahkan kakinya lagi dan terakhir Saga bisa mendengar suara pintu yang ditutup kasar.
"Sudahlah Tuan, Nyonya itu bukan anak kecil lagi. Biarkan saja dia melakukan apa yang dia mau." kata Santi mulai bersuara setelah agak lama bungkam.
"Tapi Santi, aku khawatir kalau dia sakit lagi." Santi mengangkat kedua sudut bibirnya. "Sepertinya Tuan sangat perhatian pada Nyonya, tak biasanya Tuan bersikap seperti itu pada Nyonya." Saga mematung.
"Bukankah dulu Tuan mengatakan bahwa Tuan akan bercerai dari Nyonya?"Tanpa mengatakan apapun Saga berdiri dari tempatnya duduk lalu pergi. Wanita berumur 40 tahunan yang sudah menjadi pelayan abdi bagi keluarga Pranaja hanya bisa menggelengkan kepalanya. "Tuan, tuan. Kalau cinta kenapa tak bilang?"
ππππ
Pagi hari menjelang, matahari belum tampak tapi Lizzy sudah sibuk di dapur. Dengan menggunakan celemek dan peralatan memasak, dia membuat sarapan telur mata sapi dan sup untuk tiga orang.
Lizzy pun sudah rapi dengan make up tipis, pakaian rapi ke kantor dan rambutnya yang ikal diikat. "Nyonya," Lizzy kaget dan hampir saja menumpahkan mangkuh yang berisi sup yang dia bawa ke meja makan.
"Kenapa anda tak membangunkan saya untuk memasak sarap.." perkataan Santi dibalas oleh Lizzy dengan isyarat.
"Kau akan membangunkan Saga.." bisik Lizzy meletakkan sup itu ke meja dan mengambil piring yang berisi sedikit nasi.
"Hari ini aku punya pekerjaan dan tak mau terjebak kemacetan itu sebabnya aku bagun lebih cepat." Lizzy duduk dan menikmati sarapan yang dia buat.
"Dengan baju seperti ini?" Lizzy mengangguk cepat. Santi bertanya dalam hati, Lisa punya pekerjaan? Kapan? Tapi sudah lama sekali dia tak bertatap muka dengan Lisa mungkin saja dia mendapat pekerjaan
"Tolong jangan katakan pada Saga kalau aku bekerja." Santi tak merespon dan berjalan menuju tempat cuci piring membereskan kekacauan yang dibuat Lizzy.
Tak lama Lizzy lalu pergi setelah pamit pada Santi menuju perusahaan M&A Corp tempatnya bekerja.
ππππ
"Selamat pagi." Sapaan Lizzy dibalas pelan oleh beberapa karyawan yang lewat. Mereka terkejut karena kedatangan Lizzy yang dianggap sebagai pimpinan galak di M&A Corp.
"Astaga, dia datang lagi! Kenapa dia tak libur saja setahun?" gerutu salah satu karyawan.
"Stt, diam kau mau Direktur Utama mendengarmu bisa-bisa kau dipecat." Lizzy sudah terbiasa dengan perkataan kasar di belakangnya toh hasilnya selama di perusahaan ini cukup memuaskan.
Atasan juga tak memprotes. Soal atasan, Lizzy baru ingat dia dipanggil oleh bosnya. "Lizzy!" suara cempreng Eka terdengar menggema di seluruh dalam banguna M&A Corp.
Eka berlari kecil menghampiri Lizzy tak peduli dengan sekitaran menatapnya tak suka. Direngkuh Lizzy dan membawanya ke pelukan hangat. "Aku merindukanmu sahabatku, akhirnya kau kerja juga."
Lizzy tertawa hangat dan menepuk punggung Eka. "Sudahlah kawan, kau membuatku malu." bisik Lizzy ke telinga Eka. Eka terkekeh pelan. Sekertaris Lizzy itu mengerti bahwa dia membuat keramaian.
"Ayo kita ke bos Daniel, dia mencarimu." Lizzy dan Eka lalu berjalan masuk ke dalam lift menuju lantai atas ke ruangan CEO. Tibanya di sana, Lizzy dengan sopan mengetuk pintu dan masuk ke dalam.
Tampaklah dua pria tampan di ruangan tersebut. Seorang CEO dan yang lainnya adalah ahli kuasa hukum M&A Corp. "Nona Lizzy Cetta, anda datang lebih cepat dari yang kuharapkan." ucap seorang pria yang duduk di meja kantor.
Dia adalah Daniel Anderson, CEO dari M&A Corp. Usianya masih tergolong muda untuk memimpin perusahaan bidang teknologi yang mendulang kesuksesan di dunia. Lizzy tersengih.
"Terima kasih bos, saya sudah menyelesaikan beberapa file yang anda tugaskan kepada saya. Ini.." Daniel mengambil beberapa file tersebut dengan senang hati.
"Aku punya tugas untukmu, tapi karena aku punya beberapa masalah jadi aku menyuruh Zayn yang akan menjelaskannya." Lizzy dan Eka menggulirkan mata mereka pada sosok pria tampan lainnya.
Zayn Fernandes sahabat Daniel Anderson, pria idola di perusahaan karena sifatnya yang dingin dan datar; Lizzy pun tak menampik pesona dari anggota keluarga termuda Fernandes. "Silakan ikuti aku." Eka kesengsem begitu Zayn membuka suara.
"Bukankah Tuan Fernandes tampan sekali, Lizzy?" Lizzy membalas respon bisikan Eka dengan anggukan dan pandangan polos .
"Aku bertanya-tanya, apa dia masih lajang?" Alis Lizzy berkedut.
"Kau ingin mengejarnya heh mimpi saja, kau pernah lihat dia itu dekat dengan seorang gadis tidak?" Eka menggeleng raut wajahnya muram seketika. Mereka akhirnya sampai di ruang kerja Zayn.
Sementara pria itu sibuk mengambil file, kedua gadis bersamanya kagum dengan ruang kerja milik Zayn. "Dia punya selera yang tinggi." bisik Eka sekali lagi. Zayn kembali menghampiri mereka.
Menyodorkan sebuah kontrak yang sudah tertanda tangani. "Ini adalah kontrak dari klien yang akan kau temui hari ini. Kau yakinkan klien itu untuk membeli beberapa produk yang kita buat karena klien ini tergolong baru dan menjanjikan."
"Oh baiklah, kapan kliennya datang?" Zayn melirik jam tangan dan menegakkan kepalanya menatap Lizzy.
"Beberapa menit lagi. Selamat bekerja Nona Lizzy." Lizzy mengucapkan terima kasih lalu keluar dari ruangan Zayn. Diliriknya sekilas kontrak itu dan diberikan kepada Eka yang menerima telepon.
"Lizzy, kliennya sudah datang." Lizzy tak langsung menuju ke sana dia mampir sebentar ke kantin untuk membeli sebotol air.
"Di mana kliennya menunggu?"
"Di ruang rapat." Lizzy segera bergerak ke ruang rapat dengan membawa sebotol air tadi. Dengan penuh percaya diri Lizzy menghampiri si klien. "Selamat pagi Tuan.."
Deg!
Lidah Lizzy kelu karena sangat terkejut. Bagaimana tidak? Saga berada di hadapannya dengan mata melebar. "Lisa!"