Keesokan harinya Finland bangun dengan perasaan bahagia. Ia bermimpi melihat Caspar dan menganggapnya sebagai pertanda baik. Kini ia sedang bersama Jean yang sudah kembali menjadi sahabatnya, hanya tinggal masalah waktu hingga Jean memperoleh ingatannya kembali. Ia sangat yakin pada kemampuan Lauriel.
Beberapa hari lagi ia juga akan dapat bertemu kembali dengan Lauriel dan Aleksis, serta Terry, anak hasil donornya beberapa tahun lalu. Tiba-tiba saja, Finland yang dulu selalu sebatang kara kini seolah dikelilingi oleh keluarganya yang semakin membesar. Ia merasa sangat bersyukur.
Dan beberapa minggu lagi, ia pun akan dapat bertemu Caspar di Skotlandia. Ia sungguh tidak sabar.
"Kau kelihatan senang," kata Jean. "Rasanya ini baru pertama kali aku melihatmu tersenyum."
Finland mengangguk, sambil tersenyum manis sekali. "Aku memang sedang bahagia. Rasanya pelan-pelan hidupku mulai membaik..."
"Aku senang mendengar kau bahagia," Jean mengangguk juga.
Mereka lalu sarapan sambil membicarakan rencana hari itu. Finland akhirnya menceritakan kehidupannya sebagai anak yatim piatu yang harus berjuang hidup sendirian di Singapura, dan bagaimana mereka kemudian berteman. Ia lalu menceritakan bagaimana Jean bersusah payah berusaha menemukan ayahnya, dan itulah yang sekarang membawa mereka ke Colmar.
Mereka tiba di rumah Paman Etienne saat sudah lewat tengah hari. Ketika Finland mengetuk, pintu segera dibuka oleh lelaki separuh baya bertubuh gemuk itu. Ia tampak terkejut tetapi sangat senang melihat mereka. Dengan segera ia memeluk Finland lalu Jean berulang-ulang.
"Astaga... kalian sehat... Aku sangat senang melihat kalian."
"Hallo, Paman Etienne... Maaf kami lama sekali baru bisa berkunjung," kata Finland dengan nada menyesal.
Paman Etienne hanya mengibaskan tangannya sambil tertawa.
"Tidak apa-apa. Aku tahu Jean sedang sakit waktu itu dan kau juga berada jauh di Singapura. Teman kalian yang datang ke sini selalu menyampaikan kabar kalian."
"Teman?" Jean dan Finland saling pandang heran. "Maksud Paman siapa? Tidak ada yang mengetahui tentang ayahku selain kami berdua."
Paman Etienne tampak heran.
"Setahun pertama setelah kalian pergi, ada seorang pemuda yang sering datang ke sini. Ia bahkan membeli tanah di sekitar gereja dan mengubahnya menjadi taman mawar yang bagus sekali."
Finland menekap mulutnya keheranan. Ia segera teringat pada Caspar. Mungkinkah itu dia?
Mereka segera pergi ke desa dan berhenti di depan gereja tempat ayah Finland dikuburkan. Begitu keluar dari mobil Finland segera merasa tersentuh. Ia sudah melihat sekelilingnya yang kini tampak sangat indah bagaikan taman luas dipenuhi pohon-pohon mawar.
Ketika mereka berjalan ke bagian belakang, ia melihat makam ayahnya sudah dibangun menjadi lebih rapi dan ada sebuah patung malaikat di sampingnya, membuatnya terlihat indah sekali di antara bunga-bunga mawar.
"Ohh... Apakah Caspar yang datang kemari dan melakukan semua ini?" Finland menoleh kepada Paman Etienne.
"Caspar? Hmm.. Paman tidak kenal nama itu. Orang yang datang ke sini bilang dia teman kalian, namanya Heinrich. Orang Jerman. Colmar ini kan dekat dengan perbatasan Jerman, jadi dia bisa ke sini sering-sering."
Oh, pasti itu Caspar, pikir Finland. Ia teringat tadi malam memimpikan pemuda itu. Ternyata Caspar sering datang ke Colmar untuk menjenguk makam ayah Finland.
"Kapan terakhir kali ia datang kemari?" tanya Finland lagi. "Orangnya tinggi, rambutnya hitam dan matanya biru?"
"Iya, tepat sekali. Dia sudah lama tidak ke sini. Sudah setahun lebih."
"Oh..." Finland kecewa. Ia sadar Caspar berhenti datang ke Colmar sejak ia meminta kembali cincin ibunya dan meminta berpisah dari Finland.
Mereka ziarah sebentar di makam ayah Finland, sambil Paman Etienne menceritakan kepada Jean tentang kisah mereka. Saat itu barulah Jean mengerti upaya yang sudah ia lakukan demi mencari ayah Finland bertahun-tahun yang lalu, Dalam hati, ia senang karena akhirnya ia dapat memberikan jawaban bagi Finland tentang keluarganya.
Finland sendiri menjadi semakin rindu kepada Caspar. Ia tidak tahu Caspar ternyata memperbaiki makam ayahnya dan sering berkunjung ke sini sejak mereka berpisah. Caspar sangat menyayangi orang tuanya dan ia merasakan kesedihan akibat kehilangan mereka selama puluhan tahun lamanya, mungkin ia pun mengerti betapa sedihnya hati Finland saat mengetahui bahwa ternyata ayahnya telah tiada.
Setelah berbincang-bincang dengan Paman Etienne selama beberapa jam, keduanya kembali ke penginapan. Besok Jean dan Finland akan pulang ke Paris dan segera bertolak ke Singapura.
***
Sebelum Finland sempat membeli tiketnya ke Singapura, manajer Jean telah memaksa membelikan tiket untuknya agar mereka dapat terbang bersama. Finland tidak enak menolak, apalagi kepergian mereka ke Singapura adalah untuk bertemu Terry dan menguji kecocokan sumsum tulang belakang Finland.
Setibanya di Singapura, mereka menginap di Hotel Rendezvous yang dekat dengan rumah sakit Raffles dan tidak membuang waktu segera pergi ke rumah sakit.
Kendrick Chan dan Silvya Chan menyambut kedatangan Finland dengan airmata berlinang. Mereka sangat berterima kasih karena gadis itu mau datang jauh-jauh dari Amerika untuk menemui anak mereka.Β
Finland juga terharu saat melihat kondisi Terry. Anak kecil itu mirip sekali dengan Jean dan dalam hatinya ia bersyukur bahwa beberapa tahun lalu ia benar-benar miskin dan terpaksa harus menjual sel telur untuk membayar biaya rumah sakit neneknya, sehingga kini keluarga Chan bisa memiliki anak seperti Terry.
"Baik... kalau Anda sudah siap, kita akan segera menyiapkan untuk biopsi," kata Dokter Chou.
Jean menemani Finland selama biopsi karena ia tahu sakitnya proses pengambilan sumsum tulang belakang itu. Keduanya berusaha mengalihkan perhatian Finland dari rasa sakit dengan membicarakan macam-macam hal.
Semua orang berdoa agar Finland dapat menjadi donor yang cocok.
***
Jadeith mengetuk pintu dengan hati-hati. Caspar yang sedang mengetik sesuatu di laptopnya mengangkat wajah dan memberi tanda agar pengawal sekaligus keponakannya itu masuk.
"Ada apa?"
"Ada berita buruk. Nona Sophia menghilang dari tempat perlindungan. Kami sudah berusaha melacaknya, tetapi tidak berhasil."
Caspar mengerutkan kening. Ia sudah beberapa bulan tidak melihat Sophia karena ia memang tidak ingin bertemu siapa pun. Minggu lalu Sophia memohon agar dapat bertemu dengannya tetapi ia menolak, dan kini tiba-tiba saja gadis itu menghilang.
"Apakah keluarga Meier yang mengambilnya?"
"Kami menduga begitu..." kata Jadeith pelan. "Apa yang harus kita lakukan?"
"Alexei berteman dengan Ned. Mungkin kalau Ned yang meminta, Alexei akan mau mendengarkannya. Ia tidak mungkin membunuh adiknya sendiri," kata Caspar. "Tapi aku tak bisa mengganggu Ned sekarang, sebentar lagi ia akan menikah. Ini peristiwa sangat besar."
"Alexei sudah beberapa tahun tidak muncul ke permukaan. Aku menduga ia sedang menyiapkan rencana baru," kata Jadeith.
"Aku menduga ia akan datang ke acara pernikahan Ned dan Portia. Mereka berdua adalah purists dan ia pasti membutuhkan dukungan mereka."
"Paman... apakah... apakah Lauriel benar-benar akan datang? Aku mendengar selentingan bahwa Lauriel akan menghadiri acara pernikahan Ned dan Portia juga. Ini berita besar yang menarik perhatian banyak orang."
"Ya, dia akan datang," jawab Caspar. "Kalau ia datang untuk mengambil posisi pemimpin aku tidak keberatan memberikannya. Aku sudah tidak berminat mengatur klan."
"Lalu apa yang akan paman lakukan?" tanya Jadeith heran.
Caspar tidak menjawab.
***
Jean, Finland, Kendrick dan Silviya sangat terharu ketika mendengar dari dokter Chou bahwa hasil tesnya positif. Finland bisa menjadi donor sumsum tulang belakang untuk Terry. Mereka saling berpelukan ketika hasilnya keluar.
"Oh... syukurlah... Terry memiliki harapan..."
"Kami akan segera menyiapkan operasi cangkok sumsum tulang belakang. Berarti Nona Finland harus mulai masuk rumah sakit..." kata dokter Chou.
"Baiklah, dokter..."
Finland dan Jean menyiapkan segala sesuatunya untuk Finland masuk rumah sakit untuk proses pengambilan sumsum. Jean menemaninya di rumah sakit agar Finland tidak merasa kesepian.
Kehadiran Jean di rumah sakit segera menimbulkan kehebohan. Walaupun mereka meminta privasi, tetap saja ada orang-orang yang mengambil foto dan dalam waktu singkat wajah keduanya sudah menghiasi berbagai media di internet.
"Jadi orang terkenal itu nggak enak...." keluh Jean. Saat membaca berbagai berita tentang mereka di ponselnya.
Finland hanya tersenyum mendengarnya. "Dulu kau ingiiiin sekali terkenal, bad publicity is good publicity menurutmu. Kenapa sekarang berubah? Kau tidak suka terkenal?"
"Aku suka bagian terkenalnya, tapi nggak suka kalau ranah hidup pribadiku diganggu. Seharusnya kau tidak boleh terlibat. Bagaimana nasibmu nanti kalau orang tahu kau ada hubungannya denganku? Kau bisa diganggu orang-orang. Aku punya petugas pengamanan, kau kan tidak..."
Finland ingat sewaktu dulu pertama kali makan nasi ayam Liao Fan bersama Caspar, orang-orang berusaha memfotonya, walaupun ia bukan selebriti karena ia sangat tampan dan banyak yang mengira ia pasti seorang bintang film. Caspar harus sampai mengerahkan pengawalnya untuk menertibkan orang-orang itu dan menghapus fotonya.
Ia kembali teringat Caspar dan merindukannya. Pesta pernikahan Ned dan Portia tinggal 2 minggu lagi. Ia tak sabar untuk segera bertemu Caspar di Skotlandia.
[Kami sudah mendarat di Singapura. Kalian menginap di mana?] Masuk SMS dari Lauriel saat Finland sedang sibuk dengan pikirannya sendiri.
Ah, ia sampai lupa kalau Lauriel dan Aleksis sudah berangkat dari Brasil.
[Aku sekarang sedang rawat inap di rumah sakit, besok pengambilan sumsum tulang belakang. Kami menginap di Hotel Rendezvous.]
[Baiklah, aku dan Aleksis ke Rendezvous saja, Besok setelah operasi selesai aku akan membawa Aleksis menjengukmu.]
[Terima kasih.]
"Lauriel dan Aleksis sudah datang..." kata Finland kepada Jean. "Setelah aku keluar dari rumah sakit, kita akan mengobatimu juga..."
Jean menggenggam tangan Finland dan mengangguk. Sebentar lagi, semua akan kembali seperti sedia kala.
***
Lauriel menggendong Aleksis di bahunya sambil mendorong koper mereka. Demi kepraktisan, di Brasilia ia membeli sebuah koper beroda empat agar dapat lebih mudah dibawa. Ia mengenakan kemeja tipis berwarna putih dan celana khaki serta kacamata hitam. Membuatnya terlihat seperti model kacamata di majalah-majalah yang keluar ke dunia nyata.Β
Para wanita serentak menahan napas ketika ia lewat sambil menggendong anak kecil cantik yang sibuk berceloteh di bahunya. Keduanya tampak asyik mengobrolkan apa saja. Mulai dari taman kupu-kupu dan bunga matahari di terminal bandara Changi, sampai cuaca yang sangat panas.
"Paman Rory, Mama di mana?" tanya Aleksis sambil mempermainkan rambut Lauriel yang panjang. "Kok tidak menjemput kita?"
"Mama sedang di rumah sakit. Kita akan bertemu besok. Dia sedang membantu saudaramu."
"Saudara? Apa itu?"
"Saudara itu adalah manusia lain yang punya hubungan darah denganmu, bisa jadi karena berasal dari mama atau papa yang sama."
"Apa itu Papa?"
"Papa itu orang tua laki-laki, mama orang tua perempuan."
"Mama Finland adalah mamaku, berarti Paman Rory adalah papaku?"
Lauriel tidak menjawab. Ia hanya mengacak-acak rambut Aleksis yang berantakan mirip rambutnya.
.
.
@@@@@@@@@@@@@@
Dari Penulis:
Haiiii para pembaca The Alchemists yang baik...
Ternyata novel ini sudah masuk 9 bahkan sempat 8 besar lho... saya terharuuuu banget.
Saat ini ada 2100 pembaca yang memasukkan novel ini ke dalam library. Itu berarti ada 2000an orang yang mengikuti ceritanya dan membaca tiap hari... kalo tiap minggu 1 orang kasih 1 batu kuasa aja, dalam seminggu bisa dapat 2000, bisa masuk 5 besar kayaknya..
Wahhh... terharu..
Saya janji, kalau kita bisa bawa novel ini masuk 5 besar, di hari minggu saya akan mass release 5 bab sekaligus...ahahaha. Beneran!
FYI rata2 satu bab saya isinya 1500-2000 kata (15-20 halaman). Jadi bisa dihitung sendiri 5 bab itu ada berapa banyak...hehehe.
In the meantime saya publish 1 bab per hari ya.
xx - Vina