webnovel

Bab 58

"Cukup!!"

Tuan Arjun Saputra berteriak memecahkan suasana. Semua orang berhenti dengan aktivitasnya seketika mendengar teriakan tuan Arjun Saputra.

"Apakah kalian ingin menghancurkan kediamanku ini."

Tuan Arjun Saputra memperhatikan ke sekeliling, nampak mereka semua dalam keadaan yang begitu menyedihkan. Penampilan yang sangat berantakan dan luka-luka di sekujur tubuh.

Bruuuukkkk..

Dona ambruk jatuh pingsan. Tapi Dinda tau jika dia hanya berpura-pura. Dengan mata yang sedikit mengintip seperti itu hanya orang bodoh yang akan panik.

"Nyonya.." Denok berhambur ke arah Dona.

"Dona, bangunlah." begitu juga tuan Arjun Saputra berusaha membangunkan Dona dengan menepuk-nepuk pipinya.

"Ini pasti karena nyonya Dinda yang menampar nyonya ku sangat keras. Lihatlah tuan, pipi nyonya ku sampai memar."

"Dia saja yang lemah." Dinda menyela.

Tuan Arjun Saputra hanya menatap Dinda tajam. Dia tidak ingin berdebat dengannya. Dia memilih untuk fokus dengan Dona yang tidak sadarkan diri.

Dinda pergi, tapi bukan untuk kembali ke paviliunnya. Dia pergi untuk mengambil selang penyemprot di taman di depan paviliun tuan Arjun. Menyeretnya ke arah Dona dan memberi kode pada Daniar.

Dan byuuuurr..

Air dingin menyembur deras ke wajah Dona.

"Aargggghh sialan kau Dinda!!"

Tuan Arjun hanya terpaku ketika melihat Dona yang langsung bangkit berdiri di depannya.

"Fuuuuhh.." Dinda tersenyum menyeringai.

Tuan Arjun turut bangkit. Dan menatap Dona lekat-lekat.

"Arjun, aku hanya kaget karena tiba-tiba saja air menyembur ke wajahku. Dia keterlaluan Arjun."

Dinda menjulurkan lidahnya mengejek Dona.

"Lihat dia mengejekku Arjun." rengek Dona.

Tuan Arjun ganti menatap Dinda. Namun yang dia lihat justru lengan dan kening yang memar karena batu-batu tadi.

Tuan Arjun Saputra berlari ke arah Dinda. Menarik tubuh Dinda di pundak tuan Arjun. Seperti penculik yang membawa paksa buruannya.

"Apa ini.. Turunkan aku.. Aku mau dibawa kemana!! Aku pusing sekali Arjun!!"

Dona semakin kesal karena perlakuan tuan Arjun Saputra yang berbeda itu "Lagi-lagi bocah tengok itu!! Arrghhhh!!"

Sementara Daniar hanya terkekeh melihat Dinda yang sudah pasti akan habis karena di culik oleh tuannya itu.

---

Dugh.. Dugh.. Dugh.. Dugh..

Dinda terus memukul-mukul punggung tuan Arjun. Dia kesal karena di perlakukan seperti itu. Di gendong dengan posisi kepala di bawah, tentu saja membuatnya pening.

Tuan Arjun Saputra pergi membawa Dinda pergi keluar dari kediaman. Dia sudah sangat jengkel dengan tingkah absurd istri kecilnya itu.

Menempatkan Dinda di samping kursi kemudi, Dinda tidak melawan sekarang.

"Haaaa kita mau jalan-jalan?"

Tuan Arjun Saputra menarik kopling dan melajukan mobil mewahnya pergi.

"Kita mau kemana? Mau ngapain?" tanya Dinda terus menerus.

"Kamu ini, aku ini belum ganti baju. Lihat pakaianku kotor. Dan aku juga belum sempat mandi. Kamu ingin membuatku malu."

Tuan Arjun Saputra hanya diam, Dinda yang tau jika suaminya masih kesal itu hanya bisa memandanginya dari samping saja.

"Ciyeeee marah sama aku ya."

Tul.. Tul.. Tul.. Tul.. Dinda mencoba mencolok-colok pipi tirus tuan Arjun gemas.

"Hentikan itu sayang, aku sedang menyetir."

"Huh, terserah deh. Kalau Arjun mau marah sama Dinda. Emangnya aku salah apa? Aku tidak merasa membuat kesalahan. Membiarkan Dinda di aniaya oleh wanita ular itu. Tapi Arjun tidak menghukumnya. Bahkan dia mengatai ku anjing tadi. Ahh aku kesal sekali Arjun. Kamu harus menghukumnya. Atau.."

Cup.. Seketika bibirnya terdiam. Itu lembut dan basah.

Cling.. Cling.. Cling.. Cling.. Mata Dinda berkedip-kedip dengan wajah yang memerah.

"Sudah ngomongnya?" kata tuan Arjun.

"Kenapa kamu mencium ku tiba-tiba. Kamu.."

Cup.. Lagi-lagi bibir mereka saling menempel.

Dinda menjadi pendiam sekarang. Mungkin dia merasa sangat malu karena di perlakuan seperti itu secara tiba-tiba.

Hampir tiga puluh menit mobilnya melaju. Dinda benar-benar bungkam. Sesekali hanya melirik suaminya yang tengah fokus mengemudi.

"Lihat wajahmu itu. Seperti tomat busuk." ledek tuan Arjun.

Dinda cemberut. Menundukkan pandangannya dengan meremas ujung rok yang ia gunakan.

"Hiks.. Hiks.. Hiks.."

Tuan Arjun tentu saja terkejut. Kemudian meminggirkan mobilnya di tepi jalan.

"Kenapa kamu menangis sayang?" tanya tuan Arjun Saputra.

"Huwaaaa.."

Raung Dinda begitu membuat Tuan Arjun Saputra panik. Tiba-tiba berlinang air mata tanpa sebab yang jelas.

"Ada apa?"

"Peyukkkk.." Dinda merentangkan kedua tangannya.

Gegas tuan Arjun memenuhi keinginan Dinda untuk memeluknya.

"Yang erat meluknya." dengan sesenggukan Dinda menegur.

Tuan Arjun semakin erat memeluk Dinda.

"Kurang erat." rengek Dinda.

Tuan Arjun tidak habis pikir dengan permintaan aneh istri kecilnya itu. Tapi apa boleh buat, dia hanya bisa melakukan apa yang istri kecilnya itu minta. Kini tuan Arjun sedikit mengeluarkan tenaga untuk memeluk dengan sangat erat.

"Uhuk.. Uhuk.. Sudah sudah, aku tidak bernafas Arjun."

Tuan Arjun melepaskan pelukannya. Meletakan kedua tangannya di pipi Dinda.

"Kamu ini kenapa? Tiba-tiba menangis begitu?"

"Arjun sudah nggak sayang sama Dinda lagi. Jadi nangis."

"Nggak sayang?"

"Tuh benar kan Arjun sudah nggak sayang Dinda lagi, huwaaaa.."

"Eh nggak kok sayang, maksudku nggak begitu. Aku sayang banget banget sama kamu sayang."

"Huwaaaa.."

Tuan Arjun menggaruk-garuk rambut kepalanya. Tingkah istri kecilnya yang satu ini memang benar-benar membuat kesabarannya habis.

Memilih untuk tidak memperpanjang masalah. Tuan Arjun memilih untuk melanjutkan perjalanan kembali.

Mata Dinda berbinar ketika mendapati jalanan ibu kota yang ramai, penuh lampu warna-warni yang menerangi di sepanjang jalan.

"Kita mau kemana?" tanya Dinda antusias.

"Mau bobok." jawab tuan Arjun Saputra singkat.

"Hah bobok? Jauh-jauh ke kota hanya untuk bobok. Bahkan ini masih sore Arjun." protes Dinda.

"Ya terserah aku lah. Kan aku yang mengajakmu. Jadi kamu sekarang kamu ikuti saja apa mau ku."

"Ya ya deh, terserah Arjun saja."

Dinda bersenandung kecil menikmati perjalanannya kali ini. Menggoyang-goyangkan kepalanya mengikuti irama lagu yang tuan Arjun putar.

Tuan Arjun tersenyum, memang Dinda sepertinya sudah seperti menjadi bagian hidupnya. Sedih, senang, cemas, bahagia, khawatir dan semua yang menyangkut Dinda pasti akan tuan Arjun rasakan juga.

Mobil mewah berwarna putih itu berhenti tepat di depan lobi sebuah hotel bintang lima di tengah kota.

"Kenapa kita ke hotel?" tanya Dinda.

"Kenapa kamu panik begitu? Kamu ke hotel bersama suamimu kan bukan bersama penculik?"

"Tapi.."

Tuan Arjun Saputra terkekeh saat melihat Dinda menyilangkan kedua tangannya di dada.

"Jangan berfikir terlalu jauh nyonya kecilku. Ayo cepat."

Tuan Arjun Saputra menjulurkan tangannya. Berharap Dinda akan menyambutnya. Dan sesuai dugaan, Dinda menjulurkan tangannya agar bisa leluasa di gandeng suaminya.

"Aku dulu selalu melewati hotel ini, ini sangat mewah Arjun. Seperti istana. Dan berharap suatu saat dapat singgah dan tidur di salah satu kamar di hotel ini. Dan sekarang benar-benar menakjubkan."

"Benarkah sayang? Kalau begitu bersiap-siaplah. Kamu akan lebih takjub lagi setelah ini."

Tuan Arjun mengandeng tangan Dinda memasuki hotel itu. Dengan wajah sumringah, tuan Arjun Saputra sudah tidak sabar membawa istri kecilnya itu masuk kedalam.

"Selamat pagi tuan?"

Next chapter