webnovel

Temuan

Editor: Wave Literature

Sampah amat menumpuk di halaman belakang. Lucien butuh beberapa kali bolak-balik untuk membuang semuanya.

Untuk menjaga kota tetap bersih, ada orang-orang yang mengumpulkan sampah setiap pagi. Tapi asosiasi yang mewah ini tidak bisa menolerir sampah yang menumpuk di taman mereka selama sepanjang hari.

Setelah menyelesaikan pekerjaannya, Lucien menyelinap ke aula dan berjalan di sekitar tepi aula bundar menuju gerbang.

"Sialan! Wolf! Bisa tidak kau tinggalkan aku sendirian sedetik saja dan biarkan aku fokus pada musikku?" Lucien mendengar suara yang dalam dan elegan yang berubah tajam di akhir kalimat. Di saat yang sama, seorang pria yang mengenakan mantel merah bergegas menuruni tangga.

Kemudian, dia menabrak Lucien.

"Bruk!" Sesuatu yang berat jatuh di atas karpet dan menciptakan suara debam.

Victor hampir jatuh.

Setelah mengambil napas dalam-dalam, Victor membungkuk dan mengambil lampu rusak yang terjatuh dari tumpukan sampah Lucien.

"Maaf." Dia mengembalikan lampu yang diambilnya dari karpet pada Lucien.

Pria lain berambut coklat yang mengenakan mantel panjang berwarna biru tua sedang berjalan menuruni tangga. Ada lekukan mencolok di dagunya.

"Victor, kau bukan satu-satunya musisi di sini. Aku bisa melakukan apapun yang aku mau. Kalau kau punya masalah dengan itu, pulang saja ke rumah. "

Senyum di wajah pria itu semakin melebar, "Aku tahu, aku tahu. Hanya ada tiga bulan tersisa sebelum konsermu. Aku paham, aku sangat tak sabar melihatnya. Aku akan menulis artikel untukmu di Kritik Musik, khusus untukmu ..."

"Bajingan! Coba lihat kapan kau bisa mengadakan konsermu sendiri." Victor mengumpat dengan suara lirih, kemudian dia berbalik dan meninggalkan aula dengan cepat.

Saat Victor berbalik badan, senyum itu menghilang dari wajah Wolf. Dia berjalan kembali sambil bergumam, "Konser itu harusnya milikku ..."

Setelah menyaksikan pertengkaran mereka, Lucien melanjutkan kegiatannya membawa sampah itu menuju gerbang. Kemudian, dia melihat lampu rusak yang dihias dengan pola-pola mewah. Bagian bawah lampu itu terbuat dari logam.

Setelah membuang setumpuk sampah itu ke gerobak, Lucien mengambil lampu rusak tadi. Lampu ini seperti terbuat dari tembaga, tetapi lebih fleksibel. Mungkin lampu ini bisa terjual seharga beberapa fell di toko pandai besi. Untuk orang miskin seperti Lucien, semua hal yang dilihatnya akan dihubungkan dengan uang.

"Tunggu ... mungkin aku bisa menemukan barang lain yang lebih berguna di tumpukan ini, seperti kertas atau pena bulu."

Saat ini, tumpukan sampah itu sudah seperti harta karun bagi Lucien. Dadanya terasa membuncah karena kejutan dan perasaan senang. Meski orang-orang kaya tak akan mau memandang barang-barang itu, bagi Lucien itu adalah kesempatan pertamanya mengubah hidup.

Lima perak nar cukup untuk biaya pendidikannya selama satu bulan. Selain itu, dia memiliki seluruh perpustakaan di dalam kepalanya yang bisa terus diperluas. Jika dia bisa belajar membaca, dia yakin kalau dia akan menemukan cara yang lebih baik untuk menghasilkan uang.

Lucien merasa semangat hanya dengan memikirkan masa depannya. Dia merasa senang, lalu menarik gerobaknya keluar dari kota. Tetapi, dia juga merasa khawatir. Tak ada orang yang menyukai barang-barang lama dari tempat sampah.

"Aku hanya harus berhati-hati. Kalau geng Aaron mengetahui ini, mereka akan meminta lebih banyak uang dariku." Setelah pertarungan Lucien di saluran pembuangan, rasa takutnya terhadap dunia ini dan para bandit berkurang. Dia tahu lebih banyak soal cara bertarung dibandingkan dengan para bandit itu.

Setelah meninggalkan aula, Lucien melihat seorang pria berambut perak sedang berjalan dengan santai menuju asosiasi.

"Rhine? Apa yang dia lakukan di sini? "

Lucien tak terlalu memikirkannya. Bukan hal aneh jika seorang bard mengunjungi tempat yang terkenal.

Andre sedang ada di gerbang. Dia mengenali Lucien dan melihat gerobaknya yang penuh. Dia hanya melambaikan tangannya dan membiarkan Lucien pergi dari kota.

Meski merasa bersemangat, Lucien tak lengah. Setelah berjalan dua puluh menit dari gerbang, Lucien akhirnya berhenti di tempat sepi yang ada di pinggir Sungai Belem.

Lucien mengais sampah, dan dia mendapatkan beberapa benda berguna. Itu adalah lampu rusak, beberapa potongan logam berkarat, 8 pena bulu yang sudah usang, beberapa tumpukan kertas, dan lain sebagainya.

Akhirnya, Lucien menarik renda hitam rusak yang berbau harum dari tumpukan sampah. Benda itu tampak seperti tudung, yang dulunya mungkin milik seorang musisi wanita.

Lucien sama sekali tidak punya bayangan erotis, karena yang ada di pikiran Lucien sekarang hanya soal uang.

"Kainnya bagus. Mungkin ... mungkin aku bisa menjualnya kepada penjahit. Penjahit itu bisa saja menggunakan ini sebagai dekorasi."

Setelah membungkus barang itu dengan kertas, Lucien menyembunyikannya di rumput. Dia kemudian lanjut menarik gerobaknya ke hilir, tempat dimana tumpukan sampah berada.

Dia merasa terkejut karena tempat pembuangan ini jauh lebih kecil dari yang dia kira. Sungai di sebelahnya begitu bersih. Tidak ada seorang pun di sana kecuali Lucien. Sambil mencium bau busuk yang menguar dari sampah, Lucien mulai mencari-cari lagi.

"Di dunia ini, tak ada orang yang memungut sampah untuk mencari nafkah?" Lucien bertanya-tanya, "Mungkin mereka takut terkena penyakit."

Namun, dompet kosong Lucien jelas merupakan ancaman yang lebih berbahaya dibanding terkena penyakit, yang mungkin bisa terjadi atau tidak. Setelah membungkus tangannya dengan kertas bekas, dia menemukan sesuatu yang mungkin bernilai beberapa fell.

Ini pertama kalinya, jadi Lucien sangat berhati-hati. Dia menyembunyikan beberapa barang dan kembali ke bungkusan kertasnya. Setelah menyembunyikan barang pungutannya di bawah tas tua kotor di gerobaknya, Lucien mencoba meratakan tas itu sebisa mungkin agar terlihat seperti penutup gerobak.

Lucien memasukkan barang-barang kecil ke dalam sakunya.

Ini jauh lebih mudah dari yang dia pikirkan. Para penjaga hanya melambaikan tangan mereka dan membiarkan Lucien masuk setelah memandangnya sekilas.

Ketika Lucien sedang menarik gerobaknya ke arah Andre dan Mag, dia sadar kenapa penjaga itu membiarkannya begitu saja. Sambil menutupi hidung mereka, Andre dan Mag mengernyitkan alis mereka ketika melihat Lucien.

Lucien merasa senang saat melihat ini. Dia kemudian menarik gerobaknya yang bau lebih dekat pad dua orang itu dan berujar, "Aku Lucien. Aku datang untuk mengambil gajiku."

Mag segera melangkah mundur dan mengeluarkan uang sembari mengumpat.

"Kurang ajar kau! Bawa pergi gerobak busukmu itu!"

Andre, yang terus tersenyum, berdiri lebih jauh lagi, "Ini pertama kalinya kau ke sungai, 'kan? Jika kau di sana sampai gelap, kau mungkin akan beruntung. Lihat saja hantu-hantu di sana ... haha."

Tanpa bertanya soal hantu, Lucien buru-buru pergi setelah mengambil gajinya lalu mengembalikan gerobak. Dia tak ingin dapat masalah lagi.

Lucien mendapatkan total lima fell dari membersihkan sampah. Namun, barang-barang pungutannya itu lebih penting dibanding gajinya saat ini. Karena dengan semua barang pungutan ini, dia bisa mendapat lima nar dengan mudah .

Setelah kembali ke rumah, Lucien buru-buru menyembunyikan barang-barang yang lain, kemudian bergegas ke pasar.

Lucien langsung membawanya ke penjahit tanpa membersihkan tudung itu. Dia bergegas dengan sedikit gembira.

Namun saat Lucien berdiri di depan sebuah toko penjahit, dia jadi merasa ragu. Dia mungkin akan dimarahi atau mungkin mereka akan menutup pintu bahkan sebelum dia sempat membuka mulut. Wajah Lucien memerah, seperti ketika dia mencoba memasarkan suatu di universitas.

"Jangan jadi pengecut, Lucien. Jangan merasa ini memalukan." Lucien mulai menyemangati dirinya sendiri. "Apa yang bisa harga dirimu lakukan untukmu saat ini? Bisakah harga dirimu mengubah roti hitammu itu jadi putih? Atau bisakah harga dirimu itu memberimu daging sapi, ikan laut, dan anggur? Bisakah harga diri mengajarimu membaca? "

Lucien telah mengalami banyak hal setelah datang ke dunia ini. Dia bahkan terhuyung-huyung di perbatasan hidup dan mati. Dia mengambil keputusan dengan cepat dan berjalan ke toko dengan langkah kaki yang tegas.

Seorang lelaki tua yang mengenakan kacamata sedang duduk di toko. Setelah melihat Lucien masuk, lelaki tua itu bertanya dengan bingung.

"Ya?"

Pakaian Lucien jelas menunjukkan kalau dia terlalu miskin untuk pergi ke penjahit mahal.

Sambil tersenyum dengan penuh antusias, Lucien menggosok kedua tangannya.

"Halo, Pak! Aku dapat renda hitam yang bagus ... dan aku mau tahu apa kau tertarik dengan ini ..."

Sebelum Lucien bisa menyelesaikan ucapannya, dia disela oleh pria tua itu dengan kasar.

"Renda hitam yang bagus, darimu? Enyah kau pencuri sialan!" Dia berjalan keluar dari konter dan mendorong Lucien keluar. "Aku, Forau Tua, seorang penjahit hebat! Aku hanya membeli kain dari Lautsi! "

Setelah diusir dari toko pertama, Lucien tak punya pilihan lain selain menuju ke toko berikutnya. Tentu saja, dia akan mencoba pendekatan yang berbeda kali ini.

Next chapter