Tragedi salah mengirim emoticon menjadi alasan Eiverd untuk selalu menggoda Zia, tak terkecuali pagi ini. Zia melirik jam dinding kecil yang tergantung disamping meja riasnya. Baru pukul 6 pagi. Dia masih terlalu mengantuk untuk bangun dan mencari dimana handphone genggamnya yang sedari tadi terus berbunyi, menandakan pesan whatsapp yang masuk beruntun. Ohh dewa, jika ternyata pesan itu dari obrolan grup, Zia bersumpah akan langsung out dari grup tersebut. Ketika dia dapat menemukan ponselnya tersebut, Zia langsung membuka pesan yang ternyata dari Eiverd. Beberapa minggu belakangan, laki-laki ini tidak pernah berhenti menganggu Zia. Zia masih terlalu pusing memikirkan Adrian dengan segala keegoisannya, namun disaat bersamaan dia tersenyum membaca pesan dari Eiverd. Ucapan selamat pagi dari Eiverd dengan emoticon ciuman dan pelukan mampu membuat Zia tersenyum simpul. Sudah lama Adrian tidak pernah mengirimkannya pesan seperti ini, dan sekarang ada laki-laki lain yang melakukannya. Zia merasa Adrian akan menyesal jika dia tau semua ini. Hubungan mereka kini memang terasa hanya sebatas status. Mungkin karena Zia memang tidak pernah mencintai Adrian sepenuh hati. Yupzz, Adrian merupakan tempat pelarian Zia dari Saint, pacarnya sebelum Adrian. Zia tau ini terdengar tidak berprikemanusiaan, tapi karena Adrian yang memaksa untuk mendekatinya padahal dengan jelas Zia menolaknya. Usaha Adrian akhirnya dihargai Zia, namun hatinya memang tidak bisa berbohong. Dia tidak sepenuh hati menjalin hubungan dengan Adrian.
Zia tersadar dia harus membalas pesan Eiverd, tapi dia tidak tau harus membalas apa. Ahh kenapa Zia begitu rumit memikirkannya. Dia hanya harus membalas ucapan yang sama pada Eiverd. Apa yang harus dipikirkan. Stupid! Zia memukul jidatnya sendiri yang berakhir dengan suara erangan.
Malam ini Zia meminta Adrian menjemputnya dari kantor. Urusan kantor yang menguras waktu dan tenaga membuatnya terlihat kusut malam ini. Adrian mendapati Zia berdiri di lobby kantor dengan tatapan kosong. Sudah tiga kali klakson dibunyikan tapi sepertinya Zia tidak mendengar. Akhirnya Adrian harus turun dari mobil berjenis BMW itu untuk menyadarkan Zia dari lamunannya.
Adrian mengajak Zia makan malam sebelum dia mengantar Zia pulang. Zia mengiyakan hanya dengan satu anggukan. Dia terlalu lelah untuk berbicara.
"Are you okay?" tanya Adrian dengan tatapan tetap pada jalan raya yang padat lancar. Zia terlihat memaksakan diri untuk bisa tersenyum dan berkata bahwa dia baik-baik saja. Mereka memilih makan malam di restoran Manado di daerah Serpong, restoran favorit Zia. Mereka senang masakan pedas dan tentu saja karena Zia memiliki darah Manado.
Sambil menunggu pesanan makanan mereka datang, Adrian berdehem. Itu menarik perhatian Zia yang langsung menatap Adrian.
"Ada sesuatu yang ingin aku bicarakan sama kamu." Kata Adrian pelan. Zia hanya menatap Adrian dalam, memberi kesempatan pada Adrian untuk berbicara.
" Ku rasa kita baiknya mengakhiri hubungan ini. Ada banyak ketidakcocokan antara kita, dan aku menyesal telah membuat kamu harus mencintai aku." Adrian berusaha berbicara setenang mungkin tapi tidak berani menatap mata Zia. Butuh waktu beberapa detik bagi Zia untuk mencerna apa yang dibicarakan Adrian.
" Langsung to the point aja Dri. Kamu mau kita putus? Ok tidak masalah. Kita memang mungkin terlalu memaksakan hubungan ini. Aku ngak bisa jadi pasangan yang baik untuk kamu. Tapi setidaknya berikan aku alasan mengapa kamu mau mengakhiri hubungan kita." Tidak terlihat kemarahan ketika Zia mengatakan itu. Mungkin memang ini lebih baik, sehingga dia tidak harus membohongi hatinya, Adrian dan orang lain yang tau tentang hubungan mereka.
" Bulan depan aku akan menikah dengan gadis yang kuhamili. " Hampir tidak ada volume ketika Adrian menyampaikan itu. Zia terbelalak, tentu saja dia kaget. Masih tidak percaya dengan omongan Adrian, Zia bertanya lagi "Kamu ngomong apa Dri? " Adrian hanya terdiam membisu, bahkan untuk menatap Zia dia tidak berani.
" Apa yang kamu dengar itu benar, bukan telinga kamu yang salah, aku yang salah. Aku sudah selingkuh sama orang lain. Kebutuhan seks aku lampiaskan pada orang lain." Adrian berkata dengan rasa bersalah. Zia pun sadar selama ini dia dan Adrian jauh dari kata romantis. Mereka hanya berpegangan tangan selama pacaran. Zia merasa begitu bodoh, bahkan laki-laki dewasa seperti Adrian butuh seks. Itu kebutuhan biologis dan Zia tidak bisa menyalahkan Adrian dalam hal ini. Dia sadar Adrian tidak bisa mendapatkan itu darinya.
" Jujur aku kaget Dri, tapi kamu ngak sepenuhnya salah. Aku yang ngak bisa ngasih itu ke kamu, jadi wajar saja jika kamu selingkuh dan making love dengan perempuan lain. Aku senang kamu mau tanggung jawab, karena memang harus seperti itu. Aku ngak marah. Mungkin ini memang yang terbaik. Jangan lupa kirim undangan yah. Aku pasti datang untuk selalu support kamu. Semoga bahagia Dri. Maafkan aku."
Zia berdiri, mengambil tas dan mencium pipi Adrian kemudian berlalu. Adrian hanya terpaku, dia tidak percaya Zia bisa sedewasa ini menanggapi masalah mereka.
Di lobby restoran yang kecil itu, senyum Zia mengembang. Dia seperti baru melepas batu seberat seratus kilo yang mengikat tubuhnya. Walaupun ada sedikit rasa kecewa mengetahui fakta Adrian mengkhianatinya, Zia tau tidak ada gunanya untuk marah. Malam itu dia bebas sebebas bebasnya.
Zia langsung menelepon Tias, memberitahu kabar putusnya dengan Adrian, dan tentu saja Tias memberikan peluang itu untuk Eiverd tanpa sepengetahuan Zia.
Eiverd mengepalkan tangannya dan meninju udara. Ini kesempatan emas. Eiverd tersenyum lebar. Semua kelihatan begitu mudah baginya. "Awal yang baik". bisik Eiverd pada dirinya sendiri.