Finland dan Lauriel masuk ke sebuah restoran Vietnam untuk makan siang. Di sepanjang jalan dari kantor tadi Lauriel dan Aleksis telah menarik sangat banyak perhatian orang yang berpapasan dengan mereka. Keduanya memang tampak mempesona sekali.
Semua perempuan yang melihat mereka ingin memiliki anak secantik malaikat kecil yang berjalan pelan-pelan di antara Finland dan Lauriel sambil terus berceloteh gembira itu. Mereka pun ingin memiliki laki-laki tampan yang berjalan bersamanya dan dengan penuh kasih sayang menuntun sang malaikat kecil.
Finland hanya bisa mengurut dada saat melihat perempuan-perempuan itu melemparkan pandangan iri kepadanya. Ia sangat senang ketika akhirnya mereka masuk ke dalam restoran dan bisa menyembunyikan diri di sudut ruangan.
Ia ingat Caspar tidak menyukai makan di luar karena ia sangat menyukai privasi. Finland sadar pemuda itu pasti sangat sering menarik perhatian orang karena ketampanannya dan akhirnya hanya memilih makan di luar kalau restorannya ditutup untuk umum.
"Kau tidak terganggu dengan pandangan orang-orang?" tanya Finland saat mereka sudah duduk di meja dan meneliti menu. "Wah... mereka salah memberikan menu, ini menu berbahasa Vietnam."
Finland baru saja hendak memanggil pelayan untuk memberinya menu berbahasa Inggris, ketika Lauriel menghentikannya.
"Aku mengerti bahasa Vietnam. Aku bisa menerjemahkannya untukmu..." Ia lalu membacakan nama-nama makanan yang tertulis di menu dalam bahasa Vietnam dan kandungan bahannya. "Kau kan suka sup dan mie. Ini ada Pho daging sapi dan Pho daging ayam. Kau tinggal pilih."
Finland tertegun mendengarnya, tanpa sadar ia mengangguk, "Uhm... baiklah aku pesan Pho daging sapi. Terima kasih."
Seharusnya ia tidak heran kalau Lauriel juga bisa banyak bahasa. Pemuda itu telah hidup sangat lama dan sudah berkeliling dunia selama ratusan tahun. Ia juga ahli tumbuh-tumbuhan. Tentu tak sulit baginya belajar berbagai bahasa asing di tempat-tempat yang dikunjunginya. Dalam banyak hal, Lauriel mengingatkannya akan Caspar.
"Kenapa kau memandangiku seperti itu?" tanya Lauriel sambil tersenyum simpul. "Apakah aku membuatmu terkesan?"
Finland tergugah dan mengangguk, "Aku tidak tahu kau bisa bahasa Vietnam. Ada banyak hal yang tidak kuketahui tentangmu..."
"Hmm... aku sudah lama sekali tidak membuat seorang gadis terkesan. Not bad," kata Lauriel sambil tertawa kecil. Ia memanggil pelayan dan kemudian dengan bahasa Vietnam yang fasih menyebutkan pesanan mereka.
Gadis pelayan itu sama terkejutnya dengan Finland dan untuk beberapa saat gagal mencatat pesanan tersebut. Setelah menyadari kesalahannya ia buru-buru minta maaf. Ia lalu mencatat pesanan dari Lauriel dan segera pergi ke dapur dengan wajah sumringah.
"Kau mau menghubungi Caspar untuk bertemu dengannya?" tanya Lauriel saat makanan mereka sudah terhidang. Ia menaruh serbet di leher Aleksis yang duduk di pangkuannya lalu bertanya kepada bocah itu. "Kau mau spring roll?"
"Terima kasih, Paman Rory." Aleksis mengangguk dan mengambil spring roll yang diberikan Lauriel kepadanya lalu makan dengan sangat sopan.
Finland merasa bangga karena anaknya yang masih begitu kecil mengerti tata krama di meja makan dan tidak bersuara ribut dan jorok dengan makanan seperti kebanyakan anak lainnya. Lauriel benar-benar mendidik anak itu seperti seorang putri di saat Finland sibuk bekerja.
"Uhm... iya, aku mau bertemu dengannya. Ini bukan sesuatu yang bisa dibicarakan lewat telepon..." kata Finland pelan. "Tapi tahun lalu ia menolak bertemu denganku. Mungkin kalau aku menghubunginya lagi ia masih akan menolak. Aku tak tahu apa alasannya..."
"Hmm.." Lauriel menyendokkan Pho ke mangkuk lebih kecil dan menyerahkan sendok kepada Aleksis. "Aku bisa menghubunginya untukmu."
"Kau mau melakukannya?" tanya Finland penuh harap.
"Hm..." Lauriel mengeluarkan ponselnya dan menghubungi nomor Caspar diiringi pandangan cemas Finland. Setiap deringan yang berlalu membuat hatinya berdebar semakin keras.
Namun hingga sepuluh deringan Caspar tidak juga mengangkat teleponnya.
Finland hanya bisa mendesah kecewa ketika Lauriel meletakkan ponselnya.
"Mungkin ia sedang di Asia, di sana sekarang sudah lewat tengah malam," kata Lauriel singkat. "Aku akan mengirim SMS menanyakan keberadaannya."
Mereka lalu makan tanpa membicarakan Caspar lagi. Dalam hatinya Finland merasa resah. Ia tak dapat membayangkan bila Caspar masih tak mau bertemu dengannya. Apakah ia harus menyampaikan semuanya lewat email atau SMS?
"Aku perlu waktu dua bulan untuk mencari bahan-bahan obat untuk memulihkan ingatan Jean," kata Lauriel setelah mereka selesai makan siang dan sedang menikmati teh dingin. "Aku harus ke Brasil mencarinya di pedalaman Amazon."
"Jauh sekali..." Finland merasa tidak enak merepotkan Lauriel sedemikian rupa. "Apa kau tidak bisa mengirim orang saja untuk mencarinya?"
"Tidak bisa. Orang asing bisa mati dibunuh penduduk asli suku primitif di sana. Aku sudah beberapa kali ke sana dan kenal dengan para kepala sukunya turun temurun."
Finland menekap bibirnya dengan desahan tertahan. "Kedengarannya berbahaya sekali..."
"Aku sudah biasa hidup dengan bahaya..." Lauriel tertawa kecil. "Tapi kau tidak usah menguatirkanku, suku itu sangat baik kepadaku. Aku pernah tinggal lama di tempat mereka."
"Uhm... baiklah." Finland mengangguk ragu. "Terima kasih..."
"Aku ingin kau dan Aleksis ikut denganku," kata Lauriel kemudian. "Aku kuatir kalau nanti kau bertemu Caspar, aku akan kehilangan kalian dari hidupku. Biarkan aku memiliki dua bulan ini bersama kalian, sebelum aku menyerahkan kalian kembali..."
"Eh..?" Finland terkesiap. Ia sangat takut memikirkan harus pergi ke hutan Amazon dan bertemu suku primitif. Tetapi yang lebih membuatnya terkejut adalah kemungkinan ia dan Aleksis tidak akan bertemu Lauriel lagi jika ia kembali bersama Caspar. Selama dua tahun ini Aleksis telah sangat tergantung pada kehadiran Lauriel, tentu akan sulit memisahkan mereka begitu saja. "Mengapa kau berkata begitu? Kau akan selalu menjadi Paman Rory untuk Aleksis... Kita masih bisa bertemu kapan saja."
Lauriel mengangkat bahu, mengacuhkan pertanyaan Finland. Ia sudah hidup cukup lama di dunia ini dan mengerti bahwa walaupun Finland berniat baik untuk menjaga hubungan Lauriel dengan Aleksis, ia tahu Caspar tak akan membiarkan laki-laki lain mendekati istri dan anaknya. Sebagai seorang laki-laki dewasa ia pun tahu diri, tidak akan mengganggu mereka setelah menyerahkan keduanya kembali kepada Caspar.
Ia hanya ingin memastikan Finland dan Aleksis baik-baik saja, setelah itu ia bisa kembali meneruskan niatnya untuk mati. Seperti yang pernah dikatakannya kepada Finland dua tahun lalu, ia tidak mempunyai tujuan hidup lagi. Kini ia hidup untuk Aleksis, tetapi jika anaknya itu diambil darinya, ia tidak dapat berbuat apa-apa.
"Kau bisa minta cuti panjang dari kantormu?" tanya Lauriel mengalihkan perhatian. "Karena ini menyangkut Jean, aku menduga kau mau terlibat."
"Dua bulan...?" Finland mencoba membayangkan berbagai alasan masuk akal untuk diajukan kepada Tony agar mengizinkannya cuti bekerja sedemikian lama. Selama ini Tony sudah terlalu banyak memberi keringanan kepadanya, dan ia tidak ingin mengecewakan bosnya itu. "Aku pernah cuti satu bulan, tapi tidak pernah sampai dua bulan... Aku tidak tahu apakah aku akan diizinkan."
"Aku bisa membeli perusahaanmu dan mengganti top management-nya kalau mereka tidak mengizinkanmu cuti dua bulan," kata Lauriel dengan nada bercanda. Finland ingat Caspar juga pasti akan menawarkan hal yang sama dulu. Entah kenapa orang-orang kaya ini selalu menganggap uang bisa menjadi jalan keluar yang mudah.
Finland tetap bekerja di LTX karena ia setia kepada Tony yang sudah menolongnya. Ia tidak membutuhkan gajinya karena uang di tabungannya yang ditinggalkan Caspar dulu masih sangat banyak. Ia pun sudah tidak membutuhkan sponsor perusahaan untuk visa tinggal karena Aleksis lahir di Amerika dan secara otomatis mendapatkan kewarganegaraan Amerika Serikat. Sebagai ibu dari warga negara Amerika ia sudah mendapatkan green card*.
"Aku akan bicarakan dulu dengan Tony.. Mungkin aku bisa kerja part time dari luar negeri..." kata Finland sambil menghitung-hitung peluangnya. "Selama tugasku beres, aku bisa memantau semua riset kami dari jauh... Semoga Tony mau mengerti."
"Aku bisa membantumu untuk meminta izinnya. Mungkin kalau aku yang meyakinkannya, dia bisa mengerti."
Lauriel memiliki kemampuan langka untuk memerintah orang lain tanpa terkesan memaksa, yang ingin sekali ditiru Finland tetapi tidak bisa. Gadis itu kemudian hanya bisa mengangguk. Lauriel pasti bisa membuat siapa pun melakukan keinginannya.
Sekarang saja Finland sudah setuju untuk ikut dengannya ke pedalaman Amazon walaupun ia sebenarnya sangat takut. Lauriel yang sangat percaya diri dan memiliki sejarah sangat panjang dengan bahaya membuat Finland merasa aman.
Bagi Lauriel, ini akan menjadi petualangan terakhirnya, dan ia ingin menghabiskannya dengan hanya dua manusia yang ia cintai di dunia ini.
***
Di apartemennya di pusat kota Los Angeles, Jean sedang membaca beberapa skrip yang mampir lewat manajernya, berusaha menentukan pilihan film yang akan ia kerjakan berikutnya. Semuanya sangat menarik, tetapi semuanya menginginkannya untuk segera berkomitmen dalam waktu yang bersamaan. Ia harus memilih.
"Jean Pierre, ada telepon dari seorang pengacara," Bill, manajernya datang menghampiri dengan telepon di tangannya. "Dia sudah mengejarku dari seminggu yang lalu. Katanya ini sangat penting."
"Kau tidak tanyakan apa kepentingannya?" tanya Jean keheranan. Bill sangat efisien dan tidak pernah membiarkan Jean menghadapi urusan yang bisa ditanganinya sendiri. Ini tidak seperti biasanya.
"Katanya ini berhubungan dengan nyawa. Hidup dan matinya seseorang bergantung kepadamu..."
"Hmm... "Dengan penasaran Jean mengambil telepon dari Bill. "Selamat siang, ini Jean. Saya bicara dengan siapa?"
"Selamat siang, Jean. Nama saya Harry Li, saya pengacara keluarga Chan dari Singapura. Anak mereka sekarang sedang berjuang menghadapi leukemia dan membutuhkan donor sumsum tulang belakang. Kami sudah mencoba berbagai donor dan sekarang harapan kami tinggal pada Anda..."
"A.. apa? Aku tidak mengerti." Jean merasa ucapan pengacara di ujung telepon itu sangat absurd.
"Anda ingat pernah menjadi donor sperma ke klinik kesuburan beberapa tahun yang lalu? Anak keluarga Chan berasal dari embrio yang dibuat dari sel sperma Anda dan sel telur Nona Finland."
Jean tidak ingat.
"Untuk apa aku mendonorkan sperma...?" Ia menatap Bill dengan pandangan bertambah bingung. "Bill, kau ingat tentang ini?"
Bill mengangkat bahu.
"Saya sudah mengirim sebuah majalah ke alamat manajemenmu, seharusnya kalian sudah menerimanya sekarang," kata pengacara itu dengan sabar. "Saya tahu Anda beberapa tahun lalu mengalami percobaan pembunuhan dan kehilangan ingatan. Semoga isi majalahnya bisa membantu Anda ingat kembali."
Bill tampak seperti ingat sesuatu, ia mengeluarkan sebuah paket dari tasnya dan menaruhnya di meja.
"Mungkin ini yang dimaksudnya. Paket ini datang kemarin ke kantor, karena ditujukan untukmu aku bawa ke sini sekalian. Aku akan ambil gunting." Ia mengambil gunting dari dapur lalu segera membuka bungkus paket dan mengeluarkan sebuah majalah dari dalamnya. Majalah Upkeep edisi Januari beberapa tahun lalu. Wajah tampan Jean tampak menghiasi covernya.
"Aku tidak ingat cover ini..." keluh Jean. Ia membuka-buka majalah dan mencari artikel tentang dirinya. "Aku akan menanyakan kepada mantan manajerku di Paris tentang..."
Ia terdiam. Matanya telah melihat beberapa foto di halaman 20 yang memuat dirinya dengan seorang gadis yang tidak dikenalnya. Mereka tampak akrab sekali.
Inikah Finland yang telah ia lupakan itu?
Jean tiba-tiba teringat istilah Mandela Effect, ketika ia melihat berita di majalah itu. Seolah kenyataan yang diingatnya berbeda dengan kenyataan yang sebenarnya. Ia merasa wajah gadis itu sangat familiar, tetapi ia tak mampu mengingat apa pun tentangnya.
Kepalanya tiba-tiba terasa sakit.
"Kau tidak apa-apa?" tanya Bill yang melihat Jean terhuyung duduk di kursi. "Mau kuambilkan obat?"
"Tidak apa-apa, Bill. Aku hanya terkejut." Jean menghela napas. Ia ingin sekali bertemu gadis misterius itu. Ada sangat banyak hal yang ingin ia tanyakan kepadanya. Begitu banyak hal aneh terjadi dalam hidupnya sejak ia bangun dari koma, dan ia merasa Finland adalah kunci kepada itu semua.
Sudah dua tahun ia tak lagi perlu memotong rambutnya ataupun bercukur, dan warna matanya terlihat berubah menjadi lebih cemerlang. Ia pun merasa lebih sehat dan kuat dari biasanya, tidak mudah lelah walaupun ia bekerja di tempat berat untuk waktu yang lama.
Ia merasa secara fisik dirinya menjadi orang yang berbeda dan ia tak dapat menjelaskan apa yang terjadi kepadanya. Ia kini bahkan dapat dengan mudah memperkirakan apakah cuaca akan cerah atau hujan. Seakan seluruh indranya menjadi lebih awas dan perasa.
"Anda sudah melihat artikelnya?" tanya Harry Li. "Jurnalis tersebut berhasil mendapatkan kontak klien saya dari klinik kesuburan dengan cara licik, seharusnya semua informasi tersebut bersifat rahasia. Tetapi karena informasi itu bocor, kami sekarang justru diuntungkan. Anak klien saya didiagnosis dengan leukemia tahun lalu dan harapan hidupnya sangat tipis, kecuali kalau ia mendapatkan donor sumsum tulang belakang yang cocok. Anda dan ibu biologisnya adalah harapan kami yang terakhir."
"Apakah kalian berhasil melacak jejak Finland?" tanya Jean cepat. "Di mana dia?"
"Maaf, Nona Finland pindah keluar Singapura dan kami belum berhasil mencari jejaknya. Kami masih berusaha..." Harry Li terdiam untuk beberapa saat, sebelum kemudian melanjutkan dengan suara yang memohon, "Apakah Anda bersedia dites untuk melihat kecocokan sumsum tulang belakang kalian?"
"Tentu saja," jawab Jean tanpa ragu.
.
.
*green card = izin tinggal/permanent residence untuk orang asing di Amerika Serikat.
Nahhh.... akhirnya ada kabar tentang Jean!! untuk yang kangen sama Jean, selamat menikmati yaa..
Babang Caspar masih harus menunggu, besok ternyata kita bisa dengar kabar tentang beliau. Salah sendiri, dari tadi ditelepon Rory dia nggak mau ngangkat.
xx