Alucard meninggalkan rumah Estes dan dalam perjalanan pulang ke Mansion. Semalaman dia bercakap-cakap dan bertukar pikiran dengan Raja muda itu. Hal itu sedikit mengurangi beban pikirannya. Dia juga ingin menceritakan pada Ruby tentang pertemuan mereka setelah sampai di Mansion nanti. Sekarang gadis itu pasti sedang kesal karena dirinya pergi begitu saja tanpa memberitahunya.
Pemuda itu tersenyum sendiri menyesali sikap bodohnya. Tempo hari dia sangat kesal pada Ruby yang tidak memberitahunya ke mana dia pergi, dan sekarang dia juga melakukannya. Alucard berjanji akan langsung meminta maaf padanya setelah sampai di Mansion nanti.
Di tengah perjalanan, masih di wilayah perkebunan, tanpa diduga seseorang datang dari belakang dan menendang punggungnya dengan keras.
Alucard jatuh tersungkur. Pedangnya terpental tak jauh darinya. Sebelum dia sempat bangkit, seseorang itu segera melesat ke arahnya dan menghunuskan senjatanya pada bahu kanan Alucard.
"Ekkhh!!"
Seseorang itu tersenyum puas. Senjata tajam itu berhasil menusuk bahu belakang Alucard hingga menembus sampai ke bagian depan tubuhnya.
***
Ruby terlambat bangun hingga tidak sempat sarapan. Semalam dia menunggu Alucard yang pergi entah ke mana sehingga dia harus tidur larut malam. Tidak seperti biasanya pemuda itu pergi diam-diam. Ruby berpikir mungkin pemuda itu sudah memutuskan pergi ke Istana untuk menemui sang Raja.
Akhirnya, Ruby meraih sabitnya yang diletakkan di meja sudut ruangan kamarnya. Kelas yang dia ikuti hari ini baru dimulai sore hari, jadi sebaiknya dia pergi berlatih meningkatkan kemampuannya dengan menggunakan sabit kesayangannya.
Kagura berjalan menghampiri ketika Ruby sudah menuruni tangga. Sang gadis spiritualis muda itu nampak ceria pagi ini.
"Pagi, Ruby," sapa Kagura.
"Pagi, Kagura."
"Aku tidak melihatmu saat sarapan tadi. Kau tidak sedang sakit, kan?"
"Aku terlambat bangun, semalam tidak bisa tidur."
"Kenapa? Ada yang kaupikirkan?"
"Tidak," sahut Ruby. "Um, apa kau melihat Alucard?"
"Alucard? Tidak. Aku juga tidak melihatnya saat sarapan," terang Kagura.
Ruby terdiam sesaat. Itu artinya Alucard memang tidak pulang ke Mansion.
"Um, aku ingin berlatih. Kau mau ikut?" ajak Ruby akhirnya.
"Boleh."
Kedua gadis itu berjalan bersama menuju tempat pelatihan. Di sana Ruby juga tidak melihat Alucard. Kira-kira ke mana perginya pemuda itu? Saat Ruby hendak meminta bantuan monster buatan pada Orion, dia mendengar dua Nobilium yang lain sedang berkasak-kusuk di dekat mereka.
"Kudengar Dragon Knight sedang memberi pelajaran pada seseorang di luar sana. Dia membawa tombak Dragonnya. Itu berarti dia bisa saja menghabisi orang itu, kan?"
"Yang benar? Dari mana kau tahu?"
"Tadi ada yang melihat dia keluar dengan membawa senjatanya itu. Dia bilang sekarang mereka sedang berkelahi. Kau mau ikut mengeceknya? Aku mau lihat ke sana, katanya orang yang dilawan Dragon Knight itu seperti monster. Hebat sekali."
"Kau serius? Apa Tuan Aaron tahu hal ini?"
"Aku tidak tahu, tapi Tuan Aaron sedang tidak di Mansion sekarang."
"Ah, aku jadi ikut penasaran. Ayo kita ke sana. Kita harus hentikan mereka kalau bisa."
"Baik."
Mereka berlari kecil meninggalkan tempat pelatihan untuk melihat apa yang terjadi di luar sana. Tanpa diduga, anak-anak yang lain pun terlihat berlarian menuju ke arah yang sama.
"Apa yang terjadi?" tanya Orion ikut penasaran karena semua orang berlarian keluar Mansion. "Ruby, Kagura, sepertinya aku harus memeriksa dulu apa yang terjadi di luar. Latihan kita mulai nanti, ya."
Orion langsung pergi meninggalkan mereka berdua. Ruby berpikir sejenak.
"Dragon Knight? Siapa Dragon Knight?" tanya Ruby pada Kagura.
Kagura menghela napas. Sang Dragon Knight itu kambuh lagi membuat ulah.
***
Darah segar membasahi sebagian mantel biru Alucard hingga menjadi warna keunguhitaman yang gelap. Beberapa saat lalu dia masih tersungkur menerima serangan dadakan itu, tetapi sekarang dia mampu berdiri tegak dengan senjata yang masih menancap di bahunya. Darah tak hentinya mengalir dari celah lukanya.
Alucard menatap seseorang yang berdiri di depannya dengan ekspresi tidak senangnya. Seorang pemuda.
"Kau? Menyerangku diam-diam?" tanya Alucard pada orang itu. Tatapannya dingin menusuk.
"Sekarang aku jadi tahu kalau kau memang sekuat itu. Bahkan tusukan seperti itu saja tidak ada apa-apanya bagimu."
Alucard dengan tenangnya mencabut senjata itu dari bahunya dan melemparkannya kembali pada sang pemiliknya. Darah segar kembali mengucur dengan derasnya namun tak memengaruhi fisik Alucard. Fisiknya tidak akan melemah hanya dengan tusukan seperti itu. Tak butuh waktu lama baginya untuk menutup lukanya kembali.
"Oh, jadi kau memiliki kemampuan penyembuhan diri rupanya," tukas seseorang itu dengan nada tak suka.
Alucard tak habis pikir mengapa pemuda bodoh itu ingin sekali memancing kemarahannya. Tapi dia tidak akan terpancing begitu saja karena yang dia hadapi sekarang bukanlah musuh sejatinya.
"Kau belum merespon perkataanku. Kau menyerangku diam-diam? Seorang Nobilium menyerang Nobilium lain di wilayahnya sendiri? Kau seorang assasin?" tandas Alucard dingin.
"Aku memang memiliki kemampuan assasin. Menyerang tiba-tiba itu sudah menjadi teknik dasar bagi seorang assasin, bukan? Kau masih berlagak bodoh rupanya."
"Bergerak senyap memang menjadi keahlian mereka. Tapi aku tidak pernah menyangka kau akan jadi sepengecut ini hanya untuk memancingku."
"Kau masih belum sadar juga? Kau ingin aku menyiksamu lebih dulu supaya kau mau mengakui perbuatanmu?"
"Memang apa yang kulakukan?" tanya Alucard berusaha sabar. Dia bisa balik menyerang orang itu kapan saja tetapi dia masih menahan diri. Dia hanya tidak ingin membuat masalah di sini. "Apa masalahmu?"
Pemuda itu tertawa sinis. "Demon Hunter... memang benar itulah kau. Tidak lebih dari seorang monster. Mungkin kalau aku membunuhmu di sini kau tidak akan mati semudah itu. Benar, bukan?"
Alucard menghela napas. Dia sama sekali tidak mengerti dengan pemuda ini. Rasanya ingin sekali dia melayangkan pukulan ke wajahnya karena menyerangnya tanpa alasan.
"Seorang Nobilium tidak akan melakukan tindakan bodoh hanya untuk memancing seseorang untuk bertarung. Kau hanya perlu mengatakannya jika memang ingin berduel denganku," kata Alucard mencoba membalik keadaan.
"Apa katamu??!"
"Zilong, kau ingin bertarung denganku, bukan? Tanpa kau melakukan hal pengecut pun aku tidak akan mengabaikanmu."
Zilong menyeringai. "Memang itulah yang kuinginkan."
"Sungguh bodoh," desis Alucard. Dia mengambil pedangnya dan menusukkannya di tanah. "Kau punya peluang untuk menghabisiku, kenapa tidak kaulakukan? Aku bisa saja mati dengan seranganmu yang senyap itu jika kau menggunakan kekuatan penuhmu."
Zilong tak menanggapi celotehan Alucard yang sengaja memancingnya. Dia mengayunkan tombaknya yang berbekas lumuran darah milik Alucard dan melakukan serangan cepat ke arah sang Demon Hunter.
Alucard menghindari serangan Zilong. Dia mencabut pedangnya dan mengayunkannya pada Zilong.
Dua senjata berdenting nyaring, Zilong berhasil menahan serangan pedang Alucard. Dia memutar tubuhnya dan melakukan tendangan keras pada perut lawannya. Alucard terpukul mundur.
Zilong mengacungkan tombaknya ke wajah Alucard. "Aku tidak akan membiarkanmu menginjakkan kakimu di tanah ini. Katakan, apa tujuanmu datang ke sini?"
Alis tebal Alucard bertautan. Dia bingung dengan maksud ucapan Zilong. "Apa maksudmu?"
"Kau tengah menjalankan misi. Dari awal aku sudah mencurigaimu. Tidak mungkin orang sepertimu mau bergabung dengan kami meskipun kau seorang Nobilium. Kau datang dengan niat buruk, kan? Sebelum Yang Mulia menghukummu, biar aku yang lebih dulu menghukummu."
Zilong menerjang dengan kecepatan penuh sebelum Alucard sempat menjelaskan sesuatu. Mereka kembali berduel. Tombak Zilong sangat tajam dan beberapa kali berhasil menyayat kulit Alucard, namun Alucard masih bisa mengatasinya. Dia sesekali membungkuk dan melompat menghindari tebasan tombak Zilong. Entah mengapa dia jadi tak berniat menyerang Zilong dengan brutal karena pemuda itu tengah salah paham terhadap dirinya.
Alucard ingin menjelaskan namun pemuda itu masih terus ingin menyerangnya. Zilong memang berbakat dalam hal kecepatan bertarung jarak dekat. Karena tak berusaha menyerang balik, Alucard sempat kewalahan menghadapinya.
"Jangan hanya menghindar, sialan! Lawan aku!" bentak Zilong.
Dia terus melancarkan serangannya. Dengan tombaknya, Zilong berusaha menyabet kedua kaki Alucard namun pemuda itu secepat mungkin melompat dan bersalto mundur.
"Kau menyerangku karena ini? Untuk mengetahui hal yang bukan menjadi urusanmu?" Alucard berusaha mengulur waktu.
"Bukan urusanku??" ulang Zilong. Mendengarnya dia jadi semakin kesal. "Demi tanah Calestine Land aku mengabdikan diriku yang kelak akan menjadi ksatria pelindung negeri ini. Kau pikir aku akan membiarkan monster sepertimu berkeliaran di sini? Kau bisa saja menghabisi para Nobilium saat mereka lengah."
"Aku bahkan tidak perlu menunggu waktu lama jika ingin menghabisi mereka. Jika aku mau, aku bisa saja membunuh siapa pun di sini sejak awal kedatanganku."
"Itu hanya alasanmu supaya tidak ada yang mencurigaimu."
"Terserah apa katamu saja."
"Baiklah kalau kau tetap bersikeras."
Zilong memusatkan penuh konsentrasinya. Dia memanggil kekuatan dalam dirinya.
BLAARRRR!!
Seketika tubuh Zilong dilingkupi dengan nyala api. Seiring dengan tingkat kemarahannya, warna api itu kian memerah. Dalam kondisi seperti itu kekuatan Zilong tentu tak bisa diremehkan.
Hal itu membuat Alucard terpaku. Kekuatan dalam diri Zilong dapat dirasakannya melalui indera demonnya. Kekuatan yang sangat besar. Diam-diam Alucard mengaktifkan mode demon dalam dirinya. Manik matanya menyala merah tajam. Rupanya Zilong tak main-main dengan tindakannya. Dia memang menginginkan pertarungan ini.
Sebelum keduanya kembali berduel, segerombolan orang datang mendekati mereka.
"Hentikan, kalian berdua!" teriak Orion. Di dekatnya ada Ruby, Kagura, dan para Nobilium lain yang ikut serta. Dia tak percaya dengan pemandangan yang dilihatnya. "Apa-apaan ini? Ada apa dengan kalian??"
Zilong menggenggam kuat tombaknya. Api itu kian berkobar melingkupinya. Orion tahu tentang kekuatan Zilong, semakin marah maka dia akan semakin kuat.
"Zilong, kendalikan dirimu! Tarik kembali kekuatanmu. Mansion tidak mengijinkan pertarungan sesama Nobilium!" tegas Orion lagi.
"Tuan Orion, tanyakan saja padanya apa misi yang dia jalani saat ini. Aku hanya sedang berusaha melindungi tempat ini dari monster sialan ini," tukas Zilong tajam. Ujung tombaknya teracung kembali ke wajah Alucard.
"Misi?" tanya Orion tak mengerti. Yang lain terdengar bertanya-tanya tentang apa yang Zilong ucapkan.
Ruby, gadis itu membeku. Entah mengapa dia jadi terintimidasi dengan yang lainnya. Mereka, termasuk Zilong sendiri, menyebutkan kata monster. Itu sama seperti perkataan orang-orang yang selama ini menganggap diri Alucard seperti monster karena status pekerjaannya sebagai Demon Hunter. Jadi mereka semua di sini pun sama? Mereka juga menganggap Alucard seperti monster. Seharusnya Ruby bisa memperkirakan hal ini. Mendadak hatinya terasa pedih. Lebih karena merasa bersalah pada Alucard yang tak bisa melindunginya dari caci makian orang lain terhadapnya.
"Orang ini sudah menipu kita. Dia datang dengan maksud lain. Dia datang untuk menjalankan sebuah misi dan aku punya firasat buruk tentang itu," ungkap Zilong.
Ruby terkejut mendengar pengakuan Zilong. Dari mana dia mengetahuinya? Tidak mungkin Alucard sendiri yang memberitahunya. Atau bisa jadi memang Alucard yang membuat kesalahan sehingga apa yang dia lakukan bisa diketahui oleh Zilong.
"Alucard, apa itu benar? Jelaskan sesuatu," pinta Orion sebelum Zilong melakukan hal buruk padanya.
Alucard terdiam. Tangannya mengepal kuat. Dia tak ingin mengatakan apa pun. Semuanya menjadi kacau karena mereka semua datang dan malah menyaksikannya.
"Lihatlah, dia sudah memasuki fase demonnya. Kau bisa lihat mata membunuhnya itu, Tuan Orion?" pancing Zilong.
Alucard menghindari tatapan dengan Orion dan yang lainnya. Sungguh ingin rasanya dia membunuh Zilong saat ini juga. Keadaan ini membuatnya sangat marah. Namun dia tidak bisa melakukannya. Tidak di hadapan Ruby. Lalu dia bisa merasakan kekuatan yang mengalir dari Demonic Claw pada tangan kanannya. Kekuatan itu meminta ingin dilepaskan karena Alucard sudah terlanjur membangkitkannya. Dan masalah terbesarnya sekarang adalah dia tidak bisa menahan kekuatannya lebih lama lagi atau dia akan kehilangan kendali dirinya.
"Dragon Knight, sudah cukup." Tiba-tiba Ruby ikut bergabung dalam pembicaraan. Zilong tercengang mendengar Ruby menyebut nama gelarnya.
"Ruby, jangan ikut campur," tandas Alucard.
"Zilong, kau salah paham tentangnya. Kami datang bukan dengan niat buruk."
"Ruby—"
"Kau diam saja, Alucard. Biar aku yang bicara dengan si Dragon Knight ini!" sahut Ruby marah.
Zilong menatap Ruby dingin. Tidak seperti sebelumnya yang selalu ramah terhadap gadis itu. "Jelaskan, atau kau juga akan menerima akibatnya."
Ruby memposisikan sabitnya. "Tadinya aku ingin menjelaskannya tapi dari caramu bicara padaku kau sama sekali tidak punya etika. Apa kau juga menganggapku monster? Jika memang benar, maka aku juga tidak akan ragu menghadapimu juga."
Zilong menaikkan sebelah alisnya. "Kau ingin melawanku dengan sabit bodohmu itu?"
"Hentikan ocehanmu, aku sudah cukup kesal, sialan!!"
Alucard menerjang ke arah Zilong. Dia menyabetkan pedangnya dan dengan mudah ditangkis oleh Zilong. Dia berusaha menekan Dragon Knight dengan melakukan serangan beruntun. Dan di saat tertentu, Alucard membuka celah bagi Zilong untuk melakukan serangan balik.
Mengandalkan kecepatan serangannya, Zilong meliukkan tubuhnya dengan teknik tombaknya yang sudah terlatih. Dia menjegal Alucard dengan kekuatan penuh dan dalam sekali dorongan, ujung tombaknya berhasil menembus lambung Alucard.
"Uhukk!!"
Alucard muntah darah. Dia tergeletak di tanah.
"Alucard!!" Ruby berteriak histeris. Dia tahu benar Alucard sengaja mengalah dalam pertarungan ini.
"Sialan! Kau bahkan sengaja kalah dariku. Kau tidak menggunakan kekuatanmu dengan benar padahal kau sudah memasuki fase demonmu. Tuan Orion, sebaiknya kau laporkan hal ini pada Aaron atau dia akan membunuhmu selagi kau lengah."
Zilong menyaruk batu kecil dan menendangnya jauh-jauh. Dia menarik kekuatannya dan pergi meninggalkan mereka semua.
"Ayo, kita bawa Alucard kembali ke Mansion," kata Orion.
Ruby menatap wajah Alucard. Rupanya Calestine Land pun sama. Bukan tempat yang aman untuk pemuda itu berlindung dari semua kenangan buruknya.
Sekedar ingin memberitahu bahwa saya yg nulis cerita ini adalah cewek. Jadi jangan dipanggil gan atau om ya hehe (piss) :p