webnovel

Diluar Dugaan

Ketika Aris mendekat, Shina begitu terkejut melihat wajah Aris yang terluka, seperti habis bertengkar dengan seseorang. Walaupun Shina sangat ingin tahu dan merasa khawatir (ingin segera merawat lukanya), tapi seperti biasa.. dia lebih memilih untuk menunjukkan sikap acuh tak acuh-nya saat itu. Dia terlihat cuek, sambil melepaskan pelukannya pada Ryan sesaat ketika Aris berjalan disebelahnya (melewatinya). Sementara Aris, dengan ekspresi datarnya dia memilih untuk melewati mereka tanpa pernah menoleh sedikit pun, hingga akhirnya dia masuk ke dalam unitnya.

Shina yang tidak mengira bahwa Aris akan melewatinya begitu saja, tanpa marah atau berusaha untuk menegurnya, kemudian

"Ryan.. Aku tinggal ke dalam dulu sebentar." ucap Shina. Lalu Shina pun terburu-buru masuk ke dalam unitnya dan menemui Aris yang saat itu sedang berada didalam kamarnya.

Saat itu didalam kamar, Shina terlihat kebingungan. Sebenarnya dia gengsi untuk menyapa Aris terlebih dahulu, tapi melihat sikap Aris yang seperti itu (dengan wajah datar dan tanpa ekspresi) membuat Shina khawatir bahwa Aris memang sedang marah dan merasa kesal, hingga akhirnya Shina pun mulai berbicara untuk menjelaskan

"Ryan.. dia sepertinya sedang ada masalah dengan Lena. Dia terlihat menangis tadi.."

Aris tidak merespon bahkan membalas ucapan Shina tadi. Dia terlihat sedang mencari pakaiannya dilemari.

"Tadi aku memeluknya.. Maksudku, aku tadi hanya berusaha untuk menenangkannya. Tidak ada maksud apapun.. Aku.." saat itu Shina terkejut karena tiba-tiba saja Aris keluar dari kamarnya begitu dia mulai kembali bicara.

Shina pun mengikutinya. Ternyata saat itu Aris hanya pergi ke toilet untuk membersihkan dirinya. Dan, setelah Aris keluar dari sana

"Sebenarnya apa yang terjadi padamu? tanya Shina kembali pada Aris

"Wajahmu.." saat itu tangan Shina ingin memegang wajah Aris yang terluka, namun Aris menolaknya.

Aris kemudian langsung masuk ke dalam kamarnya kembali. Shina kembali mengikutinya.

"Aris dengar, aku lebih suka kalau kau sedang marah padaku, kau bisa berteriak atau memakiku. Jangan mendiamkanku seperti ini.."

"Oke! Aku akui aku salah tadi karena telah memeluk Ryan seperti tadi. Aku minta maaf.."

Aris masih tidak meresponnya. Kali ini dia terlihat sedang membuka ponselnya sambil mencari sesuatu disana. Shina yang tidak senang melihatnya kembali mendekatinya. Bahkan, kali ini dia terlihat duduk disampingnya

"Aris aku minta maaf.. Maafkan aku.." ucap Shina kembali sambil memandanginya

Shina yang kesal karena Aris masih belum meresponnya, akhirnya memutuskan mengambil handphone Aris dari tangannya dan Aris pun kemudian menatapnya

"Apa yang harus kulakukan agar kau mau berbicara padaku? Aku kan sudah meminta maaf padamu.." ucap Shina frustasi

Lalu Aris, dia tiba-tiba saja memeluk Shina dan membuat Shina terkejut hingga mengeluarkan air matanya.

"Kalau aku menginginkan sesuatu apakah kau akan mau menuruti keinginanku?" tanya Aris

Shina pun mengangguk pelan menjawabnya.

"Aku ingin segera pindah dari sini.."

Shina tidak senang mendengar Aris mengucapkan hal itu padanya. Lalu, dia berusaha melepaskan pelukan Aris tadi.

"Apa ini karena Lena??" tanya Shina sinis tidak senang

"Shina tidak bisakah kita tidak mengungkit tentang mereka? Aku dengan Lena, kau dan Ryan.. Aku tahu semua kesalahan ini bersumber dariku. Seandainya saja aku tidak memutuskan untuk tinggal di apartemen ini dan menjadi tetangga mereka.."

"Dengan tinggal terus menerus seperti ini disini, maka kita akan terus terperangkap dengan hubungan masa lalu kita dengan mereka.. Aku ingin terbebas dari semua ini.. Oleh karena itu Shina, kali ini saja.. turuti keinginanku ini.." Aris terlihat memohon sambil menatap dan memegang kedua tangan Shina

"Terbebas dari mereka, heh? Katakan saja kalau sampai saat ini kau tidak bisa melupakannya. Untuk apa kau membuat-buat alasan yang berbelit seperti ini padaku?" ucap Shina kesal sambil melepaskan tangan Aris yang memegangnya tadi

"Terperangkap dengan hubungan masa lalu apa? Bilang saja kalau sampai saat ini kau masih mencintai Lena.."

"Lalu bagaimana dengan kau dan Ryan tadi? Apa kau benar-benar mencoba untuk menenangkannya? Aku melihatmu tersenyum saat memeluknya.. Bagaimana kau menjelaskan semua ini?"

Shina, dia terlihat tersenyum sinis saat Aris mengatakan semua itu padanya.. hingga kemudian

"Kalau memang seperti itu maumu, mengapa tidak kita balik keadaannya. Kebetulan sekali mereka akan bercerai kan.. Jadi kita bisa bertukar tempat kembali sesuai dengan posisi kita masing-masing.."

"Kau memang benar-benar keras kepala.." ucap Aris tidak senang

"Aku yang keras kepala atau kau yang egois?" ucap Shina kembali membalas Aris. Lalu Shina pun kembali keluar kamar meninggalkan Aris.

Saat itu Shina begitu kesal, Aris ternyata melakukan semua hal itu demi Lena. Tadinya dia sempat berpikir bahwa Aris mendiamkannya karena marah dia telah memeluk Ryan saat itu dan itu membuatnya cemburu, tetapi ternyata tidak. Dengan perasaan jengkel, Shina memutuskan untuk keluar dari unitnya untuk menemui Ryan kembali. Namun, setibanya dia disana Ryan ternyata sudah tidak ada.

Sementara saat itu didalam unit apartemenku dan Ryan, saat itu aku dan Mama masih didalam kamar. Aku menjelaskan pada Mama bahwa kematian Papa sama sekali tidak ada hubungannya dengan perceraianku dan Ryan. Papa bahkan tidak tahu bahwa saat itu Ryan telah mengajukan gugatan cerainya padaku. Ucapanku itu ternyata berhasil membuat Mama merasa lega dan terhindar dari perasaan bersalahnya, hingga kemudian Mama kembali berkata padaku

"Sayang, Mama tahu Mama egois jika meminta hal ini padamu, tapi Mama mau kamu jangan menerima semua ini begitu saja. Mengenai perceraianmu dan Ryan, melihatmu pulang dengan Ryan seperti tadi membuat Mama yakin bahwa Ryan dia masih memiliki perasaan padamu. Dia masih mencintaimu Sayang.."

"Kamu mau kan memikirkan ulang mengenai rencana perceraian kalian? Mama tidak ingin kamu berpisah dengan Ryan.. Cuma kamu satu-satunya wanita yang dia cintai.."

"Tapi belakangan ini Mas Ryan lebih menunjukkan sikap perhatiannya pada Shina, Ma.. Dia memberikan bunga dan juga hadiah- hadiah itu pada Shina. Tidak hanya itu, bahkan dia juga menyuruh orang untuk menjaganya secara penuh selama 24 jam sehari dan juga menyuruh orang itu untuk melaporkan padanya setiap saat mengenai kegiatannya.. Menurut Mama, apa wajar dia melakukan semua itu tanpa ada perasaan sedikit pun pada Shina?"

Mama begitu terkejut mendengar hal itu dariku. Darimana aku bisa mengetahui semuanya. Akan tetapi, saat itu Mama lebih menunjukkan sikap normalnya dengan berusaha mencari alasan agar aku tidak salah paham pada Ryan.

"Lena sebenarnya Ryan, dia mempunyai alasan tersendiri yang membuatnya mau melakukan semua tindakan itu padanya. Mungkin kamu belum tahu, bahwa anak dari perempuan itu sebenarnya sudah meninggal. Jadi, dia melakukan itu karena perasaan bersalahnya saja.."

"Apa maksud Mama?" tanyaku bingung

"Siapa nama anak dari perempuan itu?" tanya Mama padaku

"Rani maksud Mama..?"

"Iya Rani. Rani itu bukan anak dari Shina dan Ryan tapi orang lain."

"Apa..?" ucapku tak percaya

"Anaknya itu sebenarnya sudah meninggal. Mama tidak tahu apakah anak itu meninggal saat dia melahirkan atau tidak, tapi yang Mama tahu anak yang sekarang diakui sebagai anaknya itu bukan anak kandungnya.."

"Jadi maksud Mama Rani itu bukan anak kandungnya Shina?"

Mama mengangguk menjawabnya. Dan aku pun terkejut, masih tidak percaya.

"Apa Shina tahu mengenai hal ini Ma?"

"Sepertinya tidak. Itulah mengapa Ryan merasa sangat bersalah sekali padanya dan melakukan semua tindakan itu. Mungkin alasan Ryan yang sebenarnya menyewa para bodyguard itu adalah untuk menjaga agar jangan sampai perempuan itu mengetahui mengenai hal ini. Dia tidak ingin perempuan itu tahu bahwa anak yang dianggapnya sebagai anak kandungnya itu adalah bukan darah dagingnya.."

"Kalau kamu masih meragukan ucapan Mama, kamu bisa menanyakannya langsung pada Ryan apakah Rani itu putri kandungnya atau bukan?"

Saat itu aku.. aku begitu shock mendengar hal itu dari Mama. Ada perasaan sedih sekaligus senang yang aku rasakan. Sedih karena disatu sisi aku merasa kasihan pada Shina. Akan tetapi, disisi lain aku senang ternyata Ryan selama ini melakukan semua itu hanya karena perasaan bersalahnya saja, bukan cinta seperti yang aku bayangkan.. Ryan, dia tidak mengkhianatiku selama ini..

Aku yang senang mendengar penjelasan dari Mama tadi, kemudian segera keluar kamar untuk menanyakan hal ini langsung pada Ryan, tetapi Ryan ternyata tidak ada disana. Aku kemudian mencarinya keluar ruangan (keluar dari unitku), namun aku hanya melihat Shina disana.

"Kalau kau mencari Ryan, dia sepertinya baru saja pergi dari sini.. Tadi aku sempat melihatnya menangis.. tetapi sesaat kemudian dia menghilang begitu aku tinggal masuk sebentar kedalam.. " ucap Shina menjelaskan padaku

Saat itu tiba-tiba saja Aris keluar dari unitnya dan melihat aku dan Shina disana. Aku menyadari bahwa sepertinya bukan hanya aku dan Mas Ryan saja yang bertengkar, tapi Shina dan Aris juga. Terlihat suasana kaku dan dingin diantara mereka berdua, hingga ketika aku memutuskan untuk kembali masuk ke unitku.. aku tidak jadi melakukannya karena aku melihat Ryan yang baru saja datang. Aku pun segera menghampirinya.

"Mas Ryan.." ucapku tersenyum

"Bukankah ada sesuatu yang ingin Mas sampaikan padaku? Katakan padaku sekarang?"

Saat itu Ryan, tanpa membalas senyum atau menjawab pertanyaanku.. Ryan berjalan melewatiku dan menarik Shina untuk pergi dengannya.

Next chapter