Finland belum pernah sepatah hati malam ini. Sebagai seorang ibu, dalam hatinya ia sudah tahu bahwa ia akan memilih Aleksis. Anak itu masih kecil dan tak bisa membela dirinya sendiri. Caspar adalah seorang pria dewasa yang tentu lebih kuat menghadapi masalah.
Namun Finland tak sampai hati melihat Caspar menderita seperti yang diinginkan Katia. Kalau boleh memilih, ia rela mati agar kedua orang yang dicintainya itu dilepaskan dari penderitaan... Seandainya pilihan itu tersedia, dengan senang hati ia akan menyambut kematian demi mereka.
Ia tak mengira Katia demikian jahat kepadanya.
"Caspar sudah bilang aku adalah kelemahannya... Itulah sebabnya dulu ia selalu berusaha melindungiku.." tangis Finland dengan sedih. "Mereka tega sekali menggunakan aku untuk menyakitinya.... Kenapa Katia jahat sekali kepadanya... Mereka bersama selama 50 tahun... Apakah tidak tersisa sedikit pun belas kasihan kepadanya?"
Lauriel membiarkan Finland menangis hingga air matanya habis. Perhatiannya terbagi antara gadis itu dan Jean yang tiba-tiba terkulai di lantai.
"Uff..." Buru-buru Lauriel menghampiri Jean dan memeriksa tanda-tanda vitalnya. Setelah memastikan semua baik-baik saja, barulah ia bernapas lega. Ia lalu mengambil bantal dan selimut dari kamar Jean dan mengatur agar pemuda itu bisa berbaring dengan nyaman di tempatnya. Jean mengalami kelelahan fisik dan mental dan Lauriel membiarkannya istirahat agar obatnya bekerja.
Ia lalu menghampiri Finland yang sudah tak mampu menangis lagi dan kini hanya menatap tembok dengan pandangan kosong.
"Kenapa kau biarkan Aleksis diculik...?" desisnya ketika Lauriel mendekat.
Langkah Lauriel serentak terhenti mendengar kata-kata Finland yang bernada tuduhan.
"Aku TIDAK membiarkannya diculik, aku menyiapkan 5 pengawal terbaik di Singapura untuk menjaga Aleksis." kata Lauriel tegas. "Aku tahu kau sedang sedih dan kau tidak bermaksud mengatakan hal jahat bahwa aku sengaja membiarkan anak angkatku diculik musuh ayahnya... Aku berulang kali membayangkan di kepalaku, apa yang akan terjadi seandainya aku membawa Aleksis bersamaku dan dia tidak diculik... Tapi semua itu tidak berguna. Saling menyalahkan tidak akan ada gunanya. Aku hanya tertarik memikirkan bagaimana kita bisa menyelamatkan Aleksis..."
"Bukankah kau ahli racun? Mengapa kau tidak bisa menyembuhkannya?" tanya Finland lagi, kali ini dengan suara putus asa. Ia tahu jawabannya tetapi ia tak dapat menahan diri untuk tidak bertanya. Lauriel sudah mengatakan ia tak mengetahui jenis racunnya, dan mereka hanya punya waktu dua minggu... Ia takkan sempat menganalisis dan membuat penawar yang tepat.
"Aku bisa mencoba, tapi bahkan aku tak yakin akan berhasil..." jawab Lauriel dengan nada sesal. "Maafkan aku."
Finland tiba-tiba bangkit dan berlari ke kamar mengambil ponselnya lalu dengan tangan gemetaran memencet suatu nomor telepon.
TUT
TUT
TUT
Hingga belasan kali berdering, panggilannya tidak juga diangkat. Finland tidak putus asa, kembali mencoba.
"Tolong...angkatlah..." bisik Finland berkali-kali. Setelah puluhan deringan panggilannya tidak juga diangkat, ia pun sadar Caspar tak akan mengangkat panggilan telepon darinya. Dengan putus asa ia akhirnya membanting ponselnya dan berlari keluar.
"Kau mau ke mana?" tanya Lauriel.
"Jangan ikuti aku... !" Finland berbalik dan mengangkat tangannya ke arah Lauriel. "Tolong jangan ikuti aku. Biarkan aku sendiri..."
Lauriel menyipitkan mata dan mencoba menilai kondisi mental Finland, sebelum akhirnya mengangguk pelan, "Baiklah... Tapi jangan keluar hotel. Di luar tidak aman."
Finland memaksa tersenyum dan mengangguk. "Terima kasih..."
Ia berlari keluar suite dan segera menuruni lift menuju lobby. Dengan langkah-langkah panjang ia mendatangi resepsionis.
"Tolong, saya mau bertemu dengan Manajer Park..." katanya dengan suara tercekat.
Resepsionis yang keheranan menggeleng sambil berusaha tetap tersenyum ramah. "Maaf, Nyonya... Manajer Park sudah pulang dari tadi sore, kami tak bisa mengganggunya."
"Kalau begitu siapa saja orang di hotel ini yang bisa menghubungkanku dengan Tuan Stanis Van Der Ven atau Tuan Heinrich Schneider...." Finland tidak mau menyerah. "Ini sangat penting..."
"Maaf... tapi beliau tidak ada di sini." Resepsionis menggeleng lagi, masih tersenyum. "Lagipula, beliau sangat sibuk dan kami tidak punya akses untuk menghubungi beliau."
"Tolong sampaikan kepada Tuan Stanis Van Der Ven atau Tuan Heinrich Schneider... aku akan menunggu... aku akan berlutut di sini sampai ia mau bicara denganku..." Finland menggigit bibirnya dan berusaha menahan tangis. Air matanya yang tadi sudah mengering entah kenapa kembali menetesi pipinya tanpa henti. Kedua staf hotel tampak kebingungan melihatnya.
"Nyonya... ada yang bisa kami bantu? Apakah Anda sakit?" Manajer on-duty menghampiri Finland dan berusaha menyentuh bahunya tetapi segera ditepis oleh Finland yang menggeleng-geleng.
"Maaf... aku terpaksa melakukan cara ini..." katanya pelan. Ia lalu duduk bersimpuh di tengah lobby, tidak mempedulikan pandangan keheranan orang-orang yang sedang berlalu lalang di lobby hotel.
"Aduh.. Nyonya, tolong berdiri... Anda membuat posisi kami menjadi sulit. Tamu-tamu yang lain akan mengira kami melakukan kesalahan kepada Anda..." Manajer on-duty tampak menjadi salah tingkah. Ia berusaha membantu Finland berdiri tetapi gadis itu dengan keras kepala bertahan tetap bersimpuh di lantai.
Tahun lalu Finland sudah memikirkan cara ini untuk menemui Caspar, tetapi justru Sophia yang keluar dan membuatnya patah hati sehingga menyerah dan segera kembali ke San Francisco.
Setelah ia mengetahui bahwa Sophia memperdayanya, Finland merasa sangat menyesal dan ingin sekali bertemu Caspar bagaimanapun caranya. Sayang sekali Caspar tidak pernah mau mengangkat teleponnya. Sekarang ia tak punya pilihan selain membuat keributan di Hotel Continental untuk menarik perhatiannya.
Di mana pun Caspar berada, ia pasti akan diberi tahu oleh stafnya jika Finland terang-terangan mencarinya di Singapura. Ini jalan terakhir agar Caspar mau menemuinya...
***
Caspar sedang merenung sambil memandang lampu-lampu kota dari jendelanya ketika pintu diketuk dua kali dan Jadeith masuk tanpa menunggu dipersilakan.
"Paman, Stanis berusaha menghubungi Paman sedari tadi tetapi karena Paman tidak mengangkat telepon ia memintaku datang kemari secepatnya," kata Jadeith terburu-buru.
"Hmm... aku tidak ingin diganggu, aku sedang berpikir..." kata Caspar. Suaranya terdengar sangat lelah. "Semua telepon kusenyapkan. Ada hal penting apa?"
"Tadinya aku tidak mau memberi tahu ini kepada Paman, karena aku tak mau Paman menjadi sedih, tetapi Nona Finland dan keluarganya ada di sini..." kata Jadeith dengan nada bersalah.
Sejak melihat betapa Caspar merasa terpukul saat mengetahui Finland dan Lauriel berada di Manaus, ia tidak lagi memberi tahu Caspar kabar keberadaan Finland. Menurutnya saat ini Caspar sudah cukup dipusingkan dengan menghilangnya Sophia dan ia tak mau melihat Caspar bertambah beban pikiran dengan mengetahui bahwa gadis yang dicintainya berada di dekatnya.
"Di sini?" Caspar mengerutkan keningnya. "Maksudmu di hotel ini? Bukankah aku sudah memberikan perintah kepada manajemen untuk menolak Lauriel?"
"Mereka menginap di suite yang dipesan Jean. Manajemen tidak menerima perintah untuk menolak Jean Pierre Wang..." Jadeith tampak salah tingkah, "Tetapi bukan itu hal penting yang ingin disampaikan Stanis...."
"Apa itu?"
"Nona Finland sedang bersimpuh di lobby dan memohon agar Stanis atau Paman mau bicara dengannya... Semua staf sudah berusaha membujuknya untuk bangun tetapi ia bertahan... Sudah tiga jam, dan banyak tamu yang lewat mulai bertanya-tanya ada apa sebenarnya. Manajemen sudah berusaha menghubungi Paman ke sini tetapi teleponnya juga tidak diangkat, maka mereka menghubungi Stanis, dan Stanis lalu menghubungiku..."
"A.. apa? Mengapa Finland melakukan itu? Apa yang diinginkannya?" Caspar sangat terkejut mendengar berita dari Jadeith, "Apakah terjadi sesuatu dengan Lauriel?"
"Nona Finland hanya ingin bicara dengan Paman. Dia tak tahu Paman sedang ada di Singapura... Aku tak tahu apa yang terjadi dengan Lauriel."
Caspar ingat bahwa orang Alexei menemui Lauriel di taman. Mungkinkah sesuatu terjadi kepadanya sehingga Finland terpaksa harus menghubungi Caspar untuk meminta bantuan? Ia memikirkan berbagai kemungkinan yang membuat Finland sampai merasa tidak punya pilihan selain menghubunginya...
Ini pasti darurat, pikirnya. Apa pun yang terjadi di antara mereka, Caspar takkan sampai hati membiarkan Finland mengalami kesulitan seorang diri bila memang terjadi sesuatu dengan Lauriel.
Tanpa menunggu Jadeith, pemuda itu buru-buru keluar dari penthousenya dengan langkah-langkah panjang dan menuruni lift ke lobby.
Lift terasa bergerak begitu lambat bagi Caspar yang tidak sabar. Pikirannya dipenuhi berbagai kemungkinan terburuk. Begitu lift berhenti di lantai dasar dan pintu terbuka ia segera berlari ke arah resepsionis. Dari jauh ia telah melihat seorang gadis duduk bersimpuh di tengah ruangan dan orang-orang yang berkerumun mencoba mengajaknya bicara.
Hatinya merasa sakit melihat Finland sampai merendahkan diri sedemikian rupa hanya agar dapat bicara dengannya dan ia menyalahkan dirinya sendiri. Ia tidak bermaksud menolak panggilan telepon Finland, hari ini ia sedang ingin berpikir sendiri dan tidak mau diganggu bunyi telepon. Bahkan Stanis pun tidak bisa menghubunginya.
Caspar cepat-cepat menghalau kerumunan dan berlutut di samping Finland. Suaranya bergetar saat ia bicara, "Kumohon berdirilah... Jangan mempermalukan dirimu begini..."
Finland tersentak, ia segera menoleh ke arah asal suara dan menemukan laki-laki yang dirindukannya itu sedang berlutut di sampingnya, dan wajahnya terlihat sangat kuatir.
"Caspar...? Kau ada di sini...?" tanyanya tidak percaya. Ia menyentuh wajah Caspar sambil menggeleng-geleng, "Ini pasti bayanganku... karena aku sangat merindukanmu... Aku akhirnya menjadi gila..."
Finland sungguh-sungguh mengira ia hanya berhalusinasi. Caspar tidak mungkin tiba-tiba muncul di hadapannya seperti ini kan? Ia mengira karena ia sangat rindu, pikirannya menipunya seperti ini.
"Kau merindukanku...?" Caspar mengerutkan kening, ia tak mengerti maksud ucapan Finland. "Apa maksudmu?"
Finland yang menganggap Caspar yang ada di hadapannya ini hanyalah halusinasi, tak dapat menahan diri segera memeluk Caspar dan menangis di dadanya. "Aku merindukanmu setiap hari... Aku tidak tahan lagi. Aku ingin bicara denganmu dan bertemu denganmu untuk terakhir kalinya..."
Jadeith sudah tiba dan menghalau semua staf dan tamu yang masih ada di lobby untuk memberi mereka privasi, dan dalam sekejap ruangan besar itu telah menjadi sunyi. Hanya ada Finland dan Caspar yang saling berpelukan diiringi oleh isak tangis pedih gadis itu.
"Aku tidak mengerti..." Caspar tidak tahu bagaimana harus bersikap saat perempuan yang dicintainya menangis tersedu-sedu di dadanya. Ia menahan diri untuk tidak mengusap kepala gadis itu dan menenangkannya. "Apakah terjadi sesuatu...?"
"Aku minta maaf, karena sangat marah kepadamu dan meninggalkanmu karena Jean..." Finland menangis tersedu-sedu, tidak menyadari sekelilingnya telah kosong. "Aku tidak memberi tahumu bahwa saat itu aku sedang hamil, karena aku takut kau tidak akan pernah membiarkanku pergi... dan saat itu aku ingin pergi darimu. Aku bertemu Lauriel di Amerika dan ia banyak membantuku sejak anak kita lahir... Lauriel menganggap Aleksis seperti anaknya sendiri karena Aleksis yang membuatnya kembali punya alasan untuk hidup..."
"A.. apa kau bilang? Anak Lauriel itu anakku?" Caspar merasa terpukul. Ia sama sekali tidak menduga hal ini. Ia ingat dari semula Lauriel memperkenalkan Aleksis sebagai anaknya, dan ia tidak bertanya lebih jauh. Ia tak mengira Aleksis hanyalah anak angkat bagi Lauriel. "Ke.. kenapa kau tidak bilang?"
"Aku mencoba memberitahumu tahun lalu... tetapi kau tidak mau menemuiku, kau mengirim Sophia untuk meminta cincin ibumu..." Finland menggeleng-geleng sedih, "Sophia bilang kalian sudah tinggal bersama dan kau tidak mau menemuiku lagi... Aku patah hati..."
"Sophia memang tinggal bersamaku... tapi kami tidak punya hubungan apa pun, aku hanya melindunginya..." Caspar seketika mengerti apa yang sudah terjadi, Bahunya menjadi lemas dan dengan refleks ia balas memeluk Finland dengan kuat. "Maafkan aku... Ini salahku... Seharusnya aku menemuimu waktu itu. Aku bodoh sekali... Aku sangat cemburu kepada Lauriel sehingga aku menolak menemui kalian. Aku takut berlaku bodoh di depanmu dan mempermalukan diriku sendiri... Kau tidak tahu, kau adalah satu-satunya kelemahanku..."
Saat Caspar balas memeluknya, tiba-tiba Finland seolah tersadar. Ia mendongak dan menatap Caspar dengan pandangan kaget. "I... Ini kau? Kau ada di sini? Benarkah kau ada di sini?"
"Ini aku, Finland... Aku bukan halusinasi... Aku di sini..." bisik Caspar. "Maafkan aku yang sudah membiarkanmu sendirian selama ini... Aku tidak tahu."
"Oh, Caspar... Maafkan aku... Aku bermaksud meneleponmu setelah Jean bangun dari koma, tetapi ponselku hilang dalam perjalanan ke rumah sakit dan aku tak bisa menghubungimu. Aku mencoba datang ke Singapura untuk mencarimu waktu itu, tetapi kau dan Lauriel terlanjur mengalami kesalahpahaman dan kemudian aku bertemu Sophia... Ia menipuku dan aku tak tahan lagi sehingga langsung pulang ke Amerika. Selama setahun belakangan ini aku mengira kau sudah melupakanku..."
"Aku pikir kau yang melupakanku dan memilih Lauriel... Aku mengira Aleksis adalah anak kalian... Anak itu mirip dengannya...." kata Caspar pelan. "Aku baru ingat ayahmu juga mengidap heterochromia... Maafkan aku... Aku mengira kalian bersama sehingga aku sengaja menjauhi kalian. Bagaimanapun kau adalah satu-satunya perempuan yang kucintai dan Lauriel adalah sahabatku. Aku tidak mau mengganggu kehidupan kalian..."
"Caspar... Aku tahu kau sangat baik kepadaku. Maafkan aku yang sangat sulit membuka hati dan menimbulkan begitu banyak masalah bagi kita..." Finland memegang kedua pipi Caspar dan menatapnya dengan berlinangan air mata, "Aku senang akhirnya kita dapat bertemu dan menjernihkan semua kesalahpahaman ini..."
"Aku berjanji akan menjadi suami yang lebih baik bagimu... Aku juga akan menjadi ayah yang lebih baik bagi Aleksis..." kata Caspar cepat. "Kita mulai dari awal lagi, ya..."
Butir-butir air mata mengalir deras di pipi Finland saat ia menggeleng dengan wajah putus asa. "Sudah terlambat... Aku harus menikah dengan Lauriel agar Aleksis bisa tetap hidup... Aku datang untuk meminta maaf kepadamu dan mengucap selamat tinggal..."
"Apa maksudmu?" Caspar terkesiap. "Mengapa kau harus menikah dengan Lauriel?"
"Alexei dan Katia menculik Aleksis dan meracuninya untuk memaksa Lauriel menikah denganku. Katia ingin kau menderita melihat perempuan yang kau cintai menikah dengan orang lain, sama seperti ia menderita saat kau meninggalkannya untuk menikah denganku... Dia ingin kau sangat menderita hingga memilih kematian..." Finland menggeleng-geleng sedih, "Kami harus menikah sebelum pesta Ned dan Portia, barulah penawarnya akan diberikan. Aku tak punya pilihan... Aku harus melindungi Aleksis..."
Seketika wajah Caspar berubah menjadi merah. Ia sangat marah mendengar perbuatan Alexei dan Katia pada anaknya. Seumur hidupnya yang panjang ia belum pernah semurka ini.
Selama beberapa detik ia harus mengendalikan perasaannya agar tidak membuat Finland takut.
Setelah menarik napas panjang dua kali, akhirnya ia bisa berbicara dengan suara lembut, "Sayangku... bukan kau yang harus melindungi Aleksis, tetapi aku. Serahkan ini semua kepadaku... Biarkan aku yang melindungi kalian."
.
.
@@@@@@@@@@@@@@@@
Dari Penulis:
Aduhhh... akhirnya bisa update bab 100. Maaf ya, agak lama. Terus terang, buat saya capek banget menuliskan bab 100 ini karena, sama seperti kalian, saya juga stress membaca bab 99 yang penuh dengan masalah berat. Tiap saya baca rasanya kesel banget sama Katia dan Alexei dan kasian sama Finland.
Seharian ini saya sampai panas dingin berusaha menuliskan alur yang terbaik dan masuk akal untuk semua kepribadian tokoh dalam cerita ini. Sehingga jadilah bab ini seperti sekarang.
Nah, akhirnya Babang Caspar dan Finland udah baikan ya, semoga para pembaca sekarang bisa berlega hati dan ga protes terus.
PS: Sambil menunggu update 'The Alchemists', bisa juga membaca novel saya 'Ludwina & Andrea' (sudah tamat). Tapi siapin tissue yang banyak ya. Walaupun ceritanya happy ending, perjalanan menuju ke sana lumayan menguras air mata.
PPS: Seperti biasa, jangan lupa komen dan reviewnya, biar saya tahu pendapat kalian. Kalau ada yang perlu saya perbaiki, mohon beri tahu saya. Biar saya bisa menulis dengan lebih baik ^^.
...
Kalau suka dengan novel ini, jangan lupa kirim dukungan dengan pilih batu kuasa (vote power stone) biar rankingnya naik yaa.
...
Sekalian share juga ke pembaca yang lain, biar mereka bisa menikmati novel ini.
Oh, ya.. untuk yang belum tahu cara membuka bab berkunci, babnya bisa dibuka dengan menggunakan voucher buku (fast pass) atau koin ya. Voucher buku bisa didapatkan sebanyak 3 buah sehari dengan mengerjakan tugas harian: 1) check in, 2) pilih batu kuasa (vote power stone), 3) pilih batu energy (vote energy stone).
Koin bisa dibeli dengan cara membeli membership (berlangganan) atau dengan Top up. Caranya ada di bawah ini:
CARA MEMBELI KOIN
Buka PROFILE - Di kanan atas layar ada tulisan TOP UP - Pilih GOPAY atau Kartu kredit atau Google Wallet atau Indomaret, dll - Pilih nominal.
Kalau mau lebih murah sih, bisa beli keanggotaan/membership yang berlaku sebulan dan kita bisa dapat langsung 250 + 150 koin (5 koin diklaim harian selama 30 hari). Kalau Top Up, beli koin saja, bisa dibeli mulai harga Rp 15.000 pakai Gopay.
BanyakΒ yang mengeluh kesulitan membeli koin karena providernya ga support, error, nggak ada Indomaret atau Alfamaret di dekat rumah. Nah ada dua cara yang paling gampang untuk membeli koin di Webnovel.
Yang pertama adalah pakai kartu kredit dan ini harganya paling murah karena ga ada potongan seperti oleh provider ponsel, tapi kalau nggak punya kartu kredit bisa pakai cara kedua yaitu menggunakan Gopay.
GOPAY ini alat pembayaran punya Gojek. Walaupun di daerah kita nggak ada layanan Gojek, kita tetap bisa install Gojek kok, dan menggunakan fasilitas Gopay-nya. Gopay bisa dipakai untuk melakukan banyak pembayaran termasuk listrik, telepon, PDAM, dll.
Jadi kita bisa install Gojek, lalu transfer uang keΒ Gopay supaya kita punya saldo di Gopay, lalu bisa kita gunakan untuk membayar macam-macam tagihan, termasuk membeli koin di Webnovel. Kita hanya perlu nomor ponsel untuk punya akun Gojek/Gopay. Nanti cara beli koinnya bisa diikuti sendiri.
Terima kasih banyak atas dukungan teman-teman selama ini...
Vina