webnovel

Bisikan Setan Plus Plus

Apa yang terjadi setelah itu terlalu panjang untuk dijelaskan secara mendetail....

(Bisa – bisa sampai chapter 100 isinya masih adegan ngetot semalaman, kuy XD Agar Plot di Novel ini bisa berjalan, mari kita percepat jalan cerita di chapter ini (-^_^-) )

Sarah yang baru saja tersadarkan masih terbaring lemas di atas matras.

Wiradhi yang melihat mata sang wanita yang baru saja kehilangan kegadisannya itu sudah terbuka menyodorkan sesuatu di hadapan Sarah.

Sebuah Smartphone Aquos berwarna putih milik dirinya.

(Nama Merknya udah kayak nama Girlband di anime Love Live Season 2 aja XD)

Sarah termangu, dirinya tak mengerti apa maksud Wiradhi memberikan benda itu padanya.

"Hubungi keluargamu di rumah, bilang pada mereka kalau kamu diundang menginap di rumah temanmu malam ini juga."

Sarah yang mendengar kata – kata yang keluar dengan santainya dari mulut Wiradhi otomatis langsung membelalakkan matanya kembali.

("Tidak....! Ini masih belum berakhir!? Kenapa aku harus menginap di rumahnya malam ini!? Apa yang akan dia lakukan pada diriku semalaman nanti!?")

Sarah merasakan rasa takut yang amat sangat mencengkeram dirinya.

Tapi di saat yang sama, dia merasakan sebuah ketertarikan dan rasa harap – harap cemas menyeruak dari dalam hatinya.

Tanpa disadari oleh dirinya sendiri, selangkangannya yang masih becek membanjir kembali merembeskan cairan kental dan hangat dari pancuran yang berada di tengah lembah kewanitaannya.

Sebuah detail yang tentunya tidak akan terelakkan oleh mata Wiradhi yang tajam mengamati seluruh bagian tubuh Sarah bagaikan ular yang sedang mengincar mangsanya.

Tatapan mata Wiradhi benar – benar membuat Sarah tak mampu berkutik.

Dengan tangan yang masih gemetar dalam sisa – sisa vibrasi kenikmatan, dengan perlahan diraihnya smartphone miliknya tersebut dan dibukanya nomor kontak telepon orang tuanya.

Untuk Sarah terdiam, dirinya menghela nafas panjang, mencoba untuk menenangkan dirinya yang masih terengah – engah dengan nafas yang tidak beraturan porak poranda setelah di acak – acak oleh badai kenikmatan seksual yang tiada taranya.

Dengan disaksikan oleh Wiradhi, Sarah menghubungi Ibunya dan meminta ijin untuk menginap semalaman di rumah temannya.

Ibunya awalnya tentu saja bertanya ini – itu tentang berbagai hal, mulai dari siapa teman yang dimaksud oleh dirinya tersebut, dimana rumah temannya itu, sampai kepada hal – hal detail seperti pakaian apa nanti yang akan dia kenakan sehabis mandi pun ditanyakan oleh Ibunya.

Dengan sabar dan penuh telaten, Wiradhi memberikan instruksi pada Sarah tentang apa yang harus dia jawab kepada Ibunya.

Supaya tidak kedengaran oleh Ibu Sarah dan memancing kecurigaan sang calon mertua (he he he he, niat banget si Wiradhi untuk mendapatkan Sarah yak, udah nganggep orang tuanya sebagai calon mertua) akibat adanya suara seorang lelaki di dekat anak perempuannya, maka Wiradhi dengan tanpa suara mengetikkan apa yang dia perintahkan ke layar smartphonenya sendiri dan menunjukkannya pada Sarah.

Sarah menuruti segala instruksi Wirdhi.

Dia katakan kepada Ibunya bahwa dia akan menginap di rumah teman yang pernah dia ajak main ke rumah dan diperkenalkannya kepada kedua orang tuanya bulan lalu (yang tidak lain dan tidak bukan adalah kekasih hati Sarah yang tentu saja adalah sesama wanita).

Sarah mengatakan kepada Ibunya bahwa dia ingin menemani temannya tersebut yang ditinggal sendirian oleh orang tuanya yang pergi ke luar kota untuk urusan bisnis.

Sarah minta ijin untuk diperbolehkan menginap di rumah "teman"nya tersebut untuk satu malam, paling tidak sampai kedua orang tuanya kembali dari perjalanan bisnis mereka di luar kota.

Sarah katakan juga bahwa segala keperluan dari makanan sampai pakaian sudah tersedia di rumah temannya tersebut, jadi Ibunya tidak perlu khawatir.

Karena mereka berdua sesama wanita dan memiliki ukuran tubuh yang hampir sama, maka tentu saja Sarah hanya perlu meminjam pakaian temannya tersebut.

Akhirnya setelah pembicaraan yang panjang yang berlangsung paling tidak selama sepuluh menit, sang Ibu akhirnya memperbolehkan Sarah untuk menginap di rumah "teman"nya tersebut.

Sang Calon Ibu Mertua Wiradhi tersebut bahkan mentransfer sejumlah uang ke account e-payment milik Sarah sambil berpesan untuk membeli makanan sehat untuk dimakan bersama dengan "teman"nya tersebut.

Setelah menutup telepon panjangnya Sarah mendapati Wiradhi memandangi nya sambil tersenyum nakal.

("Apa liat – liat!?") Seandainya ini adalah satu jam yang lalu, Sarah pasti lah akan menghardik sang lelaki dengan kasar.

Tapi Sekarang?

Sarah tidak tahu lagi apa yang yang harus dilakukan oleh dirinya untuk menghadapi sang lelaki yang telah mempermainkan raga dan jiwanya ini.

Tubuh dan pikirannya yang telah porak poranda hancur teracak – acak dihantam oleh gelombang kenikmatan dan badai hasrat terasa telah terombang – ambingkan dan terpecah berserakan kemana – mana seperti cairan cinta mereka berdua yang telah bercampur dan menyebar berceceran di lantai akibat permainan gila mereka berdua sesaat sebelumnya.

Sarah merasa begitu lemah dan tak berdaya di hadapan Wiradhi.

Perasaan ini membuatnya ingin menangis tapi sudah lupa bagaimana nadanya.

(,>o<,)

Akhirnya, Sarah memberanikan dirinya bertanya pada Wiradhi, dengan nada suara yang sayup – sayup terdengar lemah bagaikan kicauan pipit yang ditelan oleh suara desiran angin. Tangannya mengepal di tengah dekapan dadanya yang ranum itu, seolah ingin mengumpulkan keberanian dan tekad dirinya yang masih tersisa.

"Wira... Ummm.... Dimana Pakaianku...?"

Wiradhi sekonyong – konyong mendekatkan wajahnya ke wajah Sarah hingga nafas mereka saling bertemu.

"Oh, pakaianmu semua tadi sudah masuk cucian pas kamu lagi pingsan. Sebelum tubuhmu kupindahkan ke sini, udah kutaruh di jemuran kok."

Untuk sesaat, Sarah merasa lega.

Tapi kata – kata yang keluar dari mulut Wiradhi setelah itu membuat nafasnya berhenti.

"Ngapain kamu nanya begituan? Malam ini sampai besok pagi kamu gak perlu mikirin hal begitu."

". . . . Eh? Maksudmu apa...?" Setelah terdiam beberapa lama, barulah Sarah menangkap maksud yang tersembunyi dibalik kata – kata Wiradhi. Namun dia masih memberanikan dirinya untuk bertanya.

Sekedar untuk memastikan saja.

Karena jantung hati nya saat ini sudah berdetak – detak tak karuan dipenuhi oleh rasa cemas dan pengharapan yang telah bercampur baur menjadi satu.

"Maksudku ya simple aja lah. Singkatnya, malam ini sampai besok, kamu gak butuh yang namanya pakaian."

Setelah membisikkan hal tersebut ke telinga Sarah, Wiradhi tiba – tiba saja langsung memeluk tubuh indah gemulai Sarah yang masih telanjang bulat tanpa sehelai benang pun itu.

Sarah tak mampu melawan.

Atau lebih tepatnya, dia sudah tak mau berpikir atau berbuat apa – apa lagi.

Dipasrahkannya saja sang lelaki untuk kembali mempermainkan dan mengacak – acak tubuhnya dalam permainan penuh nikmat.

Bahkan Sarah sendiri pun dengan perlahan tapi pasti sudah mulai ikut turut serta dalam permainan nafsu yang sedang mereka mainkan.

Setiap gerak tubuhnya yang begitu binal mengobarkan hasrat sang lelaki ditambahkan dengan erangan nakal nan erotis yang keluar dari bibirnya yang berwarna merah muda merona bagaikan buah jambu yang telah masak terlihat begitu menggiurkan untuk dilahap.

Amelia Sarah kini pun mulai ikut menikmati setiap sensasi penuh kenikmatan yang dia rasakan di setiap sentuhan, remasan, rangsangan, ciuman, hisapan dan jilatan Wiradhi di sekujur tubuhnya.

Sang wanita yang jiwa dan raganya kini telah terbenam kembali di dalam rawa – rawa hasrat nafsu, ditenggelamkan oleh lumpur lengket kenikmatan birahi yang tiada taranya itu mendesah dengan penuh nikmat, sambil terkadang meraung penuh hasrat dan sesekali tertawa nakal karena merasa geli ketika area – area sensitif nya digelitik oleh sang lelaki baik dengan jarinya ataupun dengan lidahnya.

Next chapter