Meri melangkah masuk mendapati ayah, ibu dan kakak keduanya itu berkumpul di ruang keluarga dengan wajah serius. Mereka sedang membicarakan sesuatu dan langsung berhenti saat mendengar suara meri datang.
"apa yang kalian bicarakan. Mengapa menyebut-nyebut nama andre?" tanya meri yang sayup-sayup mendengar nama kekasihnya itu menjadi bahan perbincangan.
"sayang, naiklah ke atas. Ibu yang akan memberitahu mu nanti" perintah ibu meri berusaha menenangkan namun terlihat sangat gugup
"mah, biarkan dia tahu. Cepat atau lambat itu hanya masalah waktu saja" ujar ayah meri kepada istrinya itu. "meri, duduklah" ayah menepuk kursi di sampingnya meminta meri untuk duduk di tempat itu.
Meri duduk dengan perasaan gelisah, sepertinya terjadi sesuatu dengan andre. Dia gugup mulai berfikir macam-macam mulai dari andre kecelakaan pesawat atau andre pergi meninggalkannya dengan alasan tidak jelas. Meri segera menyingkirkan pikiran itu dari kepalanya.
"ada apa ini? Kalian terlihat begitu serius" rido masuk dan bergabung bersama yang lain. Dia mulai merasakan suasana yang aneh karena tampak serius dan juga canggung.
"meri, apa kau mengenal andre sudah lama?" tanya rafa memulai percakapan serius itu.
"Mmm, sekitar tiga tahun" jawab meri santai.
"apa kau tahu tentang keluarganya?" tanya rafa lagi.
"tidak terlalu tahu. Aku hanya tahu dia dari keluarga biasa dan berusaha mati-matian membiayai dirinya sendiri" meri merasa aneh di tanya mengenai keluarga andre.
"apa kau tahu, dia anak seorang mafia kelas internasional?" rafa mencoba mencari tahu dari ekspresi meri. Melihat adiknya itu terkejut dia benar-benar yakin adiknya ini tidak mengetahui apa-apa mengenai latar belakang andre.
"kakak, apa yang kau bicarakan?" rido menyela percakapan itu karena melihat ekspresi adik perempuannya yang terkejut dan juga merasa tidak senang mendengarnya.
"biarkan saja kak rido, aku ingin tahu sampai dimana dia berani bicara omong kosong" meri menjawab dengan nada penuh kemarahan. Dia sudah cukup memendam dan menyembunyikan kemarahannya atas perlakuan rafa kepada ilham. Kali ini dia tidak akan diam lagi.
"meri dengarkan kakakmu dulu" ibu menengahi melihat suasana menjadi panas dan jauh dari kata bersahabat.
"ibu, apa sekarang ibu juga percaya dengan ucapannya?" meri menatap ibunya tak percaya. Ayahnya mungkin setuju dengan ucapan rafa dan itu sudah biasa bagi meri. Tapi dia tak menyangka ibunya akan begitu saja percaya setelah mengetahui betapa baiknya andre padanya.
"sayang, ibu hanya ingin kau mendengarkan kakakmu dulu. Mengenai kau percaya atau tidak itu urusan nanti" ibu meri tetap berbicara lembut kepada putri kesayangannya itu.
"meri, dengankan aku. Dia orang yang berbahaya, dia mungkin mendekatimu karena maksud lain. Ayahnya pemilik tempat prostitusi terbesar di Indonesia bahkan ada beberapa di luar negeri. Dia memiliki banyak bisnis ilegal. Dia sudah pasti memiliki banyak musuh yang mengincarnya" rafa menjelaskan latar belakang andre dengan sangat tenang agar meri dapat menerimanya.
"apa kau pikir aku akan percaya? Dulu kau menjauhkan ilham dariku karena dia anak musuh bebuyutan ayah, sekarang kau mau menjauhkan andre karena dia anak mafia. Apa kau ingin mengatakan kalau selama ini aku hanya di kelilingi manusia sampah begitu?" meri berteriak kepada rafa karena tak percaya kakaknya itu akan mengulangi kesalahan yang sama kepadanya. "aku diam saat kau melakukan ini pada ilham, kali ini aku tidak akan diam lagi" kata meri tegas. Dia merasa kesabarannya sudah cukup. "lagi pula andre berbeda kak, dia sudah lama tidak berhubungan lagi dengan keluarganya, dia hanya hidup dari apa yang dia dapatkan di Los Angeles" bela meri, mencoba bicara dengan sopan kepada rafa.
"meri, buah jatuh tak jauh dari pohonnya. Dia hanya terlihat baik di depanmu. Dibelakangmu dia menjalankan semua bisnis ayahnya" bantah rafa
"aku benar-benar akan gila jika mendengar semua ini lebih lama lagi" meri berdiri akan beranjak pergi namun tangannya di tahan oleh ayahnya. Dia menatap ayahnya dengan putus asa, jika itu rafa dia akan dengan mudah mengabaikannya tapi ayahnya, dia benar-benar menyayanginya. Dia menutup mata atas kejadian yang menimpa ilham karena dia tahu ayahnya dalang dari semuanya. Tapi kali ini, dia benar-benar berharap ayahnya itu berada di pihaknya.
"ayah, tidak bisakah kau percaya pada andre. Ayah sudah melihat dan mengawasinya dari dekat bukan. Dia berbeda, dia mungkin anak seorang mafia tapi seorang anak tidak dapat memilih dari keluarga seperti apa dia terlahir. Aku mohon, demi aku" meri mulai menangis di hadapan ayahnya itu.
Ayah meri memeluk putrinya itu dan mengelus kepalanya dengan lembut.
"ayah mengerti sulit untukmu menerima ini. Ayah juga tahu dia pria yang baik, tapi ayah tidak bisa membiarkan mu dalam bahaya karena berada di sisinya. Terlebih lagi menjadikan ayahnya sebagai besan ibumu. Itu akan terlihat mustahil dan begitu kejam"
Meri melepaskan pelukan ayahnya setelah mendengar sesuatu yang janggal, menyebut ayah andre sebagai besan ibunya bukan besan mereka kemudian mengatakan hal itu kejam. Meri merasa ada sesuatu yang tersembunyi dari kalimat itu.
Meri menatap ibunya, mencari tahu jawaban dari apa yang di pikirkannya.
"ceritanya panjang, tapi ibu tidak setuju kita memiliki hubungan apapun dengan laki-laki itu" ujar ibu meri kemudian berdiri meninggalkan yang lainnya.
Meri menatap kepergian ibunya itu. Dari perkataan ibunya, sudah sangat jelas bahwa yang dia maksud laki-laki itu adalah ayah andre. Terlihat betapa ibunya membenci ayah andre tapi karena apa meri masih belum tahu.
Meri menatap ayahnya dan rafa bergantian. Mengharapkan penjelasan dari salah satu pria itu.
"laki-laki itu menjerumuskan ibu ke dunia hiburan malam" rafa menjawab pertanyaan dibenak meri dengan sangat lugas.
Meri mengerti maksud dari kata hiburan malam. Meri melihat pintu kamar ibunya yang tertutup. Dia memang cantik tentu banyak yang menginginkannya, tapi membayangkan ibunya berada di lingkungan terkutuk itu, meri merasa bersalah telah membuka luka lama ibunya.
Meri membisu mengetahui sejarah kelam ibunya yang ternyata berhubungan dengan ayah kekasihnya. Dia ingin membela andre, tapi itu berarti dia melawan ibunya. Ayahnya tidak akan membantunya kali ini karena ini berkaitan dengan istri tercintanya itu.
Meri berdiri bingung akan melangkah kemana. Dia bingung akan menenangkan ibunya atau menenangkan dirinya sendiri.
"jauhi pria itu" ayah meri memecah pikiran meri dengan tiga kata yang rasanya menembus jantungnya.
Dia hanya berdiri diam tak berani berkata-kata dan memandangi punggung ayahnya yang menjauh dan hilang di balik pintu kamar ibunya.
"ayah yang akan menenangkan ibu, kau sebaiknya beristirahat" ucap rafa yang juga pergi meninggalkannya berdua dengan rido yang terkejut dengan kejadian ini.
Rido terkejut mendengar bahwa rafa sengaja menjauhkan ilham yang saat itu menjadi kekasih adiknya. Dan sekarang dia terkejut mendengar latar belakang keluarga andre ditambah lagi mengetahui masalalu ibunya dengan ayah andre. Rido benar-benar merasa adiknya ini ditimpa kemalangan beruntun.
"ayo kita keluar, aku mau mengajakmu ke suatu tempat" rido meraih pergelangan tangan meri tapi meri melepaskannya.
"kakak, aku mau sendiri saat ini"
Rido memaksa menggenggam tangan meri dan menariknya keluar dengan sedikit memaksa. "kau tidak boleh sendiri pada saat seperti ini, atau kau akan berakhir sepertiku tadi malam" rido mengerti bagaimana rasanya ditekan oleh pilihan yang sangat mustahil.
"kakak, aku rasanya menyesal tidak mati saja waktu itu" ujar meri saat sudah berada di dalam mobil
"apa yang kau katakan. Jika saat itu kau mati, sehari setelah penguburanmu akan jadi penguburanku juga" rido terkejut adiknya yang ceria bisa mengatakan hal menakutkan itu. "kau hanya perlu menenangkan dirimu saat ini. Pikirkan jalan keluar untuk masalahmu ini. Aku akan mendukungmu kau harus ingat itu" rido tersenyum kepada adiknya yang menatapnya dengan ekspresi dingin sedingin kutub Utara.
Rido membawa meri ke pantai yang berada di pesisir kota. Dia mengajaknya ke pantai karena meri menyukai ombak. Dia sedikitnya akan lebih tenang jika berada di pantai. Meri duduk begitu saja di pasir tanpa menggunakan alas atau melepaskan sepatunya. Dia menghempaskan tubuhnya di pasir yang mulai panas karena matahari yang sudah tinggi.
Meri merebahkan dirinya di pasir, menatap langit yang mulai menyilaukan mata. Dia mengkat lengannya untuk menutupi matanya dari cahaya.
Rido melihatnya dari jauh dengan rasa iba tapi tak bisa berbuat banyak. Dia melihat adiknya yang menutup matanya dengan lengan kirinya itu menangis.
Rido tak berusaha menghentikannya atau mencoba mendekatinya, dia hanya ingin mengawasi adiknya itu agar tak melakukan hal gila mengingat cerita meri yang nekad mengakhiri hidupnya saat di tahan oleh jackob. Dia begitu kasihan melihat adiknya di usia muda sudah harus melewati masa-masa sulit yang seakan datang bertubi-tubi tanpa menunggu masalah sebelumnya selesai.
Sementara itu, Meri memikirkan bagaimana akhir dari hubungannya dengan andre yang terkendala masalah keluarga. Dia mengingat terakhir kali menatap wajah kekasihnya itu di parkiran bandara. Mengucapkan janji yang tak akan bisa dia tepati. Bukan andre yang tak menepatinya tapi merilah yang akan melanggarnya. Dia tidak tahu berapa lama waktu yang dia butuhkan untuk melupakan andre atau berapa lama waktu yang dibutuhkannya untuk kembali ke sisi pria itu.
Meri mengeluhkan takdir buruk yang menimpanya. Dia selalu menjadi pribadi yang baik dan tak pernah menyakiti orang lain tapi lihat bagaimana tuhan selalu menghukumnya. Meri teringat ilham yang saat terakhirnya mengucapkan perpisahan setelah meri dengan susah payah menyusulnya ke jakarta.
"keluargamu sangat menyayangimu. Ikutilah kemauan mereka"
Hanya kata itu yang terucap di bibir mantan kekasihnya itu, setelah ratusan kalimat keluar dari bibir meri. Meminta ilham agar tak menjauhinya, memohon maaf karena sikap keluarganya tapi lidahnya kaku saat ingin meminta maaf karena mempermainkan perasaan sahabatnya itu.
Meri bangkit dan menghapus jejak air mata di wajahnya. Sebelum berbalik meninggalkan pantai itu, dia berteriak sekencang-kencangnya.
AAAAAAAAAAAAAAAAA
Meri kemudian kembali ke mobil rido yang sudah dari tadi menunggunya. Melihat ekspresi tegar di wajah adiknya itu, rido tahu meri sudah memutuskan apa yang akan dia pilih antara mengikuti kemauan ibunya atau memperjuangkan hubungannya dengan andre.
"kita pulang" ujar meri menatap lurus ke depan kemudian memasang kaca mata hitam milik kakaknya yang berada di samping kursi pengemudi untuk menutupi matanya yang merah karena menangis.
Rido mengikuti perkataan adiknya untuk kembali ke rumah mereka. Di tengah perjalanan, meri menerima telfon dari pengacara jackob dan memintanya bertemu di luar. Namun meri enggan bertemu di luar karena matanya yang mungkin saja bengkak. Dia meminta pengacara jackob langsung datang ke rumahnya dan menunggu sebentar jika sampai meri terlambat karena diapun sedang dalam perjalanan menuju rumah.
"apa yang akan kau lakukan?" tanya rido melihat adiknya yang terlihat begitu tenang saat di mobil. Rido berpikir adiknya itu setidaknya akan uring-uringan seharian ini. Tapi diluar dugaan, adiknya itu begitu kuat menghadapi masalahnya.
"aku akan melakukan yang menurut akalku harus kulakukan saat ini" jawab meri masih dengan nada tenang dan ekspresi yang tidak menunjukkan beban saat mengatakan itu.
Rido mengangguk paham. Dan menepuk pundak adiknya itu dengan lembut. "aku akan selalu mendukungmu"
Meri tak menjawab ucapan kakaknya itu. Dia hanya fokus menatap jalanan.