webnovel

Permainan Roy

Sedih dan kecewa.. itulah yang kurasakan saat aku berjalan meninggalkan Aris saat itu. Aku tidak menyangka, Aris bisa melanggar janjinya dengan menceritakan semua masalahku itu pada Ryan dan juga Shina. Aku masih menangis sambil berjalan meninggalkannya, hingga tiba-tiba seseorang menghubungi handphoneku.

Nomornya tidak diketahui (private number), aku pun langsung menjawabnya

"Halo Lena Sayang.." ucap seorang pria yang suaranya terdengar kaku seperti robot. Sepertinya dia sengaja mengubah suaranya menggunakan efek tertentu agar aku tidak bisa mengenalinya

"Bagaimana keadaanmu? Kau cepat sekali menghilang, padahal kita baru saja bersenang-senang sebentar.." ucapnya kembali

"Kau..!" aku terkejut. Aku tidak menyangka bahwa si penculik itu bisa tahu nomor handphoneku

"Apa kau bisa datang kemari Sayang? Aku merindukanmu.. Aroma mangga ditubuhmu itu seperti candu.. membuat orang tergila-gila dan ketagihan. Aku menyukainya.."

"Aku mengerti kenapa Ryan selalu ingin berada didekatmu. Dia tidak ingin ada pria lain berada disampingmu karena kau begitu memikat, membuat mereka ingin segera melahapmu.. kau memiliki daya tarik sensual yang luar biasa.."

"Cukup..!!" ucapku menghentikannya. Aku merasa jijik mendengar semua ucapannya itu.

"Hahahaa.." pria itu tertawa

"Kenapa? Padahal aku sedang memujimu.." lanjutnya berkata

"Jangan macam-macam ya!! Aku bisa melaporkanmu pada polisi.." ancamku

Aku tidak tahu kalau saat itu Aris ada dibelakangku dan mendengar semuanya.

"Melaporkanku? Sungguh?? Aku tahu kau tidak akan berani melakukannya. Kau saja bahkan tidak menceritakan ini semua pada Ryan. Bagaimana kau mempunyai keberanian melaporkan ini semua pada polisi?" balasnya

"Dasar brengsek..!!" jawabku memakinya

"Cepat datang temui aku disini atau aku akan menyebarkan momen-momen indah kebersamaan kita itu di sosial media. Kau tidak mau mendadak menjadi viral dan terkenal kan?" ancamnya kembali

Saat itu aku kemudian melihat sekitar. Aku mencurigai apakah saat ini si penelpon tersebut berada disekitarku. Dan ketika aku menengok kebelakang, aku malah melihat Aris disana. Aku lalu kembali memalingkan wajahku dan berjalan cepat meninggalkannya. Tapi pada saat itu, ternyata Aris tetap membuntutiku secara diam-diam. Mungkin dia khawatir. Dia juga langsung menghubungi Ryan saat itu.

"Datanglah kemari sendiri. Kalau aku melihatmu datang bersama seseorang atau kau melaporkan ini pada polisi, aku jamin besok pagi wajahmu akan menjadi viral dan menjadi headline di berbagai sosial media.. Kau tidak suka menjadi terkenal kan?"

"Awas saja kalau kau berani macam-macam..!" aku kembali memperingatkannya

"Tenang saja.. itu semua tergantung bagaimana kau bisa memuaskanku. Kalau kau dengan patuh mau mengikuti semua keinginanku, maka aku juga akan mau berkompromi denganmu.."

"Apa maumu ??!" tanyaku tidak senang

"Sudah ya Sayang. Kau segeralah kemari. Aku sudah tidak tahan menantikan kebersamaan kita.." dan orang itu pun langsung menutup telponnya.

Saat itu aku benar-benar takut. Aku bingung, apakah aku harus menghubungi Ryan untuk meminta tolong bantuannya? Tapi bagaimana kalau orang itu marah dan menyebarkan foto-fotoku dimedia sosial. Tanpa berpikir panjang, akhirnya, aku pun segera pergi ke tempat yang dimaksud menggunakan taksi.

Saat itu hari sudah malam. Perjalanan menuju lokasi memakan waktu cukup lama, sekitar 45 menit dari lokasiku berada sebelumnya. Sepanjang perjalanan aku tidak melihat banyak rumah-rumah atau bangunan, hingga supir taksi yang mengantarkanku pun merasa heran. Kemudian dia bertanya,

"Maaf Bu. Alamatnya bener kan ya? Dari tadi jalannya pohon-pohon semua. Gak ada tanda-tanda kehidupan (rumah atau bangunan). Ini sebenarnya kita mau kemana ya?" tanyanya mengagetkanku yang saat itu sedang melamun

Dengan gugup, aku pun menjawab

"Bener Pak. Bapak ikuti saja mapnya yang tadi saya share itu."

Supir taksi itu kembali terdiam. Dia terus melihatku melalui kaca sepion. Mungkin saat itu ekspresiku tidak biasa. Aku terlihat takut, gugup, cemas, sambil sesekali melihat handphoneku dan menimbang apakah sebaiknya aku menghubungi seseorang disana atau tidak. Begitu aku melihatnya, supir itu pun lalu memalingkan wajahnya. Dia juga tidak banyak bertanya seperti sebelumnya.

Saat itu, sebenarnya supir taksi itu mengetahui bahwa ada kendaraan lain yang juga mengikuti kami, tetapi melihat ekspresi wajahku yang sepertinya enggan diajak bicara, dia kembali mengurungkan niatnya untuk memberitahuku. Sampai beberapa saat kemudian, akhirnya kita tiba disebuah bangunan yang mirip seperti pabrik tua atau gudang. Saat itu aku masih terdiam sambil memandang bangunan tua itu (masih tidak turun dari taksi itu).

"Maaf Bu, kita sudah sampai.." ucap supir taksi itu memberitahukanku

"Bu..?" sapanya kembali

Saat itu tiba-tiba saja air mataku kembali turun dengan sendirinya. Aku begitu takut untuk keluar.

"Ibu.. Ibu tidak apa-apa?" tanya supir taksi itu panik melihatku yang tiba-tiba menangis

Sambil berusaha menenangkan diri dan menguatkan tekadku, aku pun kemudian mengeluarkan dompetku untuk membayar biaya perjalanannya. Saat itu supir taksi itu kembali berkata,

"Maaf kalau saya lancang berbicara seperti ini pada Ibu. Kalau memang Ibu tidak suka pergi ke tempat itu, lebih baik Ibu mengurungkan niat Ibu. Ini sudah malam juga. Tidak baik seorang perempuan berada sendirian ditempat-tempat sepi seperti ini.."

Saat itu tiba-tiba saja aku meminta tolong padanya,

"Pak, apa bapak bisa bantu saya?" ucapku sambil masih mengeluarkan air mata

"Saya diancam oleh seseorang dan disuruh untuk menemuinya disini. Dia mengancam saya, jika saya tidak datang, maka dia akan mempermalukan saya.."

"Tolong saya Pak, tolong nanti pada saat bapak pergi dari sini.. bapak pergi ke kantor polisi dan minta bantuan pada mereka.."

"Ibu kalau merasa terancam, Ibu tidak usah kesana Bu. Harusnya tadi Ibu bilang ke saya dari awal. Biar kita bisa sama-sama ke kantor polisi dulu sebelum kemari.."

"Tidak bisa Pak. Kalau dia tahu saya menceritakan hal ini pada orang lain atau melaporkannya ke polisi, posisi saya akan lebih terancam lagi.."

"Tapi Bu.."

Aku langsung memberikan sejumlah uang kepada supir taksi itu karena berharap dia akan membantuku untuk membawa polisi kamari.

"Ibu.. Ibu..!" supir taksi itu kembali memanggilku, tapi aku sudah keburu turun dan pergi menjauhinya.

Lalu, tak lama dari itu, mobil lain yang dikendarai oleh Aris tiba disana. Dia pun langsung turun dan menghampiri taksi yang tadi kugunakan. Supir taksi itu membuka kacanya,

"Apa bapak tadi mengantarkan seorang wanita dari Rumah Sakit Bunda kemari?" tanya Aris berusaha memastikan bahwa taksi itu memang yang tadi aku tumpangi

Belum sempat supir taksi itu menjawab, Aris kembali bertanya

"Ka arah mana tadi dia pergi?" tanya Aris cemas

Kemudian supir taksi itu,

"Apa bapak kerabat dari ibu tadi?"

"Iya. Saya kakaknya.. tadi itu adik saya." Aris mengaku sebagai kakakku

"Kalau begitu Pak, kasihan.. Cepat tolong adik bapak itu. Sebelumnya dia sempat menangis. Dia meminta pada saya untuk membawa polisi kemari. Dia merasa diancam oleh seseorang yang menyuruhnya untuk datang kesini.."

Aris terkejut. Ternyata dugaannya benar bahwa orang yang menelponku sebelumnya adalah orang yang berusaha menjebaknya waktu itu.

Tak lama dari itu Ryan pun datang. Dia melihat Aris disana yang tengah mengobrol dengan supir taksi. Ryan pun menghampirinya.

"Aris.. dimana Lena?" tanyanya panik sambil berlari menghampiri Aris

"Dia ada didalam gudang itu.." jawab Aris

"Maaf, bapak ini..?" tanya supir taksi itu pada Ryan

"Dia suaminya ibu tadi.." Aris menjelaskan pada supir taksi itu

Saat itu Ryan hendak mencari jalan masuk kedalam, namun Aris menghalanginya.

"Jangan bertindak gegabah Ryan! Kita tidak tahu apa yang dipersiapkan oleh para penjahat-penjahat itu didalam.." sambil Aris menahan Ryan yang hendak pergi ke dalam

"Tapi Lena disana.."

"Itu akan menjadi ancaman bagi Lena, kalau kau berbuat tanpa perhitungan seperti ini. Terlebih lagi Lena sudah berada didalam, dipihak mereka.."

Saat itu Ryan tidak menghiraukan perkataan Aris dan langsung memanjat dari samping dinding untuk langsung masuk kedalam. Betapa terkejutnya dia, ketika melihat Roy yang telah merangkul bahuku. Sementara aku, aku masih ketakutan sambil menangis berada persis disamping Roy. Saat itu posisi Ryan tepat dibelakang kami, hingga kemudian

"Singkirkan tangan kotormu itu dari istriku..!!" ucap Ryan marah

Aku terkejut. Mas Ryan.. Bagaimana caranya dia bisa datang kemari?

"Mas Ryan.." ucapku sambil menangis memanggilnya

"Wahh.. aku tidak menyangka. Kau akan langsung muncul disini sendiri tanpa undangan dariku. Padahal sebelumnya aku ingin mempersiapkan sebuah kejutan padamu.." ucap Roy

"Lepaskan Lena..!!"

Ryan kemudian maju dan hendak memukul Roy, tapi tidak bisa dilakukannya. Saat itu ada lima orang anak buah Roy yang menghadangnya. Ryan lalu berkelahi dengan mereka. Akan tetapi, karena kalah jumlah akhirnya Ryan pun terdesak dan berhasil di amankan. Mereka lalu menghajar Ryan secara bergantian.

"Mas Ryan..!!" ucapku berteriak karena melihatnya dihajar oleh anak buah Roy

"Roy hentikan!! Tolong suruh mereka berhenti menghajarnya. Apapun yang kau inginkan akan kulakukan. Cepat suruh mereka berhenti.." aku menangis karena tidak tega melihat Ryan terus menerus dihajar oleh mereka

"Jangan Sayang.. Aku tidak apa-apa. Jangan turuti keinginannya. Jangan lakukan apapun!!" Ryan berusaha menolak

"Roy..!!!" aku kembali memohon padanya

Roy lalu mengangkat tangannya, memberi isyarat agar anak buahnya itu berhenti menghajar Ryan. Saat itu Ryan sudah babak belur. Kemudian,

"Peluk aku!" ucap Roy menyuruhku

Dia sengaja melakukannya karena dia tahu Ryan itu paling benci jika "miliknya" disentuh oleh orang lain.

Tanpa basa basi, aku pun menuruti keinginannya. Dan setelah kupeluk, kemudian Roy kembali memberi perintah. Kali ini dia menunjuk ke arah bibirnya, seolah memberi perintah agar aku menciumnya.

"Tidak. Jangan Sayang.. Jangan lakukan itu!!" Ryan melarangku

"Roy.. Dasar kau, keparat brengsek!! Jangan berani menyentuhnya.. ROY!!?" Ryan murka tapi tetap tidak berdaya melakukan apapun karena kedua tangannya di pegang oleh anak buah Roy

"Cepat lakukan atau aku akan menyuruh mereka mematahkan tangannya.." Roy kembali mengancamku

Tapi Ryan terus menggelengkan kepalanya. Sambil berteriak, dia masih memintaku untuk tidak melakukannya.

Tidak mempedulikannya, aku kemudian mengecup singkat bibir Roy sambil masih menangis. Kemudian,

"Apa begini caramu mencium seseorang?" Roy terlihat tidak senang

Kemudian dia mendekat padaku dan berniat ingin menciumku. Namun, saat itu Ryan yang emosi berhasil melepaskan diri dari pegangan anak buah Roy. Bahkan, terlihat Ryan kali ini lebih unggul dalam menghadapi mereka berlima, hingga kemudian Roy yang sudah merasa terdesak (karena anak buah sewaannya seperti akan kalah melawan Ryan) kemudian maju dan mengambil pisau yang sudah dipersiapkannya itu untuk menusuk Ryan.

Aku yang melihat hal itu pun segera berlari ke arah Ryan dan berusaha menghalanginya dengan menggunakan tubuhku, hingga kemudian

*jleb.. (Roy berhasil menusukkan pisaunya)

Bukan aku atau Ryan yang terkena pisaunya saat itu, tapi Aris. Aku tidak tahu sejak kapan dia berdiri disana dan mengawasi kami semua, tetapi pada saat aku berusaha melindungi Ryan dengan tubuhku agar tidak terkana hujaman pisau dari Roy, Aris tiba-tiba menghalanginya.

Next chapter