webnovel

Bab 03

"Berapa usia mu?"

"20 tahun nyonya."

"Benarkah? Apa kau tau kita ini seumuran tau bahkan kamu beda setahun dariku, jadi kamu tidak perlu memanggilku nyonya oke?"

"Tidak bisa ini sudah peraturan saya nyonya."

"Kamu ini." Dinda kesal saat abdi dalem itu menolak perintahnya.

"Oh iya aku ingin bertanya tentang tuan Arjun, tuan Arjun Saputra itu orangnya seperti apa sih?"

"Dia orangnya tegas dan saya harap nyonya jangan berbuat masalah dengannya juga menyinggung nya atau nanti nyonya akan di hukum."

"Di hukum, termasuk di ceraikan begitu?"

"Hush nyonya jangan bicara begitu, tuan Arjun tidak akan menceraikan istrinya."

"Kenapa begitu?"

"Karena setiap yang datang kesini, jika ingin keluar dari tempat ini harus dalam keadaan tidak bernyawa."

"Benarkah?"

"Ya Tuhan mulutku ini." Daniar menampar mulutnya sendiri.

"Kamu!!" Dinda mencegah Daniar menampar mulutnya.

"Maaf nyonya seharusnya saya tidak berbicara hal buruk pada nyonya. Silahkan nyonya hukum saya."

"Aku tidak sejahat itu."

"Ku mohon nyonya untuk tidak memasukan ke dalam hati tentang perkataan saya tadi."

"Kamu tenang saja santai saja." Dinda menepuk pundak Daniar.

Dinda sudah selesai dan seperti boneka Dinda hanya bisa pasrah saat Daniar mencoba melayaninya mulai dari memakaikan pakaiannya, memakaikan make-up, mengeringkan rambutnya dan yang lainnya.

"Sebentar lagi makan malam sudah siap nyonya akan bergabung dengan tuan Arjun dan para istri yang lain."

Mata Dinda seketika terbelalak, ia tidak bisa membayangkan akan duduk di meja yang sama dengan pria itu dan tentu saja dengan para madunya juga.

"Bagus make-up nya tipis dan tidak terlalu menor atau tebal."

Dinda memang suka berdandan sederhana, Dinda juga tidak tertarik untuk menarik perhatian pria tua itu.

Kemudian Dinda keluar dari paviliun nya menuju ke meja makan di pandu oleh Daniar. Dinda sampai saat ketiga madunya sudah sampai duluan. Ketiga wanita itu memandangi Dinda dengan tatapan aneh sekarang.

"Kamu duduk di samping Nurma." perintah Nike mengatur tempat duduk Dinda.

"Baik."

Berbeda dengan Nike dan Nurul yang sangat sinis, Nurma terlihat lebih bersahabat bagi Dinda. Dia tersenyum saat Dinda menduduki bangku kosong di sebelahnya.

"Kita duduk berdasarkan status. Istri pertama dan istri kedua duduk di samping tuan Arjun. Sementara istri ketiga dan keempat mengikuti saja." Nike nampak menekankan perbedaan status mereka.

"Baik." kata Dinda patuh.

"Dinda, kamu sepertinya tidak suka menarik perhatiannya ya?" Nurma memulai percakapan.

"Iya mbak, Dinda tidak terbiasa dengan riasan."

"Apa kamu tidak ingin mendapat kasih sayang dari tuan Arjun? Kami bahkan merias diri semenarik mungkin untuk menarik perhatian dari tuan Arjun. Tapi kamu?" Nurul menyela.

"Baguslah kamu masih sadar diri. Setidaknya aku hanya bersaing dengan dua orang saja." kata Nike angkuh.

Percakapan mereka terhenti saat salah satu seorang pengawal datang. Ketiga istri tuan Arjun segera bergegas berdiri untuk menyambut kedatangan suami mereka. Sementara Dinda hanya mengikutinya saja, karena ia belum sepenuhnya mengerti.

Klotak.. Klotak.. Klotak..

Terdengar suara sepatu melangkah masuk ke ruang makan, seorang pria gagah dan tampan datang dengan angkuh.

Dinda seolah tidak percaya dengan apa yang dia lihat. Bukan pria tua seperti yang dia kira. Dia terlihat seperti seseorang yang sempurna. Dinda menelan ludahnya sendiri. Belum pernah ia melihat pria yang semenarik itu.

"Selamat malam tuan." kata ketiga istri dengan kompak. Dinda hanya menunduk saat tuan Arjun melirik kearahnya karena tidak menyambutnya.

"Duduklah." kata tuan Arjun.

Keempat istrinya dengan patuh mengambil tempat duduk masing-masing. Makan malam telah selesai tuan Arjun segera pergi setelah selesai menyantap hidangannya, semua istri akhirnya kembali ke paviliun mereka masing-masing. Tak terkecuali Dinda.

Keesokan harinya Dinda bangun pagi-pagi sekali dan kemudian berjalan-jalan di sekitar kediaman lalu Dinda bertemu dengan Nurma. Nurma yang melihat Dinda menggandeng tangannya untuk ikut ke paviliun menemaninya minum teh.

Setelah meminum teh bersama dengan Nurma, Dinda kembali ke paviliun nya, namun pandangan matanya terhenti pada sebuah pohon rambutan di halaman belakang gedung utama.

"Itu rambutan?" tunjuk Dinda.

"Benar nyonya tapi itu.. Ah nyonya tunggu." Daniar panik saat Dinda berlari ke arah pohon rambutan itu.

"Nyonya tunggu." nafas Daniar terengah-engah mengejar Dinda.

"Nyonya mau rambutan itu?"

"Boleh?"

"Tentu saja, saya akan carikan orang untuk memetik buah rambutan itu untuk nyonya. Nyonya tunggu sebentar." Daniar bergegas berlari untuk meminta bantuan.

Dinda melihat buah rambutan itu dengan gembira, mungkin air liurnya sudah menetes deras kali ini dia sudah tidak sabar lagi ingin mencicipi rambutan yang rasanya manis itu.

"Ah kelamaan." Dinda tidak mendengarkan Daniar, Dinda kemudian memanjat pohon rambutan itu. Dalam sekejap Dinda sudah berada di atas. Memetik beberapa buah rambutan dan perlahan menjatuhkannya ke tanah.

"Sedang apa kamu?"

"Tentu saja memetik rambutan, kamu kira aku sedang membaca buku di atas pohon ini apa?" Dinda menjawab tanpa melihat siapa yang bertanya padanya.

"Apa perlu aku carikan tangga?"

"Boleh juga idemu. Nanti aku akan beri beberapa rambutan untuk mu."

"Hemm aku tidak butuh rambutan mu itu."

"Benarkah.." Dinda terkejut saat melihat tuan Arjun yang berada di bawah sana.

"Tuan.." kata Dinda lirih.

"Turunlah kamu tidak pantas melakukan ini."

"Baik tuan."

Dengan gemetar Dinda menuruni pohon itu, dia tidak berani melihat ke bawah. Nyalinya hilang untuk menghadapi pria itu.

"Argh.. Aaaa.."

Dinda terjun dari ketinggian, menimpa tubuh tuan Arjun yang dari tadi sudah berdiri di bawahnya.

Buuuggghhh.. Dinda mendarat di dada tuan Arjun. Dinda memejamkan kedua matanya karena takut. Tuan Arjun tidak berkomentar apapun dia hanya diam saat Dinda berada di atas tubuhnya.

Setelah Dinda bangun tuan Arjun sangat sibuk membersihkan tanah yang menempel di tubuhnya lalu tuan Arjun segera meninggalkan Dinda seorang diri di bawah pohon rambutan itu.

Dinda sendiri kemudian kembali ke paviliun nya, ternyata sudah ada Daniar di sana Daniar sudah mencarinya tapi tidak menemukannya dan akhirnya Daniar memilih untuk ke paviliun milik Dinda juga menunggunya di sana.

"Syukur lah nyonya sudah kembali. Aku sangat khawatir kalau terjadi sesuatu dengan nyonya."

"Jadi kamu menunggu saya di sini?"

"Iya nyonya."

"Kemarilah?"

Daniar patuh dan mendekat ke arah Dinda.

"Gadis pintar, gadis baik stop panggil saya nyonya cukup kamu memanggil aku D I N D dan A mengerti?"

"Tapi nyonya saya tidak bisa memanggil anda seperti yang anda inginkan nyonya."

"Baiklah baiklah sekarang kamu pilih memanggil ku Dinda atau.."

"Atau apa nyonya?"

"Aku akan meminta mbak Nike untuk memindahkan mu ke tempatnya bagaimana?"

"Tidak, ku mohon nyonya jangan meminta saya ke tempat nyonya Nike."

"Kamu takut? Maka turuti lah saja perintahku."

"Baik nyo.."

"Apa kamu bilang!!"

"Baiklah Dinda." kata Daniar ragu.

"Bagus, nah begitu dong kan enak di dengar nya."

"Kamu mau kemana Dinda?"

"Aku mau keluar mau jalan-jalan."

"Tunggu biar saya antar."

Dinda kemudian keluar dari paviliun nya di temani oleh Daniar berkeliling komplek tempat tinggalnya yang lebih tepat dikatakan penjara itu.

Sampai Dinda menghentikan langkahnya saat Dinda melihat Nike menangis keluar dari paviliun tuan Arjun.

"Kenapa dia? Apa tuan Arjun Saputra menyakitinya?"

Daniar menarik tangan Dinda untuk bersembunyi.

"Hust, jangan sampai nyonya Nike melihat kita atau nanti kita bisa di hukum."

"Kenapa kita harus di hukum, aku itu hanya penasaran saja kenapa dia menangis seperti itu."

"Mungkin karena penolakan dari tuan Arjun, Dinda."

"Apakah pria tua itu suka menyakiti hati istrinya?"

Next chapter