webnovel

47. Destiny 2

Setelah peristiwa heboh pagi hari minggu lalu, saat ia melakukan kunjungan seperti ke ruang perawatan Ben sampai hari ini belum ada hal, berita kemajuan yang berarti yang ia dengar dari Diana terkait dengan ingatan Ben.

kejadian minggu lalu itu kembali melayang dalam pikiran May.

Setelah pemeriksaan dilakukan oleh dokter yang dipanggil oleh May maka dokter menyampaikan reaksi fisik pasien sampai sejauh ini sangat baik, oleh karena itu pendamping pasien segera menemui dokter jika ada sesuatu hal yang tidak biasa dari pasien jadi selama beberapa hari kedepannya pasien masih dalam tahap pengawasan.

"Terimakasih dokter" ucap May

"Sama - sama nona" jawab dokter yang sangat kenal siapa itu May.

Karena arahan dokter sambil mengamati reaksi Ben ia menampilkan sikap netral layaknya seperti biasa, tetapi ia merasakan ada hal ganjil dengan sikap Ben yang menjaga jarak dengannya. Awalnya ia berpikir mungkin Ben masih lelah atau sungkan memulai percakapan dengannya mendorongnya berinisiatif lebih dahulu untuk mencairkan suasana.

"Hei, thanks God kamu sudah sadar. Apa yang kamu rasakan sekarang, apakah ada anggota tubuhmu yang sakit" cecarnya tanpa ampun.

Di jawab oleh Ben alakadarnya hanya dengan gelengan kepala.

"Kamu mau sarapan? di kantin rumah sakit ini ada bubur Menado kesukaan kamuloh? senyum May

Bola mata Ben, membaca guratan wajah dari May, "It's oke pelan - pelan yah. Ini baru tahap awal kata dokter, biasanya pasien yang sudah berhari - hari koma memang agak pelan merespon situasi yang penting kalau ada yang sakit kamu kasih tahu yah!" ucapnya lagi.

"Sebentar lagi om dan tante pasti datang saya sudah telepon, mereka sudah diperjalanan pastinya, sedangkan Will gak bisa hadir barusan check in di bandara mau dinas ke Citra Land rapat dengan salah satu supplier pemasok di Bram's Company. Kasihan Will saat kamu di rawat ia selalu berkunjung ke sini setiap hari lalu paginya ke kantor lagi" Hehhehe tawa May.

"Biar saja sebenarnya, kalau pagi dia di kantor, sore di sini nemenin kamu waktu dia kencankan berkurang, habis Will dengan Diana memang kebangetan mesranya gak merasakan apa yang ku rasakan" lanjutnya.

"Oh, sorry Ben... kamu pasti pusing dengar saya ngobrol terus. Sejak kapan juga saya berubah jadi nenek - nenek cerewet" terdengar suaranya terkekeh-kekeh.

"Ben, hari ini sa..."

Sebelum May menyelesaikan perkataan "hari ini saya memilih tidak masuk kantor dan mau menghabiskan waktu menemani kamu ia sudah terlebih dahulu mendengar

"Siapa kamu?"

Pertanyaan yang ia tidak sangka - sangka, bahkan tidak terduga, May pikir asal Ben sadar maka semuanya beres dalam hal ini ia memang tidak mempersiapkan diri sehingga ekspresi terkejut pasti sangat jelas terbaca dari wajah May, karena saat mulutnya terperangah dan bola matanya kaget ia melihat Ben seolah - olah berusaha berpikir keras menimbulkan sakit kepala menyerangnya, kemudian ia memegang kedua sisi kepalanya dengan ekspresi kesakitan.

Sekejab mata May berhambur lari menuju ruang dokter jaga, sambil terengah - engah "dokter tolong lakukan tindakan Magnetic resonance imaging (MRI) untuk pasien atas nama Ben Hanayah Bramantyo" perintahnya.

Dokter yang mengenal Nona Maya Belinda Sharon yang adalah pewaris tunggal sekaligus pemilik rumah sakit tempat ia bekerja otomatis segera memerintahkan stafnya melaksanakan perintah bosnya.

Sesaat Ben melihat perempuan itu berkelebat keluar dari kamarnya, ia masih memijat pelipisnya karena sesekali ia merasakan denyutan yang tidak wajar di area kepalanya. Ia mulai bertanya - tanya siapa perempuan yang cerewet tadi? ia bersikap seolah - olah dekat dengannya, ia bahkan tahu makanan favoritnya, ia tahu perusahaannya di Citra Land bahkan ia mengenal nama perusahaan Bram's Company, ia juga kenal dan akrab dengan keluarganya yang ia tahu papanya sulit untuk akrab dengan perempuan muda sejak gagalnya pernikahan antara Magdakena dan dia. Sejak peristiwa itu papanya selalu menampilkan sikap curiga dengan perempuan muda disekitarnya.

Ben berusaha mengingat apakah perempuan ini salah satu sepupunya? tidak, tidak, tidak mungkin sepupu karena ia sangat mengenal sepupunya bahkan sepupunya terakhir seingatnya sedang hamil, ataukah ia sudah melahirkan? tidak juga karena jelas - jelas wajah perempuan cerewet tadi tidak mirip sama sekali, wajah sepupunya lebih mirip ke wajah bule akibat pernikahan campur antara pamannya dengan wanita Rusia, sedangkan wajah perempuan tadi asli wajah Asia Raya.

Kemudian segala sesuatu berjalan dengan cepat, Ben di bawa menuju ruangan ia tahu ruangan ini disebut ruangan MRI dilihat dari alatnya yang bulat dan ia ditidurkan di ranjang lalu ranjang tersebut di dorong ke arah dalam bulatan tersebut kemudian ia melihat alat tersebut diaktifkan.

Tak berapa lama kemudian, Ben sudah menyelesaikan pemeriksaan dan dikembalikan ke ruang perawatan kemudian

ia bertemu dengan perawat pribadi yang ditugaskan oleh papanya.

"Selamat pagi Tn. Benayah, syukur Anda sudah pulih bahkan dalam jangka waktu hanya 3 minggu biasanya pasien lain bisa menghabiskan waktu bertahun - tahun loh" ujar sang perawat.

"Benayah" pikir Ben, hanya teman akrabnya di SMP yang memanggilnya demikian. Benayah singkatan dari Ben Hanayah! Kemudian ia melihat badge di seragam perawat itu "Eva Sinna" gumamnya sambil mengingat.

Tiba - tiba Ben terbahak - bahak, "Eva Sinna kenapa tubuh bongsormu bisa mengecil seperti ini?" Eva Sinna yang mendengar gelak tawa Ben, berusaha menampilkan amarah yang dibuat - buat "Hei Benayah, jangan suka mengingat masa lalu. Gw kurus karena merasa sedih karena cintaku kamu tolak dulu!" jawab Eva Sinna ketus sambil mengerucutkan bibirnya.

Ben terbahak - bahak sampai meneteskan air mata, kemudian mereka bersenda gurau. Memori di SMP seperti kejadian yang masih hangat dalam ingatnnya, mereka berdua bertukar cerita mulai dari teman - teman, guru - guru mereka yang kadang punya sifat aneh. Lalu Eva bercerita mengapa ia pindah dari Moon ke Water, "padahal dulu kamu janji Va, mau kirim surat sampai saya lulus gak ada sepucuk suratpun tak datang" ucap Ben.

Dari percakapan singkat mereka Ben menangkap kondisi perekonomianlah akibat bangkrutnya usaha keluarga "Sinna" yang membuat teman masa remajanya tidak fokus ke teman - teman lamanya. Eva mau tidak mau sebagai anak pertama harus ikut mendukung perekonomian keluarga, ia harus bekerja serabutan dan syukur ia bisa menyelesaikan sekolah perawatnya dan mendapat pekerjaan sebagai perawat di RS. Water Permata dengan sallery yang lumayan bagus.

Tanpa mereka sadari, seseorang menyaksikan keakraban mereka berdua. Kedua bola mata itu meneteskan air mata kesedihan karena Tuhan mengabulkan doanya pada saat Ben masih di dalam ruang operasi

"Tuhan ku mohon jangan ambil nyawanya, ku mohon beri kesempatan bagi kami memilikinya. Demi langit dan bumi, ku mohon ijinkan aku mendengar suaranya meskipun suatu saat ku tak dapat memiliki raganya"

~oh, sebegitu bencinyakah engkau hai takdir padaku hingga engkau dengan mudah meluluskan asa dan pintaku bisik May~

Demi melihat May berdiri sambil menangis di depan ruang perawatan puteranya, Ny. Siska dan Tn. Angga semakin bergegas menghampirinya.

"Nak, kenapa kamu menangis harusnya kita bergembira Ben sudah sadar!" seru Ny. Siska

May berusaha menyembunyikan air matanya. digantikan dengan kebahagiaan palsu "Eh iya om, tante ini air mata kebahagiaan kok, silahkan om dan tante masuk dulu. Maaf yah May harus segera ke kantor ada hal yang mendesak terjadi disana Diana gak bisa handle!"

"Oke nak, gak apa - apa semua harus berjalan. Apalagi Ben sudah pulih, nanti sepulang kantor kamu bisa mampir. Nanti om pamitin ke Ben" jawab Tn. Angga

"Gak usah om, kata dokter kita gak boleh biarkan Ben berpikir berat - berat dulu. Pelan - pelan saja" jawab May yang disambut anggukan kepala oleh Tn. dan Ny Bramantyo.

-------

"Ben, kamu sudah pulih nak?"

"Ma, pa sudah datang. sambut Ben"

Kedua orangtuanya antusias menyambut pulihnya Ben, mereka saling memeluk bercerita ini dan itu kadang sedih, haru, terkait kecelakaan, pertemuan Magda dan keluarga sampai ia di operasi. Tetapi yang mengherankan bagi mereka tak sekalipun Ben menanyakan dimana May, padahal jelas - jelas mamanya bercerita setiap pagi May selalu mampir ke rumah sakit sebelum masuk kantor.

Next chapter