webnovel

Delapan puluh

Setelah mimpi yang tidak mengenakkan itu, Troy tidak mengalami mimpi yang membahagiakan itu lagi. Dia sekarang seolah berada di ruangan yang sangat gelap. Tidak bisa melihat apapun. Hanya mendengar suara-suara acak yang tertangkap telinganya.

Suara seorang lelaki yang menginstruksikan beberapa hal kepada seseorang, yang nantinya akan ada suara seorang perempuan yang selalu memberikan jawaban yang sama 'yes, Sir' setiap kali sang lelaki berkata. Selain itu, ada suara yang sangat dikenalnya. Suara Fenita. Apa ini bagian lain dari mimpinya?

"Kami datang." suara Fenita terdengar lembut.

Meski dirinya berada dalam kegelapan, tapi Troy tidak terlalu merisaukan karena dia masih bisa mendengar. Paling tidak ada seseuatu yang bisa dia andalkan selain pengelihatannya.

Kembali ke suara Fenita. Tampaknya dia sedang bercerita tentang sesuatu. Troy yang mendengar cerita itu, ingin memberikan komentar. Atau paling tidak dia ingin menganggukkan kepalanya, tapi dia tidak bisa. Tubuhnya, suaranya, seolah semuanya terkunci.

Oh satu lagi berkah lain yang dia kuasai, dia bisa merasakan sentuhan. Ketika suara pria asingyang sering dia dengar berkata dan juga menyentuh matanya, Troy bisa merasakan itu. Dan sekarang tangan yang mungkin menjadi tangan Fenita terasa menggenggam tangannya.

Sesuatu yang asing terasa. Tangan yang membimbing tangan Troy menyentuhkan telapak tangannya ke sebuah permukaan. Terasa halus tadi memiliki gerakan. Gerakan itu acak dan terasa familiar.

"Kemarin kami periksa, dan jenis kelaminnya perempuan. Dokter berkata seperti itu. Kalau memang perempuan, akan ada Miss Darren di rumah. Semua hal yang berwarna pink akan menghiasi rumah. Dan juga mungkin Mama akan punya teman shopping nanti. Dan Papa akan semakin protektif sama little pincess-nya."

Troy masih belum memahami arah pembicaraan suara Fenita. Dia memusatkan pendengaran dan perabanya, mencoba mencerna apa yang terjadi. Lalu tiba-tiba saja tangan itu terlepas. Apa terjadi sesuatu?

"Troy?" suara Fenita terdengar aneh. "Is that you?"

Troy sangat ingin menjawab pertanyaan itu, tapi tak ada suara yang terdengar. Hanya erangan yang entah apa maksudnya. Suara erangan yang berasal dari mulutnya.

"Dokter." suara panik Fenita kini yang terdengar. Berulang kali Fenita memanggil dokter. Lalu beberapa langkah mendekat.

Apa yang sebenarnya terjadi?

"Mr. Darren, anda bisa mendengar saya?" kini suara laki-laki yang biasanya terdengar.

Jujur saja, itu membuat Troy merasa sedikit kecewa. Dia masih rindu dengan suara Fenita, tapi kenapa cepat digantikan dengan suara lain? Dimana Fenita? Ada banyak hal yang harus dia tanyakan kepada istrinya itu.

Memang sedikit menyesal karena suara Fenita tiba-tiba saja digantikan dengan suara lain, tapi Troy tetap berterima kasih kepada laki-laki itu. Karena berkat bantuannya, Troy bisa membuka matanya. Kegelapan yang melingkupinya sekian lama akhirnya sirna, berganti dengan terangnya cahaya lampu yang menerangi tempatnya berada.

Dan kini, dia bisa melihat beberapa orang yang mengelilinginya. Wajah-wajah yang tersenyum bahagia dan lega itu terlihat.

Perlahan, Troy memusatkan perhatian dan pikirannya. Oke, dia ingat sekelebat tentang kecelakaan itu.

Oh, jadi ini di rumah sakit. Aku sepertinya sedang dikelilingi dokter dan perawat. Oke, aku baik-baik saja.

Setelah bisa mengedarkan pandangannya, Troy berusaha mencari sosok yang tadi sangat dirindukannya. Namun sayang, diantara sekian banyak orang yang mengelilinginya, Troy tak bisa menemukan istrinya. Dimana Fenita? Apa dia tadi berhalusinasi? Mungkin iya, pengaruh obat bius.

Entah berapa lama para dokter dan perawat mengelilinginya dan melakukan beberapa pemeriksaan. Ketika mereka telah selesai, suara langkah kaki lain mendekat. Seseorang dengan baju lapis berwarna biru mendekat. Wajahnya tertutup masker, membuat Troy tidak mengenalinya.

"Mr. Darren, terima kasih udah sadar." ketika mendengar suaranya, Troy mengenanlinya sebagai Digta Anggara, sahabatnya.

Menggenggam tangannya, Digta tampak sangat emosional. Bahkan matanya kini basah oleh air mata. Oh ya Tuhan, apa yang terjadi dengan sahabatku? Kenapa dia cengeng sekali sekarang?

Suara erangan itu terdengar lagi. Troy berusaha sekuat tenaga mengeluarkan suaranya, membalas perkataan Digta. Namun hasilnya masih sama, tak ada suara yang keluar. Itu membuat Troy sedikit frustasi.

Beberapa hari selanjutnya, Troy menggunakan waktu yang ada untuk pemulihan. Perlu waktu 2 hari bagi dokter untuk memutuskan melepas semua peralatan pendukung yang terpasang di tubuh Troy. Selama itu, dia mulai belajar banyak hal untuk bisa mendapatkan kemampuannya lagi. Juga mendengarkan cerita Digta tentang apa yang dialaminya.

Ternyata Troy sudah koma selama 3 minggu. Dan selama itu pula, kedua sahabatnya dan Mr. Khan setia disisinya. Baru seminggu belakangan Fenita datang. Itu artinya dia tidak berhalusinasi saat mendengar suara Fenita.

"Kamu sempet ngobrol sama dia?" tanya Troy lirih. Suaranya sudah kembali di hari kedua dia tersadar.

"Iya lah, dia akan duduk lama di luar ruangan sambil liatin kamu. Kenapa?"

"Apa dia akan kesini?" pertanyaan itu terlontar begitu saja.

Digta diam sejenak sebelum menjawab. "Aku nggak tahu. Bahkan aku nggak tahu apa dia masih ada disini atau udah balik ke Canberra. You know, Fritz Mayer benar-benar orang yang menyebalkan." jawab Digta, sedikit melebih-lebihkan.

"Aku ingin ketemu sekali lagi. Mjngkin untuk yang terakhir kalinya sebelum kita melanjutkan hidup masing-masing." kata Troy, tulus.

"Akan aku usahakan, tapi aku nggak janji. Kita tau gimana Fritz Mayer akan bertindak kalau tahu kamu ingin bertemu dengan Fenita."

Mendengar jawaban Digta saja sudah membuat Troy bahagia. Meski harapannya kecil, tapi dia tetap memiliki kesempatan untuk bisa bertemu lagi dengan istrinya. Dan kesempatan itu akan dia gunakan sebaik-baiknya untuk bisa mendapatkan Fenita kembali.

Apa dia laki-laki yang tidak punya harga diri? Dia tidak peduli. Berapa kalipun dia ditolak, dia akan terus berusaha sampai akhir untuk mendapatkan cintanya.

...

Air mata kebahagiaan terus saja mengalir di pipi Freya. Dia sangat bersyukur pada akhirnya Troy tersadar dan membuka matanya. Meskipun dia tidak melihat saat Troy membuka matanya, dan Freya tidak sempat berbicara kepadanya. Tapi selama hampir dua minggu ini, dia sudah puas dengan semua yang dia lalui bersama calon anaknya.

"Apa aku boleh disini lebih lama? Aku suka pantai disini, pemandangannya terlihat lain. Berbeda dengan di Canberra." kata Freya ketika dia melihat kakaknya berkemas.

Fritz langsung memutar tubuhnya menghadap Freya. "Kamu bercanda?"

"Fritz, aku nggak akan melakukan hal bodoh lagi. Lagipula, kita kembali ke Canberra pun kamu tetap akan meninggalkan aku untuk bekerja kan. Jadi apa bedanya aku disini ataupun di Canberra?" Freya berusaha meyakinkan kakaknya.

Untuk saat ini, Freya memang tidak berniat untuk mencuri kesempatan bertemu Troy. Dia benar-benar hanya ingin menikmati pantai yang jarang dia lihat. Dan beberapa orang berkata, udara pantai dipagi hari bagus untuk ibu hamil.

Oke, dia memang masih memikirkan Troy, tapi dalam skala kecil. Alasan lain dia ingin menetap di Brisbane supaya dia mudah mendapat informasi tentang Troy. Mengingat jarak yang harus dilalui kalau dia kembali ke Canberra.

"Berapa lama?" akhirnya Fritz mengalah.

"Selama kamu nggak ada di Canberra." jawab Freya cepat. Dia sudah memikirkan jawaban untuk pertanyaan seperti itu.

"Freya, aku akan keluar kota seminggu ditambah lagi aku harus ke luar negeri seminggu. Itu sangat lama." Fritz memprotes jawaban Freya. Ini jebakan.

"Fritz, apa bedanya aku di Brisbane dan di Canberra? Aku tetap akan sendirian ketika kamu bekerja." Freya tetap mempertahankan pendapatnya.

Fritz tidak bekerja hari ini, dia terbebas dari kelelahan fisik dan mental dari benan pekerjaan hari ini. Tapi ternyata menghadapi adiknya lebih melelahkan daripada bekerja.

Next chapter