webnovel

Kemarahan Rafa yang Tidak Jelas

"Bang."

Lamunan Rafa buyar karena mendengar suara Mama nya dari belakang.

"Ya, Ma?" ucap Rafa sambil menoleh. Ternyata Mama terbangung dan sedang mengambil segelas air.

"Ga tidur?" Tanya Mama.

"Nanti, Ma. Lagi nonton bola."

"Jangan terlalu sering tidur larut, Bang. Ga baik buat kesehatan. Kamu juga hampir setiap hari pulang pagi, jangan dibiasain."

"Iya, Mama. Nanti aku tidur. Besok juga langsung pulang dari kantor."

"Hmm. Yaudah kalo gitu. Mama tinggal tidur, ya. Hoaaam"

"Iya, Maa."

***

Alana kini tengah mengendap-ngendap masuk ke rumahnya. Sepulang sekolah tadi, Amara tiba-tiba membawanya ke rumahnya untuk berganti baju kemudian mengajaknya masuk ke club. Ternyata ia diajak sebagai alibi untuk izin ke orang tuanya.

Sampai di club Amara justru langsung bersenang-senang bersama pacarnya dan meninggalkan Alana seorang diri. Karena bosan sendirian, Alana akhirnya mencoba segelas minuman beralkohol dan ikut menari. Akibatnya, sekarang Alana merasa agak pusing dan mual.

"Masih inget sama rumah ternyata." Sindir Rafa yang tiba-tiba sudah berada di hadapannya. Alana hampir saja teriak saking terkejutnya.

"Eh, Abang. Belom tidur, Bang?"

Ya tuhan, Ya tuhan. Jangan sampe Abang tau gue abis minum. Batin Alana.

"Gue lagi nonton bola. Dari mana?"

Mampus gue. Batin Alana.

"Oalah lagi nonton bola. Kalo gitu gue ke kamar ya.. Dah~ Abang"

Baru dua langkah Alana berjalan tiba-tiba Rafa menarik tangannya dengan sedikit kasar dan membuatnya berakhir di hadapan Rafa, lagi.

"Dari mana?"

"D-dari rumah Amara, Bang."

"Gue liat lo tadi di club, ngapain?"

Mampus. Mampus. Mampus. Batin Alana lagi.

"I-itu.. main doang, Bang."

Rafa yang mendengarnya langsung menarik napas panjang untuk menahan emosinya. Main? Dia pikir club itu tempat main? Oceh Rafa dalam hati.

"Sekali lagi gue liat lo di sana atau club manapun, gue seret lo pulang."

"Lo kenapa sih, Bang? Sensi banget. Gue kan ga ngapa-ngapain juga di sana"

Rafa mengusap wajahnya dan memberikan handphone yang berisi percakapan grup nya bersama teman-temannya.

"Lo liat nih"

Isi percakapan grup

Alana's pictures at club.

Amara's pictures at club.

Amara's pictures at club.

Alana & Amara's pictures at club.

Alana's pictures at club.

Reno : she's so innocent, right?

Daffa : ahahaha anjir lucu banget mukanya kaya orang bingung

Niko : yang sebelah kulitnya mulus banget anjir

Dimas : itu bocah SMA yang tadi ya?

Reno : iya dim. Tolol banget kan mukanya

Niko : dia siapasih

Niko : jelek banget ajg

Daffa : kapan lo motonya anjir

Niko : salfok sama sebelahnya cakep banget bgst

Timbul rasa nyeri di dada Alana setelah membaca obrolan tersebut. Ada rasa malu dan ingin menghilang saja dari hadapan Rafa saat ini.

"Terserah. Gue cape. Minggir." Akhirnya Alana bersuara.

Bukannya minggir, Rafa justru mempererat cengkraman tangannya di lengan Alana.

"Lo belom ngerti juga?"

Alana tidak peduli dengan ucapan Rafa. Ia segera melepaskan tangannya, berjalan cepat menuju kamar untuk istirahat dan menghilangkan ingatan akan isi obrolan grup Rafa.

"BANG !! Apasih? Kenapa? Apa yang harus gue ngerti?" teriak Alana kesal karena lagi-lagi Rafa menarik lengannya hingga ia hampir terjatuh dari anak tangga.

Melihat respon Rafa yang hanya terdiam dan seperti sedikit kaget, Alana langsung pergi menuju kamarnya. Kali ini ia berlari sambil menaiki tangga. Syukurlah ia tidak jatuh.

Alana merasa sangat kesal dengan abangnya. Ia juga kesal dengan dirinya sendiri. Setelah bertahun-tahun, ia tetap menjadi anak perempuan jelek. Tidak berharga. Bahkan abangnya yang dulu selalu mendukungnya kini berbalik.