webnovel

BAB 45. MAAF

Papa menutup pintu kamarku.

"Apakah kau tidak bisa memutuskan hubunganmu dengan pria itu?" tanyanya pelahan.

"Papa..." isakku ".. anak di perutku adalah anaknya, bagaimana mungkin Papa memintaku berpisah dengannya."

Papa merangkulku dan membiarkanku menangis di dadanya. Dielusnya kepalaku untuk menenangkanku.

"Aku masih ingat kamu jarang sekali menangis sejak kau masih kecil. Jika kau menangis itu karena kau benar-benar tersakiti." ucapnya dengan suram. "Kau gadisku yang kuat."

Papa menahan dirinya untuk tidak larut dan menangis bersamaku.

"Margaret, maafkan Papa. Harusnya Papa lebih memperhatikanmu"

Malam itu kita semua duduk di meja makan dengan perasaan masing-masing.

"Apa kau sudah bebaskan Ibu Aryo?" tanyaku sambil mengiris steak daging kesukaanku.

"Hmmm.."

Daniel tidak menjawab dengan jelas.

Malam itu Daniel masuk ke kamarku. Sebelum dia mencoba berbuat sesuatu, aku menunjukkan luka-lukaku akibat memanjat tembok dan terkena duri tanaman saat aku bersembunyi.

"Aku benar-benar ingin kembali ke Batavia." ujarku lemah.

"Apa kau sudah yakin tidak ingin melihatnya lagi?" tanyanya mencibir.

Aku menghela nafas dan menggelengkan kepalaku.

"Aku hanya ingin pulang."

Aku menunduk menatap perutku yang kian membuncit.

"Ini bukan anakmu. Kamu tidak perlu bertanggung jawab atas dia. Biarlah aku yang menanggungnya sendiri."

Daniel beringsut lebih dekat. Dia menyentuh luka-luka yang ada di lengan dan jari-jariku.

"Apa yang sudah kau lakukan?" tanyanya pelan.

Wajahnya menjadi lebih lunak, tidak mengeras seperti biasanya.

"Aku tidak perlu menceritakan bagaimana aku keluar. Tapi bekas tali dan pakaianku yang robek masih ada jika kau ingin melihatnya."

"Margaret.."

Diraihnya jemariku. Dia menatap lukaku dengan wajah sedih, seakan dia yang terluka.

"Daniel, lepaskanlah aku. Aku tidak pantas untukmu." suaraku semakin menghilang.

Sepertinya aku sudah cukup meyakinkannya. Semoga dia mau melepaskanku.

"Ada banyak wanita yang lebih baik dariku. Bahkan Genduk.. Masih lebih baik dariku."

Dia hanya menatapku tanpa bicara. Aku benar-benar tidak mampu membaca apa yang dipikirkannya. Tapi yang pasti aku tidak bisa menggunakan cara yang keras kepadanya.

"Daniel, kau pria yang baik. Sungguh. Kau pantas mendapatkan yang lebih baik dariku."

Tiba-tiba dia bangkit dan keluar dari kamarku. Namun tak lama dia kembali kedalam kamarku. Dia membawa kotak obat untukku.

Ketika bersama Aryo setengah mati kututupi bahwa aku tergores di banyak tempat. Dan untunglah pondok itu minim penerangan, sehingga dia tidak terlalu memperhatikannya.

Daniel mengambil kapas dan mencoba mengobati luka-lukaku.

"Tidak perlu kau lakukan itu. Pelayan sudah melakukannya untukku." ujarku kepadanya.

"Tapi aku ingin melakukannya untuk istriku." sahutnya.

Kali ini aku tidak ingin melawannya.

Daniel merawat luka di tanganku dengan baik. Lalu beralih ke kakiku. Aku menyibak selimut yang menutupi kakiku.

Beberapa goresan ada di betis kiriku dan bahkan ada memar di kedua pahaku.

Dia berkali-kali menelan ludah saat menyibak rok yang menutupi kakiku.

"Margaret..."

Suaranya tertahan.

"Aku... Aku... Tidak bisakah aku memilikimu?" katanya dengan ragu-ragu.

Sama sekali tidak ada paksaan dalam suaranya.

Aku menunduk dengan perasaan tidak menentu. Ada rasa bersalah dan kecewa sekaligus. Ingin rasanya menenggelamkan diriku di Samudra Hindia.

Sial!! Sial kenapa aku harus merasa menyakiti Daniel. Tapi aku juga tak mampu lepas dari Aryo. Aku terlalu mencintainya.

Perasaan yang dulu selalu kuanggap konyol. Kini menjangkitiku bagai penyakit akut.

"Margaret, aku akan memaafkanmu, tapi putuskan hubunganmu dengan pria itu."

Next chapter