Lagi-lagi, Gao mulai chap ini dengan mengatakan, "Gao nggak tahu memuaskan atau nggak." Silakan readers tercintaaahh nilai sendiri, jangan lupa komennya...
Baca aja yah, happy reading... 😘😘
****
25 Desember
Tadi pagi, aku terbangun dengan kepala sangat pusing, tapi sakit kepalaku rasanya menguap saat melihat wajah lembut Hinata, gadisku--ah, tidak--wanitaku, saat tertidur. Dia masih tidur dengan posisi yang sama seperti ingatanku semalam, memelukku dengam satu tangan sementara tangannya yang lain berada di atas dadaku yang telanjang, kepalanya bersandar dengan aman di cekungan otot tanganku, dan napasnya yang lembut seperti kucing terdengar oleh telingaku. Tubuh kami masih polos setelah bercinta semalam.
Aku mengeratkan pelukanku di sekeliling tubuhnya saat ia menggigil, mungkin karena angin pagi hari yang bertiup ke balkon.
Ketika aku menatapnya, mengelus lembut pipinya, turun ke leher dan menjelajahi tulang selangkanya yang terasa sangat rapuh di bawah ujung jariku yang kuat, dia sedikit menggeliat dan terkekeh. Cahaya di matanya yang pucat sesikit meredup saat menatap mataku.
Sambil menyusuri dadaku dengan ujung jarinya--demi Tuhan, itu tindakan terlarang! Membuat sesuatu langsung terbangun di bawah sana!--dia berkata, "Sasu-kun... "
"Mmmh?" sahutku, kemudian menangkup dagunya dan mulai mencium bibirnya yang sudah terasa lebih seperti narkoba, tapi hanya sekilas, takut jika aku memperdalam ciumanku, kami akan berakhir seperti semalam lagi. Ah, tidak! Aku tahu dia sangat kelelahan.
Yah, aku tahu itu adalah pengalaman pertamanya. Sepertiku juga, tapi aku banyak belajar. Eh? Memangnya apa gunanya internet dan para pelacur?
Ejakulasi pertama, rasanya begitu istimewa....
Aku sadar aku melakukan ejakulasi di dalam dirinya. Jika dia hamil, secara otomatis itu akan mengikatku dengannya. Terikat secara permanen dengan gadis manis super menggoda seperti Hinata, siapa yang tidak akan merasakan euforia?
Tiba-tiba, bayang wajah Neji, salah satu personel keluarga Hyuga, melintasi kepalaku dan membuatku meringis. Dia adalah kakak Hinata, dan dia juga akan menjadi kakakku jika aku pada akhirnya menjadi suami Hinata. Ck, aku benci sekali pria itu, dan gagasan barusan sedikit menyakiti perasaanku.
Neji Hyuga adalah senior paling menyebalkan di SMU, sebelas dua belaslah dengan bungsu keluarga Rei, Gaara, dan membayangkan harus bertemu Neji lagi setelah bertahun-tahun terlepas dari tatapan mata menyebalkan begitu, aku merasa ingin mencakar cintaku sendiri. Bagaimana bisa Hinata bersaudara dengannya? Jangan-jangan, Neji adalah anak pungut? Ah ya, sudah pasti anak pungut.
Ironinya, walaupun mereka bersaudara, mengapa Hinata tidak bersekolah di SMU yang sama dengan kakaknya? Toh, usia mereka hanya terpaut dua tahun. Tahun ini, Hinata berusia 23 tahun, dan aku 24 tahun. Sudah pasti, Hinata adalah adik kelasku, tapi aku sangat ingat bahwa aku tidak pernah melihat wajah semanis wanita ini di seantero sekolah. Maksudku, ayolah, SMU tempatku bersekolah, Japannese National Model High School, merupakan sekolah persiapan perguruan tinggi yang memiliki kelulusan paling tinggi selama berpuluh-puluh tahun! Bagaimana bisa Ayah mereka berdua (ah ya, Neji Menyebalkan adalah anak pungut) memasukkan mereka di sekolah yang berbeda?
Tapi yah, sepanjang yang aku ingat, Neji adalah senior yang sangat istimewa dan bermartabat.
Memikirkan itu, wajahku langsung cemberut. Bagaimana bisa aku memikirkan hal yang bagus dari Si Neji Menyebalkan ituhh?!!
Tangan mungil Hinata beralih ke pipiku, dan membuatku langsung menatapnya. Syukurlah Hime, kau menyelamatkan aku dari hari buruk memikirkan Neji!
"Aku... " Hinata terbata-bata. Ehe, aku bersmirk devil. Sudah pasti sekarang Hinata akan bilang 'Aku mencintaimu', makanya wajahnya merah begitu. "Aku... " Katakan sekarang! Aku sudah tidak tahan! "Aku... aku malu... "
Jleb!!
Harapanku langsung musnah! Realita benar-benar tidak sesuai ekspektasi!
Karena masih syok, aku hanya melongo.
"Sasuke-kun? Sasu-kun! " Aku merasakan tangan Hinata mengguncang-guncang bahuku.
Aku mengerjap. "Ah, ya? Apa tadi? "
Hinata mendengus pelan, tapi wajahnya masih meninggalkan rona. "Aku malu. Bisakah kau berhenti memelukku? Aku harus segera berpakaian. "
Ternyata aku memang tidak bermimpi buruk dengan dia mengatakan itu, karena suaranya sangat jelas....
Tuhan, aku butuh menangis sekarang!
"Mengapa kau harus malu? Aku sudah melihat semuanya, lho. Aku bahkan menyentuh dan memasukimu, dan kau malah keenakan... " sahutku sambil menyeringai mesum. Lihat saja tuh, wajah Hinata semakin menyala!!
"SASUKE-KUN!! " teriak Hinata, wajahnya masih merah.
Aku terkekeh, tapi kemudian aku menyerah dan berdiri. Tubuh telanjangku terkena angin pagi hari dan aku bisa melihat sisa-sisa kegiatan semalam di sepanjang tubuhku. Ada bercak darah yang melumuri ujung bagian bawahku dan beberapa tanda terlihat jelas di perutku.
Nah kan, kelihatannya saja yang polos. Aslinya, Hinata itu benar-benar liar! Aku bahkan tidak ingat apa saja yang sudah dia lakukan pada diriku yang sangat malang ini saat memperkosaku semalam.
Masih tersipu, Hinata menurunkan kakinya yang telanjang sambil menutup dada dan bagian bawahnya dengan kedua tangan, kemudian berdiri.
Ahoyyy, Hinata! Tidak ada gunanya ditutupi. Tetap kelihatan kok...
Tapi tidak sampai satu detik berdiri, Hinata langsung terjengkang ke belakang dan aku secara refleks menangkap tubuhnya, satu tangan berada di pinggang dan satu tangan lagi memegang tangannya.
Apa yang terjadi denganmu, Hinata? Duh, aku nyaris menepuk jidatku. Kenapa aku bisa jadi oon begini? Sudah pasti Hinata tidak bisa berdiri sekarang, mengingat keperkasaanku.😎
Aku memandangnya dengan khawatir dan Hinata menatapku. Mata kami bertemu, dan saat aku melihat manik lavendelnya, ada sekelebat cahaya redup yang melintasi matanya. Itu... demi Tuhan, itu blitch kamera! Jangan-jangan, ada yang memotret kegiatan kami?! Tidak boleh! Tidak apa dengan aku yang sering beradegan telanjang, tapi Hinata? Aku tidak mau tubuh indahnya dilihat siapa pun selain diriku!
Aku menoleh-nolehkan kepalaku dan tidak melihat apa pun. Semuanya tampak biasa saja, juga masih sepi seperti semalam....
Mungkin aku salah lihat.
Aku memutuskan untuk tidak memedulikan itu dan langasung menggendong Hinata. Gadis itu terkejut dan langsung mengalungkan lengannya ke leherku.
Hebat yah, tiga hari yang lalu aku masih duduk di atas kursi roda, dan aku sudah bisa menggendong seseorang yang sangat berat sekali tanpa kesusahan. Obat kuat (eh?) yang diberikan Bibi Suzune memang emejing!
Tanpa berkata-kata lagi, aku menjatuhkan tubuh Hinata di atas ranjang dan mengecup ujung kepalanya. Dia terlihat gugup tapi diam saja. Setelah menyelimutinya, aku kembali ke balkon dan memungut pakaian kami yang sama-sama rusak di sana sini.
Aku memutuskan membuang pakaian tidak layak pakai itu ke tong sampah dan merasa bahwa aku harus menelepon Suigetsu untuk memintanya membeli pakaian untuk Hinata. Aku tidak bisa meninggalkan Hinata sendirian di sini, dan kelebatan blitch tadi membuatku menjadi tidak tenang.
Setelah menarik selimut untuk Hinata sampai ke dagunya, aku berbalik pergi ke toilet. Sebelum aku benar-benar menghilang di balik pintu, aku bisa merasakan tatapan Hinata yang mengawasiku dan sebuah suara yang lembut terasa seolah terbang memasuki telingaku. "Kau tahu, Sasuke-kun, aku juga menyukaimu..."
Aku pura-pura tidak mendengarnya, padahal hatiku menyunggingkan seringai lucy (😏), kemudian masuk ke toilet dan mulai mandi.
****
Yosh, chap ini pendek banget yah? Gomen!! 🙏🙏