webnovel

Seribu botol Stipo (6)

Editor: Wave Literature

He Jichen tidak yakin sudah berapa kali ia mendengar kata-kata seperti itu dalam hidupnya. Raut wajahnya tak berubah sedikitpun ketika dihadapkan dengan wajah memelas Xia Yuan. Dia hanya berkata: "Sampai jumpa di lobi sepuluh menit lagi." Tanpa menghiraukan Xia Yuan yang memanggil namanya tanpa henti, He Jichen bergegas keluar kamar.

Xia Yuan sudah mengenalnya selama bertahun-tahun, karenanya, dia sangat paham dengan watak He Jichen. Dia tahu bahwa He Jichen sedang marah, maka ia pun tidak berani bertingkah. Pemuda itu pergi ke lantai bawah dan duduk di lounge. Sebelum sempat menghabiskan sebatang rokok, dia melihat Xia Yuan keluar dari lift dengan mata merah, menyeret kopornya.

He Jichen menunggu sampai Xia Yuan mendekat sebelum akhirnya mematikan rokoknya dan berdiri.

Tanpa mengucapkan sepatah katapun, pemuda itu melangkah ke arah mobil yang sudah menunggu di pintu masuk lobi.

Petugas valet hotel Starlight menyapanya, tetapi He Jichen mengabaikannya dan langsung berjalan ke arah mobil, lalu membuka pintu.

Xia Yuan berjalan mengikuti di belakangnya dengan enggan. Ketika sang sopir hendak mengambil kopor dari tangan gadis itu dan meletakkannya ke dalam bagasi mobil, Xia Yuan tiba-tiba mencengkeram gagang kopernya. "Jichen, a-aku janji tidak akan melakukannya lagi. J-jangan jauhi aku, ya..."

Seakan tidak mendengar perkataannya, dan dengan suara datar pemuda itu memerintahkan kepada sang sopir, "Setelah kau melihatnya naik pesawat, kau boleh pergi."

"Baik, Tuan He," jawab sang sopir. Lalu ia menarik paksa jari-jari Xia Yuan dari kopornya.

Setelah memperhatikan sang sopir menyimpan kopor Xia Yuan ke dalam bagasi mobil, pemuda itu berjalan melewati Xia Yuan dan kembali ke lobi hotel.

"Jichen!" Xia Yuan berbalik dan memanggil namanya.

He Jichen sama sekali tidak berhenti dan terus melangkah, memasuki lobi lewat pintu putar.

Melalui pintu kaca di depannya, He Jichen melihat sang sopir memaksa Xia Yuan masuk ke dalam mobil. Dia tidak dapat mendengar suara Xia Yuan dari balik pintu kaca itu, tapi dia tahu bahwa gadis itu masih memanggil-manggil namanya. Tanpa memperdulikan gadis itu lagi, dia memencet tombol lift, lalu masuk.

Ketika pintu lift menutup, mobil yang dinaiki Xia Yuan perlahan melaju.

Setelah He Jichen keluar dari lift di lantai dua, hal pertama yang dilakukannya adalah memeriksa lobi untuk mencari Ji Yi.

Ruangan itu dipenuhi orang. Setelah mencari-cari untuk beberapa saat, ia tetap tak dapat menemukan gadis itu. Ketika kembali ke aula, dia justru melihat Chen Bai.

"Tuan He..."

Chen Bai menghampiri He Jichen. Hanya dengan tiga patah kata, He Jichen menyela perkataan asistennya: "Di mana dia?"

Setelah terdiam sesaat, Chen Bai menyadari siapa yang dimaksud He Jichen dengan kata "dia." Pria itu lalu menoleh ke tempat pertama kali Ji Yi duduk setelah keluar dari kamar kecil malam itu. "Dia ada..."

Chen Bai hendak berkata "di sana", tapi kemudian terdiam.

Aneh sekali. Nona Ji jelas duduk di sana tadi; bagaimana mungkin dia tidak terlihat di manapun sekarang?

Chen Bai spontan menelan kembali kata-kata yang hendak diucapkannya, sementara He Jichen, yang sedang berdiri di sampingnya, mulai melangkah ke sudut ruangan.

Chen Bai buru-buru menyusulnya.

Setelah sekitar sepuluh meter, mereka menemukan Ji Yi duduk di sudut ruangan, membungkuk di depan meja, terbatuk-batuk.

Langkah He Jichen jauh lebih cepat; sang asisten hanya dapat berusaha mengimbanginya.

Ketika Chen Bai masih berjarak sekitar dua meter dari Ji Yi, He Jichen sudah tiba di samping wanita itu. He Jichen mengulurkan tangannya dan menarik tubuh gadis itu dari meja.

Next chapter