webnovel

Kenangan di Eastern Wallace

Selama perjalanan, pikiran Vincent dipenuhi dengan informasi yang baru saja diterimanya. Chloe memiliki seorang anak? Dan Catherine adalah anaknya? Sama sekali tidak masuk akal. Lalu bagaimana dengan ketiga adik Cathy? Apakah mereka bertiga juga anak-anak Chloe? Semakin tidak masuk akal. Chloe telah meninggal delapan belas tahun yang lalu sementara si kembar masih berusia sekitar enam belas tahun. Jika Catherine memang adalah putri Chloe, berarti Anna serta si kembar bukan adik kandung Cathy.

Kalau dipikir ulang, selain Cathy, rambut Anna dan si kembar tidak memiliki ciri khas seperti yang dimiliki anggota Paxton umumnya. Anna memiliki rambut coklat yang sangat terang ke arah pirang sedangkan rambut si kembar berwarna pirang.

Dari info yang didapatinya dia menduga Rinrin adalah putri Chloe, malah bisa jadi kemungkinan ini sangat besar. Kalau tidak, untuk apa Lest menyinggung Rinrin tadi? Lalu dugaan lainnya mengatakan Catherine adalah Rinrin? Tidak. Dia tidak bisa menerimanya. Dia tidak ingin identitas Catherine berubah menjadi seorang pewaris tahta Paxton.

Tapi... kenapa wajah batita di foto itu sangat mirip dengan Catherine? Apakah benar Catherine adalah Rinrin? Apakah benar Catherine adalah putri yang dilahirkan Chloe diam-diam? Catherine.. Rinrin.. kenapa kedua nama itu terdengar mirip sekali?

Tanpa disadarinya, air mata sudah keluar mengalir ke pipinya. Dia benar-benar takut kalau seandainya dia menemukan jawaban yang tidak diinginkannya.

Vincent menghentikan mobilnya di depan bangunan yang sangat megah dengan dua pintu gerbang yang tinggi dan kokoh.

Untuk pertama kalinya setelah sekian lama, Vincent datang ke Eastern Wallace seorang diri. Selama ini dia tidak pernah datang sendiri semenjak meninggalnya almarhum Chloeny. Entah dia ditemani Benjie, atau ditemani Greg, yang pasti dia tidak pernah datang sendiri. Bukannya dia tidak berani sendirian, tapi keluarganya melarangnya untuk memasuki rumah ini sendirian. Dia sama sekali tidak tahu alasannya.

Setelah memakirkan mobilnya, Vincent berjalan mendekati pintu gerbang dengan dua ekor singa yang saling berhadapan di masing-masing pintu. Singa yang gagah dan mengerikan. Kedua singa itu merupakan simbol organisasi rahasia Paxton. Lion Stealth yang disingkat menjadi LS.

Awalnya dia tidak tahu bahwa ada organisasi LS yang melindungi penerus tahta Paxton secara rahasia, dan dia sering berkunjung tempat kediaman Chloe tanpa mengetahui bahwa Eastern Wallace merupakan salah satu markas organisasi LS.

Kalau waktu bisa diulang, dirinya yang berusia tujuh tahun pasti memilih untuk tidak datang ke Eastern Wallace. Dia pasti tidak akan mendekati Chloe ataupun menyayanginya. Dia akan memilih untuk tidak berhubungan dengan Chloeny yang mengubahnya menjadi seseorang yang penuh waspada, dingin dan juga... mudah curiga terhadap orang asing.

Dia benar-benar berharap dia bisa mengalami proses kedewasaannya dengan normal, bukannya dengan kebencian dan perasaan bersalah. Namun... di dunia ini tidak ada yang namanya mesin waktu. Waktu tidak akan berputar kembali dan orang yang sudah mati tidak akan hidup kembali. Dia tidak akan bisa kembali dimana dia bisa memilih jalan lain.

Pintu gerbang terbuka dan seseorang membiarkan Vincent melangkahkan kakinya melewati gerbang tersebut. Eastern Wallace memang sudah tidak memiliki tuannya, namun masih dijaga oleh beberapa pelayan yang masih setia menunggu kedatangan pemilik yang baru. Alasan itulah yang disebarkan di seluruh media masa membuat Vincent tersenyum sinis karena dia tahu bukan itu alasan yang sebenarnya.

Meskipun tempat ini tidak memiliki tuan, tempat ini tetaplah markas LS. Tentu saja mereka tidak akan membiarkan markas mereka hancur.

Dia juga tahu acara peringatan kematian nona pertama yang diadakan tiap tahunnya hanya sebagai formalitas saja. Sebenarnya Martin Paxton berusaha mencari pintu rahasia di Eastern Wallace yang kini sudah ditutup rapat oleh Lest.

Mengapa Martin mengadakan acara peringatan ini? Itu karena tidak sembarang orang bisa masuk melewati gerbang utama Eastern Wallace. Bahkan James dan Martin yang merupakan senior di Paxton juga tidak diperbolehkan masuk tanpa izin. Di dunia ini hanya sedikit yang diperbolehkan masuk dengan leluasa termasuk Vincent, Benjamin dan Gregorius.

Jika ada yang melanggar, akan ada konsekuensi yang harus ditanggungnya. Salah satunya patah tulang atau kehancuran bisnis. Vincent tidak pernah menyaksikannya, tapi dia yakin itu bukanlah sekedar rumor karena tidak ada yang berani memasuki kawasan Eastern Wallace. Segala jenis pintu masuk dijaga dengan sangat ketat. Karena itulah satu-satunya kesempatan untuk menyelidiki Eastern Wallace hanyalah peringatan kematian sang nona pertama. Pintu gerbang utama Eastern Wallace hanya terbuka lebar sekali dalam setahun.

Tentu saja Martin selalu gagal dalam usaha pencariannya. Bahkan Vincent sendiri tidak begitu ingat jalan menuju ke ruang rahasia milik LS.

Vincent berhenti dan berbalik memandang pintu gerbang yang kini menutup secara perlahan. Dia ingat saat pertama kali bertemu Chloe, dia bersembunyi di balik pintu tersebut.

Entah kenapa kini kenangannya mengalir begitu saja seakan-akan dia dibawa ke masa lalu.. masa dimana dia masih memiliki hati yang murni, polos dan tidak pernah mengenal arti keterpurukan dan kebencian.

Dulu tiap kali kenangannya muncul, dia selalu melawan dan berusaha menyingkirkan kenangan itu dari pikirannya, kini dia membiarkannya mengalir begitu saja di pikirannya.

-

(Flashback dua puluh lima tahun sebelumnya)

Dua puluh lima tahun yang lalu, Chloeny kembali pulang setelah diasingkan karena penyakitnya. Chlony turun dari limusin pribadinya dan berjalan menuju ke pintu gerbang utama dengan langkah ringan. Seorang anak remaja keluar menyambutnya dengan gembira.

"Kakak!" si anak segera memeluk pinggang Chloeny. Sudah hampir dua tahun keduanya tidak saling bertemu.

"Astaga Benjie! Kau semakin besar saja."

"Nah, apa maksud kakak, aku masih bisa membesar lagi. Tinggiku pasti melebihi kakak saat aku besar nanti."

Chloe tertawa mendengar itu. "Aku akan menantikannya." tangannya mengusap sayang kepala adiknya kemudian menangkap sosok anak kecil lainnya yang sedang bersembunyi di balik pintu gerbang rumahnya. "Apa temanmu datang kemari?"

Benjie menoleh ke belakang dan melirik jahil kearah adik sepupunya.

"Bukan. Dia anak tetangga yang suka menyusup ke rumah ini." kalimat Ben membuat Chloe mendelik ke arahnya karena tahu adiknya itu pasti tidak mengatakan yang sebenarnya. Sebelum dia menegur adiknya, anak kecil yang bersembunyi tadi telah keluar dari persembunyiannya dan mencubit kedua pipi adiknya.

"Ish.. kalau jahil jangan keterlaluan."

"Hafa hang hahil?" Benjie tidak bisa mengoceh dengan benar akibat kedua pipinya yang ditarik lebar oleh anak itu.

Chloe merasa terkejut melihat adiknya itu bisa bersikap layaknya seperti anak normal. Bahkan bisa bertengkar dengan anak kecil. Luar biasanya, adiknya itu tidak membalas atau memukul anak itu. Biasanya Benjamin lebih memilih diam dan menuruti kemauan Evelyn, ibu dari adiknya itu. Benjamin juga sangat jarang bermain bersama anak-anak seusianya dan lebih suka menghabiskan waktu untuk belajar atau bermain game seorang diri.

Siapakah anak imut ini? Siapa yang telah berhasil membuat Benjamin yang seingatnya tidak pernah tersenyum atau bersikap manja dan nakal; sekarang usil dan membiarkan seseorang mencubit pipinya sambil merengek minta dilepaskan?

Chloe berpikir adiknya sudah dicubit cukup lama sehingga memutuskan untuk melerai mereka. Namun sebelum dia sempat berbicara, seorang anak perempuan muncul dan menjitak kepala si anak kecil.

"Dasar tidak sopan." tegur si anak perempuan, "Kamu juga.." kali ini menuding ke arah Benjie, "kenapa selalu usil sama Vincent?"

Chloe bisa melihat Benji merengut sambil mengusap kedua pipinya yang merah bekas cubitan. Chloe yang sebentar lagi akan merayakan ulang tahun ke tiga puluh tahun, merasa iri pada ketiga anak itu. Ketiga anak itu bersikap layaknya seperti saudara kandung. Ah, tiba-tiba saja dia merindukan adiknya, Daniel.

"Maafkan adik saya yang nakal ini. Dia ini selalu lepas kendali tiap kali Benjie menjahilinya."

Chloe tersenyum mendengar ucapan anak perempuan yang terdengar sopan. Sepertinya dia pernah melihat anak itu.

"Bukankah kau adalah anak perempuan dari Vienna?"

Anak perempuan itu menjawabnya dengan senyuman lebar.

"Benar. Nama saya Vanessa Regnz, dan ini Vincentius Regnz."

"Aahh, berarti kalian sepupunya Benjie." barulah Chloe mengerti dan melirik ke arah Benjie dengan tatapan keras untuk menegurnya "Benjie, bagaimana bisa kau bilang adik sepupumu suka menyusup ke dalam rumah?"

Benjie menundukkan kepala tidak berani menengadahkan kepalanya menatap mata Chloe. Chloe hanya mendesah namun dalam hati kecilnya dia merasa senang ternyata adiknya bisa bersikap nakal juga.

"Halo, salam kenal. Namaku Chloeny. Kalian boleh memangilku Chloe."

"Waaahh.. cantik sekali. Seperti seorang malaikat." seru Vincent tiba-tiba dengan wajah polos.

Chloe tersenyum lebar mendengar pujian itu dan mengundang mereka masuk ke dalam rumah.

Sejak hari itu baik Vincent maupun Vanessa sering datang berkunjung ke rumahnya yang disambutnya dengan senang hati. Terkadang hanya Vincent sendiri yang datang untuk memintanya diajarkan mengenai pelajaran sekolah. Dan tidak jarang Benjie menjahilinya yang juga diikuti cubitan maut milik Vincent. Lama-kelamaan pertengkaran kecil mereka membuatnya pusing.

Pada akhirnya disaat dia mulai kehilangan kesabaran, dia menatap ke arah kedua anak itu dengan tatapan mengerikan. Baik Benjie maupun Vincent tidak ada yang berani melawannya. Bahkan disaat Chloe memberi nada perintah, keduanya sama-sama tidak berani membantah.

"Kakakmu cantik.. tapi mengerikan."

"Daripada kakakmu.. cantik tapi suka mukul."

"Apa??!!" sekali lagi Vincent mencubit pipinya yang disusul dengan suara deheman dari Chloe.

"Benji, kerjakan prmu di kamar dan Vincent kalau kau selalu menanggapi kejahilannya terus, aku tidak akan mengajarimu lagi."

"Aku tidak akan mencubitnya lagi. Aku janji." seru Vincent dengan takut.

Tapi tetap saja namanya anak-anak, Vincent sering kali melupakan janjinya dan mencubit pipi sepupunya. Pernah satu kali, Vincent sudah tidak tahan dengan keusilan Benjie seperti menyembunyikan mainan mobil remot kesukaannya, Vincent mengadu pada Chloe.. merengek lebih tepatnya agar malaikat Chloe mau membelanya.

Akhirnya Benjamin diberi hukuman harus menjawab ratusan pertanyaan material sekolah yang dibuat oleh Chloe. Sejak itu Vincent menjadi anak yang suka mengadu dan Benjamin selalu diberi hukuman oleh sang kakak.

Hingga suatu hari..

"Chloe, kalau aku sudah besar nanti.. aku ingin menikah denganmu."

Chloe tertawa mendengar sebuah lamaran dari anak yang usianya jauh di bawahnya. Chloe mengacak-acak rambut hitam Vincent menganggapnya lucu.

"Sayang sekali, dia adalah milikku bocah."

Seorang pria berbadan besar tiba-tiba muncul dihadapan mereka sambil merangkul pundak Chloe. Pria itu berasal dari keluarga pejabat yang sudah dijodohkan dengan Chloe oleh Tuan besar Davone Paxton.

Vincent tidak menyukai pria itu dan memasang wajah cemberut. Karena tidak ingin melihat pria itu, Vincent berlari mencari saudara sepupunya yang sedang dihukum oleh Chloe.

"Pasti orang itu datang lagi." ujar Benji dengan nada menggoda. "Sampai kapanpun kau tidak akan bisa bersama kakakku. Aku tidak mau memberikan kakakku padamu."

"Jadi kau akan memberikannya pada orang itu?!"

Benji mengangkat bahunya dengan cuek. "Sepertinya kakakku juga menyukainya, apa salahnya?"

"Ish.. sebal." gerutu Vincent sambil mengacak buku-buku pelajaran sepupunya hingga berantakan.

"Hei!"

Vincent menjulurkan lidahnya dan berlari meninggalkan.

"Dasar bocah!" omel Benji. "Eh, aku juga masih bocah." decak Benji sambil merapikan buku pelajarannya.

Seiring berjalannya waktu, Vincent sudah melupakan lamarannya dan kini menganggap Chloe seperti kakaknya sendiri.

Bagi Vincent, Chloe bagaikan ibu yang lebih mengerikan daripada ibunya sendiri saat marah, dan seorang kakak yang menyayanginya seperti Vanesa yang menyayanginya. Bedanya, terkadang Vanessa akan berebut mainan dengan dirinya dan suka sekali memukulnya kalau kakaknya merasa jengkel. Sedangkan Chloe, dia tidak pernah merebut mainannya atau memukulnya, bahkan dia membelikan semua mainan yang diinginkannya. Dia benar-benar dimanja kalau datang ke Eastern Wallace. Karena itulah dia sangat menyukai kunjungannya ke Eastern Wallace.

Lalu saat Vincent memasuki usia tiga belas tahun, kesehatan Chloe memburuk. Chloe sering mudah jatuh pingsan dan batuk berdarah.

"Chloe, sebaiknya kita pergi ke rumah sakit. Kalau begini terus kau tidak akan pernah sembuh." desak Vincent kala itu sangat mengkhawatirkan keadaannya.

Benjamin baru saja lulus SMA dan sedang mengikuti program khusus di luar negeri, sehingga sangat jarang di rumah. Chloe juga melarang Vincent memberitahu Benjie mengenai kondisinya yang semakin buruk. Vincent merasa sangat tidak berdaya dan berharap dirinya cepat menjadi dewasa agar bisa membantu wanita yang sangat disayanginya.

"Tidak apa. Aku akan baik-baik saja."

"Tapi.."

"Bisakah kau ambilkan aku minum? Aku haus sekali."

Akhirnya Vincent menurutinya dan menuju ke dapur. Setelah dia mengisikan gelas kosong dengan air putih, Vincent segera keluar dan menuju ke kamar Chloe melewati koridor bagian belakang.

Langkahnya terhenti saat melihat gelagat aneh dari salah satu pembantu yang bekerja di Eastern Wallace. Secara refleks Vincent bersembunyi dan mengintip tiap gerak-gerik orang tersebut.

Orang itu menoleh ke kanan kiri memastikan tidak ada yang melihatnya. Kemudian menaburi sesuatu ke dalam sebuah mangkuk kecil.

Mata Vincent membelalak saat melihat motif mangkuk tersebut. Bukankah itu adalah mangkuk obat yang biasa diminum Chloe? Untuk apa orang itu menambahkan sesuatu ke dalam obat Chloe?

Vincent segera kembali ke kamar Chloe dengan memutar berharap dia belum terlambat. Dia bisa saja langsung melabrak orang itu, tapi dia hanyalah anak remaja dan tidak memiliki bukti untuk membongkar kejahatan orang itu. Karenanya dia mengambil jalan agak memutar untuk tidak membuat orang tersebut curiga.

Tepat saat dia tiba dikamar, Chloe hendak meminum obatnya dari mangkuk kecil itu. Vincent segera berlari dan menempis mangkuk yang dipegang Chloe hingga pecah terjatuh ke lantai.

"KAU! Apa yang sudah kau masukkan ke dalam obat ini? Aku melihatnya sendiri!" seketika dia tidak lagi bisa mengendalikan amarahnya.

Vincent tak bersuara saat melihat orang itu mengeluarkan sebuah pisau tajam dari bajunya. Waktu serasa berjalan dengan sangat cepat. Saat Vincent menyadari tujuan orang itu, pisau yang tajam telah melesat ke arahnya secepat kilat.

"VINCENT!"

Akhirnya sempat juga up. Semoga besok bisa up lagi.

VorstinStorycreators' thoughts
Next chapter