webnovel

Peringatan Ringan

Editor: Wave Literature

Obrolan itu terus berlanjut.

Peter meregangkan tubuh dan menjauhkan diri dari perkamen-perkamen yang ada di depannya. Ketika dia melepaskan kacamatanya. Dia sadar pandangannya agak kabur. Tapi baguslah. Setidaknya, dia tidak melihat wajah-wajah menjengkelkan tersebut. Kalau tidak, dia akan sulit bertahan dalam ruangan ini.

"Tenang, tenang!!"

Suara keras terdengar dan meredam keributan tersebut.

"Saya mohon, Saudara-saudara. Kita berkumpul di sini bukan untuk saling cekcok."

Seorang pria yang mengenakan jubah mewah berdiri. Dia merentangkan tangannya.

"Dalam beberapa bulan terakhir, ada serangan bertubi-tubi terhadap kapal-kapal kargo dekat daerah perbatasan. Itu yang menyebabkan Asosiasi Pedagang tidak puas dan juga menyebabkan naiknya harga-harga barang di Negara Cahaya. Kita harus segera berbuat sesuatu untuk memperbaiki keadaan!"

"Apa lagi yang bisa kita lakukan?"

Seseorang menaruh perkamen-perkamen di tangannya dan merentangkan tangan.

"Kita sudah mengirim kelompok penyelidik. Tetapi mereka masih belum bisa memberikan laporan yang jelas tentang masalah tersebut. Pertama, kita harus mengetahui apa yang sedang terjadi sebelum kita menangkap pelaku di balik kasus ini."

"Itu membutuhkan waktu. Bagaimanapun juga, petunjuk kita hanya sedikit. Jadi kita harus terus menyelidiki masalah ini."

"Tidak ada waktu lagi! Kenaikan harga mempengaruhi dukungan publik terhadap kita. Kita harus memikirkan cara untuk membalikkan situasi ini sekarang. Kalau tidak, negara ini akan mengalami kekacauan."

Apa gunanya membicarakan hal tersebut? Hal itu tidak lebih baik daripada jika kau menutup mulutmu.

Peter meletakkan telapak tangannya pada dahi dan menghela napas. Mereka terus mengadakan rapat setiap hari. Tetapi mereka belum menemukan solusi atas masalah ini. Saat ini, sesosok orang berkulit hitam berdiri.

"Saya ingin menyampaikan pendapat saya."

Borde.

Mendengar suaranya, Peter tiba-tiba merasa tertarik. Dia segera memakai kacamatanya dan menyiapkan pena bulu.

Borde berusia empat puluh tahunan. Bibirnya yang tebal dan rambut yang disisir ke arah belakang memberikan kesan bahwa ia lelaki kharismatik. Pria itu menggunakan jaket hitam. Dia melangkah ke podium. Ruang parlemen yang semula berisik berubah menjadi hening.

"Aku pikir diskusi ini hanya membuang-buang waktu. Kita seharusnya tidak berpikir untuk menyelesaikan masalah ini. Kita harus menerima apa yang sudah terjadi. Saat ini, seperti yang kita bahas tadi, harga barang-barang masih tinggi. Walaupun perbedaannya tidak terlalu besar, kenaikan harga itu tetap membuat para penduduk merasa tidak senang. Tidakkah kalian dengar?"

Borde menunjuk ke arah luar jendela.

"Benar. Itu adalah suara protes. Kita telah menerima tanggung jawab yang besar. Kita tidak boleh mengecewakan mereka sekarang. Aku setuju kita harus tetap melanjutkan penyelidikan terhadap serangan-serangan misterius tersebut. Tapi, prioritas kita sekarang adalah menstabilkan harga–harga barang agar kekacauan tidak terus terjadi. Inilah yang seharusnya kita lakukan!"

"Tetapi bagaimana caranya kita melakukan hal tersebut, Tuan Borde?"

Borde tersenyum saat mendengar pertanyaan salah satu anggota parlemen.

"Kita bisa meminta bantuan dari Kerajaan Munn. Biarkan mereka menyelesaikan masalah kekurangan barang di negara kita saat ini dan menstabilkan harga pasar."

"Saya keberatan dengan usul itu!"

"Saya juga keberatan!"

Seseorang segera berdiri dan menyatakan keberatan mereka.

"Hubungan kita dengan mereka sama seperti sebelumnya. Tidak ada respon dari Kerajaan Munn setelah sekian lama. sepertinya mereka tidak bersedia membantu kita! Jika kita meminta bantuan dari mereka, Kerajaan Munn akan menggunakan 'utang budi' ini sebagai senjata mereka untuk memaksa kita menerima kompromi di masa depan!"

"Benar! Kerajaan tirani yang dipimpin oleh seorang diktator. Aku tidak yakin apakah wanita itu akan berbaik hati membantu kita tanpa pamrih."

"Kenapa dia harus peduli apakah kita mati atau tidak? Dia adalah wanita jahat yang tidak akan ragu membunuh penduduknya sendiri demi menstabilkan pemerintahannya. Bagaimana bisa orang sekejam itu menjadi malaikat penolong? Sangat sulit dibayangkan. Saya menolak proposal ini, Tuan Borde. Negara Cahaya kita menjunjung tinggi liberalisme (kebebasan). Aku jelas menolak untuk menundukkan diri terhadap kejahatan."

"Tidak peduli apapun pendapat anda, Kerajaan Munn tetap merupakan sekutu kita."

Menghadapi keberatan orang-orang itu, Borde melambaikan tangannya dengan bersemangat.

"Kita tidak punya pilihan lain. Negara-negara lain tidak memiliki sumber daya dan kemampuan yang cukup untuk membantu kita. Kita harus mengirim utusan untuk menunjukkan niat baik kita terhadap nona Lydia. Itu harus dilakukan secepat mungkin. Selama mereka bersedia untuk bertransaksi dengan kita dengan harga yang rendah, kita mengizinkan mereka mengajukan syarat-syarat lain. Saya harap anda semua mengerti maksud saya. Saat ini, pertengkaran kecil tidak akan memberikan solusi apapun. Saya yakin saya tidak perlu mengingatkan anda soal hasil pemilihan umum tahun depan jika kita tidak melakukan apa-apa… Saya harap anda semua bisa memahami hal ini.

Mendengar perkataan Borde, mereka yang semula keberatan dengan usulnya, tiba-tiba terdiam. Mereka saling menatap. Mereka putus asa dan tidak bisa membantah perkataan pria itu. Namun, masih ada orang yang menyuarakan pendapat mereka.

"Tapi…tapi bagaimana kalau para penduduk mengetahui bahwa kita telah meminta bantuan dari Kerajaan Munn? Kalau berita ini menyebar, bisa-bisa situasi kita justru semakin gawat…"

"Saya pikir kita semua tidak perlu mengkhawatirkan hal tersebut."

Borde menurunkan tangannya.

"Saat ini yang mereka khawatirkan adalah kenaikan harga. Selama kita tidak membicarakan masalah ini, mereka tidak akan tahu asal usul makanan dan minuman tersebut. Meminta bantuan Kerajaan Munn memang bukan sesuatu yang bisa kita banggakan. Tapi demi penduduk negara kita, kita harus menyingkirkan harga diri kita dahulu."

Borde berhenti bicara sejenak.

"Mereka tidak mengetahui masalah kita sebelumnya. Jadi mereka tidak akan mengetahui hal ini."

Ketika para anggota parlemen mendengar perkataan Borde, kegelisahan yang mereka rasakan akhirnya menghilang. Perasaan gelisah itu tergantikan dengan perasan senang. Masalah ini telah menyita perhatian mereka dalam waktu yang lama. Oleh karena itu, wajar jika mereka merasa lega. Mereka semua paham bahwa selama mereka bisa menenangkan protes dari publik, mereka akan tetap menguasai pemilihan umum tahun depan.

Mau ditaruh dimana muka mereka? Yah, mereka tidak peduli dengan hal itu.

"Kalau begitu, Tuan Borde, mengenai utusannya…"

"Saya sendiri yang akan pergi."

Borde membusungkan dada dan berbicara dengan penuh rasa percaya diri, "Saya akan menyampaikan niat tulus kita kepada nona Lydia."

Kemudian Borde mengangkat kepalanya.

"Saya harap parlemen bisa menyetujui usul saya."

Menghadapi wajah Borde yang penuh dengan tekad, pria tua yang duduk di atas tidak mengatakan apa-apa. Kemudian, dia menghela napas. Setelah mengamati ruangan , dia mengangguk. Dia terlihat malas.

"Saya menerima usulanmu. Anggota Parlemen akan mengadakan pemilihan suara terhadap usul ini di rapat berikutnya."

Dasar orang tua.

Semua anggota parlemen di situ memikirkan hal yang sama dan melirik pria tua itu dengan tatapan yang menghina. Dia sudah sangat tua. Bagaimana caranya dia bisa bertahan di posisi itu selama ini? Sial, kalau bukan karena dia, bagaimana bisa parlemen menjadi pasif seperti ini?

Hmph. Sepertinya dia tidak akan terpilih pada pemilihan berikutnya. Pada saat itu…

Saat sebagian besar anggota parlemen memikirkan hal ini, mata mereka masih tertuju pada pria yang berdiri di podium dengan penuh rasa percaya diri.

Mungkin zaman baru akan tiba.

-

Saat ini, di kota Deep Stone yang jauh dari situ, ada peristiwa lain yang sedang terjadi di Asosiasi Prajurit Bayaran.

"Dasar pria bangsat!!"

Para prajurit bayaran terkejut melihat Billy. Muka Billy terlihat pucat saat dia membanting pintu. Dia berjalan melewati aula dengan wajah penuh amarah. Dia meninggalkan gedung tersebut sebelum memasuki kereta mewah yang ada di luar gedung.

"Ada apa?"

Seorang pria bertanya.

"Orang itu berhasil membantah semuanya."

Billy merentangkan tangannya. Dia terlihat tidak berdaya.

"Walaupun aku telah melaksanakan semuanya sesuai dengan permintaanmu. Aku juga menunjukkan semua bukti dan proyeksi sihir yang membuktikan bahwa pemuda itu adalah pembunuhnya. Dia diam saja. Dia malah mengatakan bahwa bukti-bukti itu direkayasa!!"

Saat Billy mengingat ekspresi Rhode yang tenang, tiba-tiba dia menggertakkan giginya dengan penuh amarah. Dia benar-benar ingin memenggal kepala Rhode. Billy sudah menghabiskan banyak waktu. Billy juga sudah mengucapkan begitu banyak kata dan bahkan memberikan bukti-bukti. Tapi Rhode mampu menyangkal semua itu.

"Bagaimana dengan respon dari Asosiasi Prajurit Bayaran?"

"Mereka berkata bahwa mereka akan meneruskan penyelidikan mereka."

Next chapter