webnovel

Mencari kebenaran

Cynthia membantu Alena menyisir rambutnya. Hari ini mereka diundang untuk menonton pertandingan ketangkasan para pangeran. Wajah Alena tampak muram. Ia masih trauma dengan kejadian waktu melihat Kasim dipukuli karena kesalahannya. Ia kini banyak mengurung dirinya di kamarnya. Ia mulai banyak membaca buku. Bahkan Ia juga mulai menolak menerima telepon dari Nizam. Ia kesal karena Nizam menimpakan kesalahannya pada dua orang Kasim yang tidak bersalah bukannya memberikan pengampunan murni untuknya.

Cynthia bukannya tidak tahu akan perubahan sikap sahabatnya. Tapi setiap Ia bicara. Alena menanggapinya dengan pandangan kosong. Nizam berulangkali menelpon Alena. Tapi Alena hanya meliriknya sedikit lalu tidak memperdulikannya.

"Alena... Sudah berulangkali Nizam menelponmu. Mengapa Kamu masih tidak mau menerimanya. Apa kamu mau membuatnya gila?" Cynthia menatap Alena. Alena terdiam kosong.

"Alena jawablah!! Tolong. Mengapa kamu hanya diam terus."

"Kamu Tahu Cynthia? Tadi Aku mendengar kalau Kasim yang dipukuli kemarin meninggal karena terluka parah. Siapa yang harus dipersalahkan? Aku merasa sangat bersalah. Andaikan Aku yang matinya. Aku masih tahan. Karena kekonyolan Aku dan Nizam yang egois orang tidak bersalah itu mati." Alena bangkit dari duduknya lalu berjalan ke arah jendela yang besar. Kemudian berdiri memandang taman di belakang kamarnya. Burung-burung yang sengaja didatangkan dari negara tropis. Entahlah mengapa di istana ini banyak burung merak. Apa karena Ratu Sabrina memang menyukai burung merak atau bagaimana?

Cynthia terdiam Ia memang mendengar ada Kasim yang meninggal dunia. Padahal sebelumnya sudah ditangani secara medis. Bahkan Alena diam-diam memberikan seluruh perhiasan yang dibawanya dari Indonesia untuk diberikan pada keluarga Kasim tersebut.

"Alena..Kamu tahu, antara Nizam dan dirimu mempunyai sudut pandang yang berbeda. Kamu merasa kesal karena menganggap bahwa kejadian itu adalah kesalahanmu sehingga tidak layak bagi mereka untuk dihukum. Di mata Nizam dua Kasim itu telah berbuat lalai karena tidak dapat menjaga Harem dengan baik. Sehingga Kita bisa lolos dengan mudah."

"Hmmm..." Alena hanya mengguman.

"Alena tolonglah. Ekspresi wajahmu membuat Aku takut. Kamu belum pernah bertingkah seperti ini. Ingat Alena pernikahanmu sudah hampir dekat. Sekitar tiga hari lagi. Bagaimana Kau bisa menghadapinya dengan sikap yang seperti ini."

Alena tetap terdiam. Ia lalu melangkah mendekati meja riasnya. Dilihatnya layar Handphonenya ada misscall 17 kali dari pagi. Dan tanpa melihat namanya Ia sudah tahu kalau itu dari siapa. Alena melambaikan tangannya pada seorang pelayan yang sedang membawa kerudung panjangnya. Lalu Ia meminta pelayan itu untuk memakaikan kerudungnya.

Kerudung sutra bersulam emas berwarna gading melengkapi gaun berwarna krem. Ada sulaman bunga yang melingkari pinggang rampingnya. Alena juga mengenakan cadar tipis untuk menutupi wajah cantiknya. Hari ini ada pertandingan akhir dari seluruh rangkaian acara yang diselenggarakan untuk menyambut pernikahannya.

Seluruh penghuni Harem diijinkan untuk menonton pertandingan ini. Alena sebenarnya malas tapi tadi Ratu Sabrina ingin Alena menonton langsung. Pangeran Nizam adalah pangeran yang diandalkan untuk menjadi bintang dalam uji ketangkasan ini. Ratu Sabrina tahu sejak kejadian pemukulan dua Kasim. Hubungan Alena dengan Nizam menjadi tidak bagus. Nizam menjadi sangat emosional dan sedikit temperamental.

Bahkan Ia hampir membatalkan seluruh pertandingan persahabatan yang harusnya Ia ikuti. Kalau tidak Ratu Sabrina berulang kali membujuknya. Nizam juga morang-maring kepada Ibunya yang memperlihatkan pemukulan itu di depan Alena. Harusnya pemukulan itu dilakukan diam-diam. Alena sangat berperasaan halus dan lemah. kejadian itu pasti akan sangat menggoncangkan jiwanya. Nizam tahu Alena sangat marah padanya. Alena menimpakan seluruh kesalahan atas kematian Kasim itu kepadanya. Tapi bagaimana Ia bisa menjelaskan pada Alena kenyataan yang sebenarnya kalau teleponnya saja tidak diangkat.

Ratu Sabrina juga jadi serba salah. Di satu sisi Ia ingin menegakkan keadilan tapi disisi yang lain Ia juga harus belajar memahami karakter Alena yang berbeda dengan penghuni Harem yang lain. Ia benar-benar merasa mati gaya juga menghadapi Alena. Tadinya Ia sangat membenci Alena tetapi begitu pertama kali melihatnya Ia langsung jatuh hati melihat matanya yang bersinar cerah. Ia juga menyukai tingkahnya yang polos walau terkadang kesal karena tingkahnya yang keterlaluan. Hanya kali ini mendengar Alena mengurung diri di kamar terus membuatnya sangat khawatir. Apalagi perayaan pernikahannya sebentar lagi. Ditambah dengan Nizam juga ikut uring-uringan Ia benar-benar jadi pusing sendiri.

Tiba-tiba telepon Cynthia berbunyi, dilihatnya yang menelpon adalah Ratu Sabrina. Cynthia segera menyelinap keluar. mengangkat teleponnya dan berbisik.

"Ya Yang Mulia.."

"Apa Alena sudah bersiap? "

"Iya, Dia sudah berdandan dan akan segera berangkat"

"Syukurlah, Aku sudah takut, Dia akan menolak. Hati Yang Mulia Nizam sedang kacau. Minimal kalau melihat Alena Ia bisa bertanding melawan lawan-lawannya. Walau bagaimanapun memenangkan pertandingan uji ketangkasan ini walaupun hanya persahabatan tapi mendatangkan prestise bagi pemenangnya. Dan ini penting untuk memperlihatkan kewibawaan dan kekuatan kerajaan sentral pada kerajaan bawahan. Apalagi dari seluruh pertandingan yang paling menarik adalah uji ketangkasan ini. Kalian pasti menyukainya. Aku berharap Alena akan terhibur dan mau melupakan kejadian pemukulan kemarin. Ok baiklah, Aku tunggu kalian di lapangan pacuan kuda." Kata Ratu Sabrina sambil menutup telepon dengan hati penuh harapan semua akan berjalan lancar. Diam-diam Ia ketakutan kali tiba-tiba Alena marah dan membatalkan pernikahan antara dia dengan Nizam. Tidak terbayang murkanya Nizam. Dan yang akan dipersalahkan pasti dirinya. Ia sangat membutuhkan Nizam untuk kelangsungan hidup kerajaan. Kalau sampai Nizam nekad karena kasus yang menimpa Alena. Pasti Ia akan merasa sangat terpukul.

****

Cynthia menutup telepon lalu berjalan kembali masuk ke dalam kamar. Alena menatap Cynthia dengan sedikit curiga.

"Kamu darimana?"

"Ratu Sabrina menelpon"

"Untuk apa?"

"Memastikan Kamu untuk datang ke Pertandingan."

"Memangnya kenapa?"

"Apa Kamu tidak tahu kalau Pangeran Nizam uring-uringan terus. Kamu pake nolak teleponnya segala"

"Aku sudah bilang berkali-kali, Aku sedang kesal kepadanya"

"Bagaimana Kamu ini, Alena. Pernikahan mu tinggal 3 hari lagi. Bahkan teman-teman di Amerika sudah pada berdatangan. Orangtuamu juga besok akan datang. Tapi Kamu malah kesal pada suamimu. Bagaimana ini?"

"Aku...."Alena terdiam. 'Bagaimana Aku bisa melanjutkan ini semua kalau perasaanku tidak tenang seperti ini', Alena berkata dalam hati. Ia lalu duduk termangu.

"Alena!!" Cynthia memanggil lagi

"Aku takut. Kelakuanku Akan membunuh orang lagi."

"Alena asalkan Kau berhati-hati Aku yakin semua akan berjalan dengan baik."

"Aku masih memikirkan betapa jahatnya Nizam.."

"Alena..Nizam adalah calon raja dan Ia harus menegakkan peraturan. Kejadian kemarin bukan salahnya Secara mutlak. Ada banyak andil kita pada kejadian ini. Kau yang tidak sabaran, Aku yang salah telah mengikuti kemauanmu dan Nizam yang menimpakan kesalahan pada Kasim hanya karena ingin melindungimu, Ada ratu Sabrina yang terlalu kejam. Ada Kesalahan Kasim itu sendiri yang memang sebenarnya telah lalai."

Alena terdiam mendengarkan penjelasan Cynthia. Ia merasa apa yang dikatakan sahabatnya benar. Tapi hati kecilnya tetap merasa bahwa tindakan Nizam adalah keterlaluan.

"Alena memang mudah melihat kesalahan orang lain, padahal kita sendiri juga banyak salahnya. Kau menyiksa Nizam dengan menjauhinya. Ia hampir gila memikirkan masalah ini. Walaupun sebenarnya dalam hati Aku terkadang ingin Kau membatalkan pernikahan ini lalu pergi jauh dari Azura. Pulang ke Amerika atau ke Indonesia sebelum semuanya terlambat."

Next chapter