Pada suatu hari Khaulah bertanya kepada Rasulullah, "Belum tibakah waktu untuk menikah, ya Rasulullah?"
Khaulah itu ialah istri Utsman bin Ma'zum, salah satu sahabat dekat Rasulullah. Sebenarnya, Rasulullah ingin punya seorang teman perjalanan yang bisa dijadikan tempat berbagi beban berat sepeninggal Khadijah. Tapi, siapakah yang bisa menjadi cahaya matanya?
"Di antara mereka yang lajang, Aisyah, pantas untuk mu. Bukankah ia putri Abu Bakar, sahabat yang paling engkau cintai? Sementara itu, di antara mereka yang janda, Saudah binti Zam'ah, wanita yang kehilangan suaminya dalam perjalanan hijrah ke Madinah, baik untuk mu," demikian tambah Khaulah.
Saudah merupakan yang lembut, berakhlak baik, dan sabar menerima semua musibah yang menimpa dirinya. Dia menjadi ibu kedua, seorang teman perjalanan yang selalu mendukung Rasulullah dalam setiap hal.
Ada satu hal yang membuat kedua orang tuaku serig ragu-ragu. Sesuai adat perjodohan dalam umur muda di Mekah, sebenarnya aku sudah di jodohkan dengan seorang putra Bani Adyy ketika masih kecil. Meskipun ini sudah sangat lama terjadi, ayah ingin mewujudkan perjodohan ini. Cuma, Bani Adyy memilih untuk tak menjadi Muslim. Mereka telah lama memutus hubungan dengan kami. Bahkan, mereka juga ikut memberi dukungan dalam keputusan memboikot kaum Muslimin. Mereka sebuah keluarga teguh dalam bersikap.
Meski demikian, ayah tetap ingin mengetahui pendapat mereka mengenai perjodohan ini. Mereka menjawab, " kami telah memutuskan perjodohan itu." setelah mendapat jawaban seperti itu, ayah kembali dengan beban terlepas dari bahunya. Ayah menyampaikan kabar gembira itu kepada kakek dan ibu.
"Kau telah diperlihatkan kepadaku dalam mimpiku"
Rasulullah berkata seperti ini kepadaku.
Wahyu pertama yang turun kepada Rasulullah juga berbentuk mimpi. Mimpi yang haqiqi. Setiap mimpi yang dia lihat selalu muncul seperti terang pagi hari. Saat kami berada di Madinah, Rasulullah kadang-kadang mengumpulkan orang setelah shalat shubuh dan menceritakan mimpi_mimpi yang dia alami kepada mereka. Apa yang terlihat di malam hari, lalu di tafsirkannya di pagi hari. Ini sudah merupakan sebuah adat.
Ketika Rasulullah bermimpi mengenai diriku, sebenarnya masa-masa kegelapan dan kesulitan kami sebagaimana malam-malam di mekah telah berakhir. Aku adalah pengirim pesan di pagi hari. Tafsiran mimpi mengenaiku sebenarnya mengisyaratkan hari-hari cerah kami dan juga masa depan di madinah. Beban berat malam telah terangkat, pagi akan datang, seiring waktu.
Mimpi-mimpi mengenai aku juga mengisyaratkan tanda telah dekat waktu berhijrah. Sebuah jalan baru, tabir baru yang akan terbuka.... Tempat baru yang di daratannya mengalir sungai. Angin baru yang akan berembus.
Mimpi manakah yang lama?
Aku Aisyah....
Aku adalah mimpi Rasulullah.
Sementara itu, Rasulullah adalah malamku, pagiku, mimpiku, dan keterjagaanku.
Dia adalah malam siang yang aku cintai.
Aku adalah umatnya maupun kekasinya.
Mimpi pertama berupa zamrud hijau.
Malaikat muncul ke dalam mimpinya.
Sambil mengulurkan benang-benang zamrud hijau yang ada di tangannya, ia berkata, "ini adalah istrimu....," kepada pemilik mimpi.
Ketika kedua tangannya menarik benang-benang zamrud surga perlahan-lahan, tampak wajah Aisyah berada di dalam percikan-percikan terang zamrud di antara benang-benang. Dia tahu Aisyah.
Aisyah yang di kenal.
"Jika ini merupakan mimpi yang dikehendaki Allah, ini akan terwujud di dunia, ucap pemilik mimpi dengan yakin dan sabar.
Mimpi kedua berupa air susu putih.
Malaikat muncul ke dalam mimpinya.
Sambil mendekatkan benang-benang air susu putih yang turun dari langit kepada Rasulullah, ia berucap, "ini adala milikmu....," kepada pemilik mimpi.
Ketika jemarinya membuka benang-benang mengilap warna putih yang menyilaukan mata dan jernihnya melebihi salju dan kapas, Aisyahlah yang memandang Rasulullah dari sinar terang susu putih....
"Aisyah.....," ucapnya.
Yang memandang tersenyum kepada Rasulullah adalah Humaira. Ini adalah Aisyah berwajah putih yang dia kenal....
Susu merupakan lambang yang digunakan sebagai pengganti ilmu dalam tabir mimpi... Tabir milik Aisyah telah muncul dalam bentuk kain tule. Aisyah merupakan simbol yang membawa mahkota pengetahuan, ilmu dalam mimpi ini.
Mimpi ketiga ialah tentang hijau.
Malaikat kembali menjadi penyampai bagi Rasulullah dalam mipinya.
Sambil mengulurkan benang-benang berwarna hijau yang di bawa dari tempat jauh, ia berkata kepada pemilik mimpi, "apa yang aku bawa ini adalah milikmu dan istrimu."
Rasulullah memandangi benang-benang berkilauan cahaya terang seperti di padang rumput, yang dengan kekuatannya dapat menghilangkan beban tiada terkira pada sepasang mata.
Dia menyentuh lembut dengan jemarinya seperti menyentuh air.
Dia melihat
Aisyahlah yang tersenyum muncul dari kilauan sinar terang padang rumput itu.
"Dia adalah miliku jika Allah mengizinkan,"
ucap pemilik mimpi.
Aku, Aisyah.....
Aku adalah nafasnya, dia adalah ruh bagiku.
Aku, Aisyah....
Aku adalah tiga mimpinya.
Aku adalah yang dia ketahui, inginkan, dan
lihat.
Tak ada yang tak aku ketahui.
Aku adalah apa yang dia lihat dengan
keinginannya.
Bagiku sebelumnya dan bagiku
setelahnya.
Tak tersentuh siapapun.
Aku adalah jejak ujung jemarinya.
Dia adalah pena yang menulis diriku.
Sementara itu, kewanitaanku adalah hati
tintany.
Tiga hal dari dunia yang menyenangkan
hatinya.
Wanita yang di lihat ada padaku.
Aroma wangi yang datang darinya.
Shalat yang datang dari Rab-nya dan
kembali pada Rab-nya.
Aku adalah sepetak tanah di wilayah
asing.
Dia adalah penyatuku, tanah kelahiranku.
Allah yang ampunannya tak terbatas
meletakkanu ke dalam dirinya.
Dalam diriku.
Yang berada di dalam adalah aku.
Tak ada kata luar.