Aku tau selalu berada di bawah ajaran sopan santun ketat karena didikan ibu. Ibu selalu memperingatkan ku untuk tak banyak bertanya kepada orang lain. Diam, tenang, dan dewasa seperti kakakku Asma. Dengan kata-kata yang aku hafal sebelumnya, diiringi panduan seperti "Ayah adalah penyelamat kami. Bertemu dengan Ayah dalam keadaan sehat adalah harapan kami." Aku menjawab pertanyaan ayah dengan mengutip puisi-puisi dari masa lalu.
Tapi ayah tahu tentang diriku. Aku malah membawakan puisi-puisi diiringi kata-kata yang membuat nya tertawa.
"Bicaralah wahai Humaira, bagaimana keadaanmu? " ucapnya memberikan tanggapan padaku.
Dengan kepercayaan diri yang aku dapat dari ayah, aku ceritakan semua yang terjadi di Mekkah selama beberapa bulan kepergiannya. Satu per satu aku ceritakan kepadanya sampai di depan rumah.
"Aisyah, aku sudah memberitahu kepadamu.... " ucap ibu dengan nada menyalahkan saat memulai pembicaraan.
Ayahku menanggapi dengan senyuman, "Ya, Aisyah sudah cerita. Dia berhasil mengalahkan semua teman-temannya di permainan semut bersayap... "
Kemudian kami duduk di meja makan sambil tertawa bersama. Meja itu penuh jamuan yang disiapkan berhari-hari dengan seribu satu keistimewaan oleh para pelayan ibuku dan teman-temannya. Suasana saat ayah pulang merupakan malam panjang dan membahagiakan.
Ibu dan kakak perempuanku tahu bahwa aku adalah anak yang tak berselera makan. Tapi saat ayah telah kembali, mereka tahu aku akan makan banyak. Karena itu mereka pun menyuruhku duduk di antara ayah dan kakek. Sebagai anak paling kecil di rumah, ayah sangat memanjakan ku. Ia akan menyuapi makanan dari piringnya sendiri kepadaku seperti memberi makanan kepada anak burung.
"Ayah dengar kau kebanyakan lari dan main-main waktu ayah tak di rumah. Engkau juga jatuh sakit. Apa kakek pernah menceritakan dongeng tentang anak yang tergesa-gesa dengan raja tua, Aisyah? " tanya ayah sembari membelai rambutku. Kemudian dia mencium tangannya yang membelai rambutku.
"Hmmmm..... wangi sekali rambutmu, Aisyah! pasti kakakmu yang anggun ini telah merias putri kecilku. Kalau dewasa nanti pasti banyak raja akan datang menginginkan mu sebagai menantu. Tapi ibu dan kakek tak kan memberikannya kepada mereka, " Ucapnya.
" Aisyah takkan pernah dewasa, " seru ibuku. "Begitu bangun pagi dia langsung ingin pergi main dengan teman-temannya. Seharian penuh ia lari-lari. Keringat membasahi tubuhnya. Tak satupun makanan dia sentuh. Meski teman-teman seumurannya mulai belajar melipat dan merajut kain wol, dia malah pergi menonton pertandingan unta bersama kakak laki-lakinya. "
Meskipun seluruh pembicaraan selalu berakhir mengenai diriku, yang selalu ingin aku dengarkan adalah berita-berita dan cerita-cerita baru.
"Ayah, aku mohon ceritakan dongeng anak yang tergesa-gesa dengan raja tua itu. Aku mohon ceritakan itu padaku ya, " ucapku.