webnovel

Bab 2 : The First {Part B}

Di wilayah desa Lazuarh, bagian utara. Di dalam sebuah bar.

"Hahahaha!" teriakan tawa seseorang terdengar amat kencang, setelah mengeluari bar.

"Ah, tolong!" pekik seseorang ketakutan, dari dalam bar.

"Tolong kami, siapa pun tolong kami!" teriak seseorang berbeda lagi, dari tempat yang sama.

Penduduk desa yang kebetulan melewati depan bar itu, terkejut mendengar suara teriakan orang meminta tolong dari dalam sebuah bar.

Lalu seseorang penduduk desa dengan cepat, menyuruh penduduk desa lainnya yang berada di sekitar depan bar untuk memanggil prajurit kerajaan, "Panggil prajurit kerajaan cepat!" serunya.

"Hahaha, masyarakat desa yang sangat lemah. Merampok banyak barang berharga seperti ini, membuatku sangat nikmat dalam melakukannya—hahaha," ucap orang yang telah membuat kerusakan di dalam bar tersebut, dan sekarang sudah berada di depan bar. Ia tak menghiraukan teriakan seseorang tadi, yang meminta bantuan dengan menyuruh penduduk desa lainnya.

Beberapa saat kemudian.

"Itu dia! Orang yang telah merusak bar dan mencuri banyak barang berharga dari para pengujung bar!" seru seorang yang telah memanggil tiga prajurit untuk mengurus perampok itu.

Sekarang si perampok masih berada di depan bar, ia tertawa tiada henti, dengan raut wajah sangat senang. Seperti tak takut menunggu kedatangan prajurit yang akan menangkapnya.

"Hahaha, tiga prajurit kerajaan yang bertugas di sekitar sini, ya," ujarnya. "Rasanya aku jadi ingin bermain-main sebentar dengan mereka, hahaha."

Ketiga prajurit itu, telah tiba dengan memakai baju zirah lengkap, beserta membawa senjatanya.

Seorang prajurit membawa tombak dan dua orang lainnya, masing-masing membawa sebilah pedang.

"Jangan bunuh perampok itu," kata prajurit yang membawa tombak.

"Siap!" seru dua prajurit lainnya bersamaan.

"Jangan lukai dia terlalu berat, apalagi membuatnya sekarat—kita perlu menginterogasinya," ujar prajurit itu, mengingatkan kembali.

"Ya," kata kedua prajurit tersebut, kompak bersamaan.

"Hahaha—oi, oi, jangan berbisik-bisik seperti itu—cepat maju kalau kau ingin menangkapku," ujar perampok tersebut, dengan senyum seringai memberi sinyal menantang bertarung kepada ketiga prajurit itu.

Masyarakat yang berada di sekitar depan bar, sebentar lagi akan menyaksikan pertarungan antara si perampok melawan ketiga prajurit kerajaan yang bertugas di dekat bar tersebut.

"Kau pikir kau siapa perampok amatir?" umpat salah seorang prajurit yang memegang pedang.

"Oh—jadi kau, sampah kerajaan benar-benar ingin mati di hadapan penduduk desa tercinta kalian, ya? Hahaha." Dia balik membalas, seraya tertawa.

"Tolong kau panggil prajurit lain untuk mengepung perampok itu, bila dia akan lari," ujar prajurit yang membawa tombak, kepada seorang penduduk desa yang tadi telah memanggilnya.

"B-baik," ucapnya sedikit gugup, lalu orang itu berlari ke pos penjagaan prajurit terdekat dari wilayah depan bar.

"Ayo maju! Tangkap dia, teman-teman!" teriak semangat dari prajurit yang menggenggam tombak, kepada kedua rekannya.

"HEAHHH!" balas teriak bersemangat dari kedua prajurit tersebut.

"Hahaha, maju juga akhirnya sampah-sampah kerajaan itu," katanya seraya tersenyum, sama bergairahnya dengan ketiga prajurit itu untuk bertarung.

Kemudian, perampok tersebut menaruh barang-barang hasil curiannya, yang telah ia masukkan ke dalam kain putih besar. Sewaktu mencuri di dalam bar tadi—membungkusnya, dan menjadi seperti gumpalan yang lumayan besar.

Ia menaruhnya tak jauh di dekatnya berdiri sekarang. Ia pun langsung menghunus pisau kecil dari sabuk celananya.

"Heaahhh!" teriak salah seorang prajurit yang memegang pedang, yang sudah berada di dekat perampok tersebut, dari kedua rekannya yang masih tertinggal di belakangnya, lalu ia melangsungkan serangan pertama.

Settt!! Tappp!!

Namun, perampok itu berhasil menghindar dan menangkap pedangnya, dan membuangnya jauh dari tempat mereka sedang bertarung.

"Tidak ... pedangku," ucapnya.

"Hahaha, tak punya skill bertarung kah? Prajurit lemah!" ejeknya.

Di saat perampok tersebut sedikit lengah, prajurit yang menggunakan tombak melancarkan serangan ke arah pahanya dengan cepat, untuk melumpuhkan pergerakkan salah satu kakinnya.

Tringgg!!

"Apa!" Prajurit itu membelalak kaget. Ketika melihat tombaknya ditahan oleh pisau kecil milik si perampok.

"Hahaha, hanya segitu kemampuanmu?" tanyanya dengan tawa menyeringainya.

"Masih ada aku! Apa kau lupa—heahhh!" Prajurit yang memakai pedang satunya melayangkan pedangnya tepat ke arah kepala si perampok.

"Oh—tidak, dia akan mati sebelum diinterogasi," ujar prajurit yang menggunakan tombak dalam hati.

Tappp!!

Pedang prajurit itu ditangkap oleh tangan kiri si perampok, sampai tangannya mengeluarkan banyak darah, dan menetes ke tanah.

"Hahaha, hanya segini kemampuan prajurit terlatih kerajaan Gourmoudra—terlalu lemah," umpatnya geram.

Bughhh!! Brukkk!!

Perampok itu menendang prajurit yang memakai tombak, sehingga dia terpental agak jauh dan melepaskan pegangan dari tombaknnya. Tombaknya pun terjatuh di tanah.

Lalu, si perampok menarik pedang seorang prajurit yang masih di genggamnya, sehingga si prajurit mendadak maju ke hadapannya.

Bughhh!! Brukkk!!

Prajurit itu di tendang juga dan terpental ke samping prajurit yang memegang tombak.

"Hahaha—tinggal kau prajurit tanpa senjata," ucapnya seraya merenggangkan kedua tangannya, dan menunjukkan kesombongannya di hadapan ketiga prajurit yang sudah tak berkutik lagi. Sedangkan para masyarakat desa yang menyaksikan pertarungan itu, hanya terdiam ketakutan.

"Itu perampoknya, masih di situ!" teriak orang yang tadi disuruh memanggil prajurit bantuan, ia sembari mengacungkan jari telunjuknya kepada si perampok yang sedang menunjukkan kesombongannya di hadapan ketiga prajurit yang tak bisa apa-apa lagi.

"Ayo tangkap dia!" pekik para prajurit bantuan, yang datang berjumlah lima orang.

"Cih," pandangan dengki berpaling kepada prajurit bantuan yang telah tiba. "Sampah kerajaan datang lagi lima orang—belum aku menghabisi ketiga prajurit di depanku." dia menambahkan.

Perampok itu lalu memilih mengelak dari pertarungan. Ia berlari melewati seorang prajurit yang tak sempat dihajarnya, dan melewati kedua prajurit yang senjatanya telah terbuang, lalu berlari lagi menuju ke tempat ia menaruh barang curiannya tadi.

"Tangkap dia!" seru salah seorang prajurit bantuan kepada semua teman-temannya.

"Hei kalian bertiga, kejar prajurit itu yang masih ada di dekat kalian!" kata salah seorang prajurit lainnya, seraya mereka berlari mengejar si perampok yang juga telah berlari, setelah membawa kain putih yang berisi hasil curiannya.

"Tolong tangkap dia prajurit!" teriak pemilik bar yang tiba-tiba keluar dari barnya, berjalan terhuyung. "Uhuk-uhuk," ia terbatuk-batuk dan sekujur tubuhnya penuh banyak luka memar serta berlumuran darah, seperti akibat bekas pertarungannya melawan si perampok di dalam bar sebelumnya.

"Kuatnya dia itu ... hanya melawanku dengan sebuah pisau kecil saja—siapa dia? Aku belum pernah melihat seorang pun sepertinya di desa ini," kata pemilik bar dalam hati, yang sedang bersandar di pintu masuk barnya.

"Oh, sial, pemilik bar itu terluka amat parah," ucap salah seorang prajurit, dari kelima prajurit bantuan yang sedang mengejar si perampok.

Mereka sudah tiba di tempat ketiga prajurit yang habis bertarung dengan si perampok barusan. Prajurit yang menoleh dan mendengar suara teriakan pemilik bar itu berhenti, dan keempat prajurit lainnya terus mengejar perampok tersebut.

"Kalian bertiga, tolong bapak pemilik bar itu dan mungkin juga masih ada korban lain di dalam barnya," kata prajurit yang berhenti.

"Baik," ujar prajurit yang membawa tombak. "Ayo kita tolong korban dari ulah perampok itu." dia menambahkan kepada dua orang prajurit yang membawa pedang bersamanya.

"Satu lagi, setelah menolong korban, laporkan dua kejadian perampokan yang hanya berselang beberapa jam ini kepada Janz yang berada di pos pusat penjagaan desa," perintah prajurit itu.

Ketiga prajurit tersebut berkata bersamaan, "Siap!"

Lalu ketiga prajurit itu bergegas—kedua prajurit itu tubuhnya masih terasa sakit, akibat tendangan dari si perampok yang menghajarnya lumayan keras tadi—mereka menghampiri bapak pemilik bar, dan mencari korban lainnya yang berada di dalam bar.

Kemudian—seorang prajurit tambahan barusan yang menyuruh ketiga prajurit tadi—juga bergegas mengejar keempat prajurit lainnya, yang sedang mengejar perampok tersebut.

"Sial, keempat prajurit tambahan itu menyusahkan pergerakanku, dan berpikir jernih untuk menyusun rencana kabur tanpa meninggalkan jejak," ujarnya dalam hati ketika menoleh ke belakang, melihat keempat prajurit itu sedang berusaha mengejarnya.

Dua dari keempat prajurit itu membawa pedang, sama seperti dua prajurit yang tadi sebelumnya. Satunya membawa tombak dan satunya lagi membawa kapak.

Sedangkan prajurit terakhir yang tadi memerintahkan untuk menolong para korban, kepada ketiga prajurit yang melawan si perampok sebelumnya. Membawa sebuah tombak yang digenggamnya dan dua bilah pedang yang di taruh di punggungnya.

"Hei! Kau lelaki berjubah merah, tangkap perampok itu yang memanggul kain putih di bahunya!" teriak prajurit yang memegang kapak.

"Hah, pencurian lagi," gumam orang berjubah merah terkejut, yang beberapa jam lalu habis berurusan dengan gadis pencuri.

"Oi, minggir dari hadapanku!" teriak perampok tersebut dengan raut wajah ketakutan—kalau-kalau ia akan dihadang oleh orang berjubah merah di depannya—yang kira-kira sekarang berjarak enam meter.

"TANGKAP DIA! KAU ORANG YANG MEMAKAI JUBAH MERAH!" teriak kencang prajurit yang membawa kapak lagi.

Brukkk!!

Orang yang memakai jubah merah terjatuh, akibat di dorong oleh perampok itu, dan ia gagal menangkapnya.

"Bagus, seperti itu harusnya yang kau lakukan...," katanya menoleh kepada orang berjubah merah, dan segera memalingkan wajahnya kembali ke depan, lalu menambah kecepatan berlarinya sekarang.

Salah seorang prajurit yang membawa kapak berhenti di hadapan orang yang memakai jubah merah, yang telah jatuh terduduk, akibat didorong oleh si perampok.

"Oi, apa yang kau lakukan?" tanyanya geram. "Kau tahu dia itu perampok? Dan telah melukai pemilik bar Quats—perampok itu telah menghancurkan sebagian bangunan bar Quats—kau tahu itu artinya apa kan?" dia menambahkan. Seolah-olah sesuatu yang buruk akan menimpa orang berjubah merah tersebut, akibat dia tidak menahan perampok tadi.

"Apa ... apa perampok itu tak tahu, bahwa bar Quats tempat berkumpul para prajurit hampir setiap malam. Untuk menghilangkan rasa lelah mereka, sehabis bekerja seharian di desa," ucap orang berjubah merah dalam hati. "Oh, tidak-tidak, mana mungkin perampok itu tahu kalau—sial ... pasti keadaan desa semakin rumit akibat terjadinya pencurian dua kali, hanya selang beberapa jam saja."

"Hei, kenapa kau diam saja? Apa kau salah satu komplotan dari mereka juga," tukas prajurit itu sambil mengernyitkan dahi.

"Hei pak, jangan menuduh tanpa bukti dan sembarangan seperti itu," kata orang berjubah merah, ia mulai merangkak berdiri.

"Terus kenapa kau tak berusaha menangkapnya?" tanyanya lagi.

"Dia ingin menusukku dengan pisaunya—makanya aku menghindar—dari pada aku tertusuk." Orang berjubah merah itu berkata bohong. Ketika ia bertemu dengan perampok tadi, ia melihat pisau kecil di sabuk celananya. Padahal ia tidak akan ditusuk, dan membuat alasan saja. Karena tidak ingin terlibat dengan masalah yang sulit ini.

"Oh, jadi seperti itu. Maafkan atas omonganku tadi," timpalnya menyesali perbuatannya. "Ini membuat keadaan desa tidak lagi damai dan tentram seperti dulu—karena dalam sehari, hanya berselang beberapa jam saja, sudah ada dua insiden perampokan di dua tempat berbeda di desa kita—kalau begitu, aku akan mengejar perampok itu lagi. Sekali lagi, mohon maaf atas perlakuan dan perkataanku tadi."

"Iya," kata orang berjubah merah singkat.

Lalu prajurit tersebut menyusul ketiga teman-temannya yang sedang mengejar perampok itu.

Sepuluh menit berselang. Orang berjubah merah berpapasan dengan seorang prajurit yang membawa tombak dan dua bilah pedang yang ada di punggungnya.

"Pasti prajurit tambahan tingkat atas itu juga sedang mengejar perampok tadi—gadis pencuri tadi pagi, tidak sampai dikejar oleh prajurit tingkat atas sepertinya—kelihatannya, perampok tadi memang bukan hanya merampok. Namun, sepertinya dia juga membuat kekacauan berat di bar Quats," ucapnya dalam hati, "semoga kedua perampok tersebut tidak tertangkap. Karena aku tidak ingin lagi melihat hukuman keji dari pihak kerajaan lagi."

"Apa...," prajurit yang membawa kapak itu melihat ketiga temannya tergeletak lemah penuh dengan luka di sekujur tubuhnya, dan juga berlumuran banyak darah. "Apa yang telah terjadi tadi di sini," tambahnya terkejut tak percaya apa yang telah ia lihat. "Hei, hei, bangun!" dia menggoyang-goyangkan tubuh salah seorang prajurit, untuk menanyakan sesuatu hal apa yang telah terjadi padanya.

"P-p-erampok... i-i-tu," prajurit yang terluka itu berkata, seraya terputus-putus, "bukanlah orang sembarangan." dia menambahkan secara cepat. Lalu ia pingsan, tak bisa menahan kesakitannya lagi.

"Hei, hei, bangun!" Prajurit itu berusaha menggoyang-goyangkan tubuhnya lagi—ia berlari ke prajurit selanjutnya yang tergeletak di sampingnya dan menggoyang-goyangkan tubuhnya untuk mencari informasi tambahan, tetapi prajurit tersebut juga telah pingsan—ia berlari lagi ke prajurit yang terakhir tergeletak dan melakukan hal yang sama.

Tetapi, lagi-lagi ia tidak mendapatkan informasi apa-apa. Sampai akhirnya ia merasa frustasi dan berlutut diam, sembari memegangi kepala dengan kedua tangannya, sesaat kemudian ia berteriak kencang, "TIDAKKKKKKK!" Menyatakan dirinya sudah tidak kuat lagi, menerima kenyataan yang telah ia lihat kepada ketiga temannya. Sampai ia pun juga tergeletak pingsan.

Beberapa saat kemudian, prajurit terakhir tiba—tepatnya prajurit yang membawa tombak dan dua bilah pedang di punggungnya—ia melihat keempat temannya pingsan di jalan dan tiga diantaranya berlumur darah serta terlihat terluka parah.

"Apa yang telah terjadi tadi di sini sebenarnya?" gumamnya, dia tertegun seraya membelalak. Tak percaya ketika melihat pemandangan di depan kedua matanya....

Next chapter