webnovel

Bab 29

Tuan Arjun Saputra menatap telapak tangannya yang panas.

"Sayang maaf, apa itu sakit. Mana sini coba ku lihat, ayo aku obati."

Dinda menepis tangan tuan Arjun yang mencoba menyentuhnya "Persetan dengan cintamu itu Arjun!! Aku benar-benar benci padamu!! Pergi!!"

Dinda mendorong tuan Arjun Saputra dengan tenaga kecilnya kemudian berlari menutup pintu.

"Dinda sayang maafkan aku. Aku tidak sengaja melakukan itu."

Tidak terdengar jawaban dari Dinda, ia telah menutup semua pintu untuk tuan Arjun. Yang tidak mau mendengar segala permohonan maaf dan penyesalan darinya.

Dinda menangis meringkuk diatas kasur, hatinya benar-benar sakit. Seolah telah kehilangan segalanya, Dinda rapuh dan tidak berdaya. Walau diluar terlihat ceria dan berani, tetapi di dalam tidak ada yang tau kalau Dinda sangat rapuh dan butuh banyak cinta.

----

"Aku mengingatnya sangat jelas, saat pertama kali ospek kamu lupa membawa pulpen. Eh kamu malah mengambil punyaku yang waktu itu aku hanya membawa satu saja. Tidak mau mengaku sampai aku memaksa membuka isi pulpen itu. Karena aku menyelipkan kertas sebagai tanda tak milik. Konyol sekali." Dona tertawa saat mengingat-ingat lagi kejadian telah lalu bersama tuan Arjun Saputra.

"Really?"

"Of course, sepertinya kamu malu sekali waktu itu."

"Ya aku malu dan menyesal." kata tuan Arjun Saputra lirih.

Dona menyadari sesuatu, semenjak ia kembali setelah mengejar Dinda tiba-tiba ia berubah menjadi dingin dan seperti tidak punya gairah hidup. Dia tampak murung dengan tatapan kosong. Menjawab seadanya seperti mempunyai beban berat di kepalanya.

"Arjun, sebenarnya apa yang telah terjadi diantara kamu dan dia?" tanya Dona khawatir.

"Hah apa? Aku tidak apa, hanya memikirkan masalah pekerjaan."

"Kalau begitu sebaiknya kamu selesaikan saja pekerjaan mu."

"Apakah kamu mau beristirahat?" tanya tuan Arjun memastikan.

"Ya aku sedikit lelah sepertinya."

"Baiklah istirahat yang baik ya." tuan Arjun Saputra mengusap rambut Dona lembut kemudian beranjak pergi.

Dona hanya memandangi kepergian taun Arjun dengan terpaku. Dirinya tau sekali kalau ia sedang berbohong padanya. Dona mengenal tuan Arjun Saputra lebih dari satu dekade lamanya. Jadi mana mungkin tuan Arjun Saputra bisa berbohong dengan begitu mudahnya.

"Apakah diantara istrinya ada yang ia sayangi?" tanya Dona.

"A-anu saya enggak tau."

"Katakan saja, justru kalau aku tau itu akan lebih mudah."

"Saya hanya abdi dalem nyonya."

"Bicaralah, atau aku akan memberitahu Arjun kalau kamu tidak melayani ku dengan baik. Aku tau sekali tempramen buruknya."

"Se.. Se-sebenarnya tuan Arjun Saputra memang memiliki istri kesayangan. Sudah bukan menjadi rahasia lagi di kediaman ini kalau tuan menyayangi istri yang paling kecil."

Dona mengingat kembali, dia telah berulang kali melihat Dinda di kediaman. Terakhir tentu saat dia lewat besama David.

"Pantas saja dia terlihat tidak suka padaku. Dan Arjun seperti menjaga jarak denganku. Ternyata dia berbohong untuk menyenangkan hati ku saja."

"Nyonya jangan bersedih. Saya jadi menyesal telah memberitahu hal itu."

Dona tersenyum sembari menyentuh pelan abdi dalem itu "Aku tidak apa, sungguh. Kamu pergilah aku ingin istirahat."

"Baik nyonya."

"Tunggu, siapa nama istri kecil Arjun?" tanya Dona mencegah abdi dalem itu pergi.

"Nyonya Dinda."

"Dinda? Baiklah kamu boleh pergi."

----

Dinda tengah berbaring malam itu di paviliunnya, saat pintu kamarnya di ketuk oleh seseorang berulang kali.

"Dinda, apakah aku boleh membukanya sungguh ini sangat menganggu?" tanya Daniar pada Dinda.

"Aku tidak ingin bertemu dengan siapapun Daniar."

"Tapi Dinda, dia sudah lama di depan pintu. Apa kamu tidak merasa kasihan?"

"Untuk apa? Apakah dia kasihan padaku. Jadi untuk apa aku kasihan padanya."

"Dinda.. Setidaknya kita pastikan dulu siapa yang datang."

"Terserah kamu saja. Aku ngantuk pengin tidur hoam.." Dinda menarik selimutnya menutupi seluruh badannya.

Daniar membuka pintu perlahan, dia cukup terdiam saat melihat Dona datang di dorong abdi dalem yang ia kenal.

"Apakah Dinda nya ada?" tanya Dona dengan ramah.

"Nyonya, dia baru saja tertidur."

"Benarkah? Sepertinya aku kurang awal datangnya."

"Apa ada pesan? Biar nanti saya sampaikan?"

"Oh tidak perlu, aku akan datang lagi nanti."

"Siapa?" Dinda keluar dari kamar.

Dia tentu penasaran, ingin tau ada motif apa hingga wanita sepertinya datang ke tempatnya.

"Hai, kamu Dinda ya? Aku Dona." kata Dona sembari menjulurkan tangan kanannya meminta berjabat tangan.

"Untuk apa kamu datang ke sini?" kata Dinda mengacuhkan Dona.

Dona menarik tangannya kembali setelah di abaikan oleh Dinda "Tidak, aku datang hanya ingin menyapamu."

"Baiklah, kamu sudah melakukan itu. Jadi sekarang kembalilah. Aku sudah mengantuk."

"Ini masih sore bukan? Mengapa jiwa muda sepertimu malah seperti jompo yang suka tidur."

Dinda tidak menyangka kalau Dona begitu berani berkata-kata padanya "Terserah apa mauku, ini tempatku."

Dinda begitu tidak senang dengan keberadaan Dona yang seperti sengaja mengusiknya. Dia tidak ingin berdebat dengan wanita itu lagi.

"Kembalilah, atau penyakitmu akan semakin parah nantinya. Yang ada nanti malah semua orang akan menyalahkan ku."

"Aku benar-benar tidak menyangka, ku kira kamu adalah orang yang lemah lembut dan penyayang seperti yang di gosipkan."

"Apa kamu ingin bersikap seperti itu padamu? Sepertinya tidak, aku tidak ingin bersikap sok manis pada wanita yang merebut perhatian suamiku dariku."

"Hahaha ku acungi kamu empat jempol. Kamu pintar mencari perhatian ya. Ternyata seisi kediaman ini sangat pandai berbohong demi kepentingannya sendiri. Menjijikkan sekali." Dinda menatap sinis Dona yang ternyata tidak sebaik apa yang ia kira.

"Sebaiknya kamu mundur saja, Arjun pasti lebih peduli dengan ku di banding dengan mu?"

"Ya tentu saja. Aku tidak berpenyakitan sepertimu. Jadi mana mungkin dia peduli. Malangnya suamiku itu, saking polosnya dia sampai tidak tau kalau kamu tengah mencoba merayunya."

"Aku tidak peduli, memang yang kamu katakan itu tidak meleset satupun. Aku memang memanfaatkan kondisiku ini untuk mendapatkan hatinya kembali."

Dinda sudah terlalu malas untuk berhadapan dengan Dona yang picik itu.

"Daniar antarkan dia kembali. Aku ingin tidur sekarang. Rasanya aku harus benar-benar beristirahat yang banyak. Karena menghadapi sandiwara semua orang yang butuh tenaga yang banyak."

"Bagaimana keadaannya apakah kamu sudah menemukan keberadaannya?" tanya tuan Arjun.

"Belum tuan, tidak ada jejak sedikitpun yang ia tinggalkan. Nampaknya dia benar-benar telah merencanakannya dengan matang semuanya."

"Kamu tidak boleh lengah, serapi-rapinya ia menghapusnya pasti ada petunjuk yang ia tinggalkan. Walau sebutir pasir pun kamu tidak boleh mengacuhkannya Rendi. Ingat dia harus menerima kejahatan yang ia lakukan."

"Apakah tuan yakin masih ingin menyelidikinya? Saya takut hal yang besar akan berdampak di sini."

"Kamu tenang saja. Aku yang akan membereskan segala sesuatu yang akan terjadi di sini."

"Lalu bagaimana dengan tuan Gatot?"

"Walaupun ia terus saja mengelak, asal kita bisa menemukan keberadaannya dia tidak akan bisa berkutik lagi."

Next chapter