17 Dunia Yang Hancur

Suara symphony di dalam ballroom itu terdengar indah, namun Zie tidak hentinya merasa gelisah karena sebentar lagi dia akan mulai bertunangan.

Zie masuk ke dalam bersama Nikki yang menggandeng tangannya wajah Nikki sangat cerah, yah bagaimana tidak, toh sebentar lagi dia berhasil menyingkirkan Zie.

"Zie, senyum dong," suruh Nikki seraya melewati orang-orang yang didominasi keluarga dan orang terdekat Leo.

Zie memaksakan senyum tipis, dia terlihat cantik sekali dengan gaun birunya, andai saja dia sekarang sedang berjalan menuju Marco.

Leo menatap Zie dengan senyuman dari jauh, namun dia merasa bahwa Zie benar-benar tidak bahagia. Setelah sampai di depan Leo, Leo menarik tangan Zie mengajaknya ke atas panggung.

"Baiklah, kita mulai acara pertunangannya," kata Pembawa Acara itu.

Jantung Zie berdegup tak karuan, Zie melihat terus ke arah pintu masuk. Leo yang peka menyikut Zie, "Zie, Marco mana?"

- 13 Days to Love Me -

Kiera sedang mencari-cari charger ponselnya, dia bingung kenapa tidak bisa menemukannya dimana pun.

"Ma, liat chargeran hape Kenzie gak?" tanyanya dengan berteriak agar mamanya dapat mendengar.

"Enggak, coba tanya Marcoooo," sahut Kayla.

Langsung saja Kiera masuk ke dalam kamar Marco yang terpat berada di sebelahnya, saat dia masuk, Kiera melihat Marco tertidur pulas, masih dengan baju futsalnya.

"Ya ampun," kata Kiera dengan geleng-geleng memandangi Marco, "jorok banget sih belum mandi."

Kemudian Keira kembali mencari charger ponselnya yang akhirnya ditemukannya di atas meja kamar Marco.

Saat dia berjalan keluar, entah mengapa dia ingin membangunkan Marco.

Kiera mengguncangkan tubuh Marco, "dek, bangun dong, mandi dulu!"

Marco masih tidak bergerak, dia benar-benar tidur seperti orang mati.

Merasa Marco tak kunjung bangun, Kiera mengapit hidung Marco dengan jarinya, Marco pasti bangun jika dia kehabisan nafas.

"Rasain nih, bangun gak!" dia menepuk dada bidang Marco.

Tentu saja Marco langsung bangun dengan terduduk, "haaaah," katanya dengan gelagap karena kehabisan nafas.

"Tidur kaya orang meninggal," ejek Kiera.

Marco mengambil nafasnya, berusaha menyadarkan dirinya, "kak, ini jam berapa?" dia sadar kalau harus datang ke pertunangan Zie.

"Udah jam sembilan!" kata Kiera seraya berdiri, "makanya mandi dulu baru tidur!"

Mata Marco membulat, "H—ha? jam sembilan?" Marco langsung bangkit dari tempat tidurnya dan mencari ponselnya, dia melihat banyak panggilan tak terjawab dari Zie.

"Astagaa," Marco langsung berjalan ke walk-in closetnya.

"Emangnya kenapa sih?" tanya Kiera.

"Hari ini Zie tunangan kak!" sahut Marco dari dalam sana.

Bahkan Kiera pun lupa kalau sebenarnya Zie bertunangan malam ini, dia lupa karena keluarganya tidak ada yang diundang, jadi tidak ada catatan di agendanya.

Kiera memegangi kepalanya, "oh ya ampun..."

- 13 Days to Love Me -

Cincin itu terpasang dengan pas di jari manisnya, Zie memandangnya dengan penuh kesedihan, dari tadi dirinya menahan tangis.

"Sekarang silahkan Nona McCartney memasangkan cincinnya kepada Tuan Richard," imbau pembawa acara itu.

Zie mengambil cincin itu dan dengan sangat pelan, mencoba mengulur waktu, karena dia masih menunggu Marco.

"Zie," panggil Leo dengan pelan sekali, "lo yakin Marco dateng?"

Perkataan Leo barusan membuat Zie menyadarinya bahwa Marco tidak akan datang, dan Zie tidak ingin membuat malu ayahnya, jadi Zie memasangkan cincin itu ke jari manis Leo.

Saat cincinnya sudah masuk dengan sempurna, para hadirin bertepuk tangan dengan gembira. Mama Leo langsung memeluk Zie dengan hangat, "selamat datang di keluarga kami sayang," bisiknya.

Air mata turun setitik di wajah Zie, namun dia tetap mengucapkan, "terimakasih, tante."

"Pintar kamu Nikki," bisik Raquelle sembari menepuk pundak Nikki dengan bangga.

Nikki mendengus, "iyalah, Nikki gak main-main saat bilang sama Zie untuk nikmatin kedekatannya dengan Marco selagi bisa."

Kedua Raquelle dan Nikki tersenyum puas.

Setelah itu, mereka menyantap hidangan untuk mengakhiri acara pertunangan ini. Sejak Zie sah bertunangan, senyum Raquelle dan Nikki masih belum pudar, mereka membaur dengan tamu yang lain, membangga-banggakan keluarga palsunya.

Mereka berjalan pulang, Zie mengikuti Leo yang ada di sebelahnya, Mama Leo menatap mereka, "kalian pulang berdua?" tanyanya.

Leo menoleh ke arah Zie, Zie hanya diam, Leo mengangguk, "iya kalian duluan aja, biar Leo yang anter Zie pulang," Leo jawab seperti itu karena tahu Zie ingin bertemu Marco.

"Yaudah, kalian hati-hati ya," kata Mama Leo seraya melambaikan tangannya.

"Zie," ayah Zie menghampirinya, "ayah tunggu kamu di rumah ya," kata Keenan.

Zie mengangguk dan memaksakan senyum.

Setelah semua orang tua mereka pulang, Leo mengajak Zie duduk di tangga depan pintu masuk hotel yang ballroomnya dipakai untuk pertunangan mereka tadi.

"Nih," Leo memberikannya burrito yang baru saja dia beli di toko sebelah hotel, "lo belum makan sama sekali," kata Leo.

Zie menggeleng, "gue gak laper," katanya, Zie tidak mau makan sebelum dia bertemu Marco.

Bersamaan dengan itu, Zie melihat Marco yang memasuki area parkir dengan motornya, bahkan Marco hanya memakai kaus dan jaket dan celana panjangnya, penampilan Marco terlihat kacau.

Zie langsung berdiri dari sana dan menghampiri Marco yang juga sedang melepaskan helmnya.

Air mata Zie turun dan tangisnya pecah begitu saja, "kamu dari mana Marco?!" tanya Zie dengan meluapkan segala emosinya.

"Zie maaf, aku gak tahu kenapa bisa ketiduran selama itu," jawab Marco seraya memegang kedua pundak Zie, Marco menatap cincin yang ada di jari manis Zie.

Marco sadar, tentu saja Zie sudah bertunangan sekarang.

"Ketiduran?" Zie bertanya dengan nafas tersenggal-senggal lagi, "aku nungguin kamu selama ini Marco," Zie menepis tangan Marco yang ada di kedua bahunya.

Leo yang tadi menonton mereka mencoba menenangkan Zie, "Zie, tenang dulu," kata Leo.

"Aku bener-bener gak tahu Zie," Marco kembali menjelaskan.

Zie menatap Marco nanar, "terus mau gimana Marco? semua udah telat," Zie menunduk, "mungkin semua ini gak akan terasa berat kalau aku gak jatuh sedalam ini sama kamu," Zie menarik nafasnya, "semuanya gagal Marco, kita gagal."

Leo yang merasa tidak enak mendengar ini semua, berbicara, "Zie kalo mau pulang, gue ada di sebrang jalan ya," katanya pelan seraya berjalan ke dalam mobilnya dan menempatkannya di sebrang jalan.

Marco memegang tangan Zie, "Zie maafin aku, jangan pergi Zie," kata Marco dengan memohon.

"Aku gak mau pergi Marco!" Zie menepis tangan Marco, "kamu tahu itu! tapi sekarang? dengan keadaan begini? apa yang bisa kamu dan aku lakukan? gak ada, bahkan kamu ketiduran!"

Marco sadar dengan betul dirinya begitu ceroboh, bagaimana bisa dia tertidur selama itu, Marco pantas dimarahi Zie seperti ini.

Zie yang melihat Marco hanya diam dengan memandangnya, berjalan meninggalkan Marco untuk masuk ke dalam mobil Leo.

Marco menyusulnya, "Zie tunggu Zie!" pinta Marco yang ada di belakangnya.

Tentu Zie melanjutkan jalannya, tidak ada pilihan lain untuk dirinya, saat berada di sebrang jalan, Zie mendengar Marco memanggilnya lagi.

"Zie jangan pergi, aku cinta kam—"

BRAK!

Zie menoleh dengan kaget dan jantungnya berdebar hebat, setelah bertanya-tanya mengapa ucapan Marco terpotong, karena bersamaan dengan itu, mobil bentley di hadapannya baru saja menabrak Marco dan lelaki itu terpental jauh tak sadarkan diri.

Zie terdiam ditempatnya, memandang Marco dengan wajah yang menyiratkan seolah-olah hidupnya hancur.

Zie terpaku, dunianya langsung runtuh begitu saja, melihat apa yang barusan menerpa Marco.

Zie berteriak dengan sekencang mungkin, "MARCOOO!!!"

- 13 DTLM TBC -

avataravatar