"Zahir ini adalah lelaki padang pasir dan kita semua tinggal di kotanya," ucap Rasulullah untuk teman kami yang satu ini.
Menjadi "sahabat bagi seseorang" dan menjadi "bagian dari seseorang" seperti itulah harga persahabatan menurut pandangan Rasulullah. Jelas ini bukan merupakan suatu tindakan sepihak. Rasulullah tak pernah memandang persahabatan sebagai suatu arus angin yang mengalir dari tempat tinggai ke tempat rendah atau dari arus kuat ke arus lemah. Dalam pandangan Rasulullah persahabatan merupakan sebuah gema suara, suatu jalinan, merupakan sesuatu yang saling berbalasan. Rahasia jalinan erat ini diberikan kepada Rasulullah.
Rasulullah seperti kota bagi kami, sebab di dalam diri Rasulullah kami semua bisa menemukan tempat bagi diri sendiri. Hati Rasulullah penuh dengan ribuan perhatian, menyerupai buah delima yang penuh berkah. Misalkan kalian mendapat kesempatan untuk melihat hati Rasulullah, tentu kalian bisa menemukan persahabatan dalam bentuk butir-butir yang berdampingan satu sama lain. Rasulullah adalah seseorang yang tak berputus asa atas kami. Jika didengar dari perkataannya, Rasulullah memiliki sebuah hati yang cinta untuk Allah, jadi tak akan menyusut, malah sebaliknya terus meluas. Rasulullah merupakan guru kasih sayang bagi kami semua.
Zahir hidup menyendiri di padang pasir karena sering merasa sungkan terhadap orang-orang yang sengaja menghindari dirinya akibat cacat. Sebenarnya, dia bukanlah orang yang selalu bersembunyi, tapi kebalikan dari arti namanya, dia adalah seseorang yang memilih untuk menyudut.
Di kedua tangan Zahir tampak bekas-bekas kesedihan yang tersisa akibat penyakit kusta. Dia menutup diri karena hal ini. ZHir sering terlihat selalu menyelimuti wajahnya, berjalan dengan bahu tertunduk, selalu berada di belakang, dan tak pernah begabun dengan keramaian jika tak terpaksa.
Siapa yang tahu apa saja yang telah dia alami, lontaran ejekan mana saja yang telah dia telan ' sehingga dirinya memilih menjauh dari manusia kebanyakan, hidup menyendiri di bukit gunung-gunung, di antara hamparan pasir di gurun pasir. Ia jelas melarikan diri ke padang pasir supaya tak membuat gelisah orang-orang di sekitarnya. Ini sama artinya bahwa ia hidup menjauh dari masyarakat. Perilakunya membuka pertanyaan mengenai wajah asli masyarakat.
Semakin aku berpikir mengenai hal-hal yang seperti kita hilangkan dari pandangan karena tidak suka sebagaimana telah menimpa sahabat kami Zahir, keadaan itu membuat diriku semakin peduli terhadap perhatian yang Rasulullah berikan kepada Zahir. Aku yakin orang-orang seperti Zahir di akhir Zaman nanti akan lebih banyak mendapatkan kesulitan. Itu karena manusia kerap jadi lalai ketika nikmat yang mereka dapatkan bertambah. Bahkan mungkin di masa depan nanti manusia tidak akan menemukan padang pasir untuk tempat melarikan diri. Sementara itu, Rasulullah merupakan orang yang selalu dapat menjadi tempat berlindung buat kami.